Di usianya yang ke-87 tahun, Russella Narpan M.Apoi tetap menjadi simbol perjuangan dalam melestarikan seni tari Dayak, meski kini mengalami keterbatasan pendengaran akibat usia.
Mutia Nabila, Kapuas
PENARI legendaris asal Kalimantan Tengah ini, yang juga dikenal sebagai pelopor seni tari Dayak, terus menginspirasi banyak orang.
Semangatnya untuk menjaga tradisi budaya Dayak tetap membara, bahkan dengan bantuan putranya, Erliansyah Narpan M.Apoi, yang kini berperan besar dalam meneruskan warisan budaya ini kepada generasi muda.
“Ibu sejak kecil sudah dibesarkan dalam budaya yang kental. Beliau belajar menari sejak usia 8 tahun, bersama gurunya yang kemudian menjadi suami beliau, Damang Narpan M.Apoi,” kata Erliansyah kepada Prokalteng.co, Jumat (24/1/2025).
Erliansyah menambahkan bahwa perjalanan seni ibunya bermula di Desa Sei Pasah, sebuah desa tua di Kabupaten Kapuas. Dari desa tersebut, Russella mengembangkan bakat tari yang kemudian menjadikannya sebagai ikon seni tari Dayak di Kalimantan Tengah.
Kiprah seni Russella tidak hanya terbatas di desa, namun berkembang pesat setelah pindah ke Kota Kuala Kapuas untuk melanjutkan pendidikan.
Pencapaian terbesar dalam perjalanan seni Russella adalah tampil dalam acara penyambutan Presiden Soekarno pada tahun 1957, diikuti penampilannya di upacara peletakan batu pertama pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah di Palangka Raya.
Pada 2019, meskipun usia lanjut, Russella masih menunjukkan dedikasinya dengan tampil di Istana Negara di hadapan Presiden Joko Widodo.
Erliansyah menceritakan bahwa ibunya selalu mengatakan bahwa menari adalah jiwa beliau, dan menari bagi Russella adalah bentuk pengabdian kepada budaya dan daerah.
Selain sebagai penari, Russella juga aktif sebagai pelatih tari di Sanggar Tari Tingang Menteng Panunjung Tarung yang kini dikelola oleh Erliansyah.
Setelah sang ayah meninggal pada 1986, sanggar sempat vakum. Namun, pada 2002, Erliansyah mengaktifkannya kembali untuk melanjutkan apa yang telah dirintis orang tuanya.
Sanggar Tari Tingang Menteng Panunjung Tarung kini menjadi wadah penting untuk melestarikan seni budaya Dayak dan mendidik generasi muda.
Erliansyah, sebagai putra dari seorang maestro seni tari, merasa memiliki tanggung jawab moral untuk meneruskan perjuangan orang tuanya.
“Kami akan terus menjaga dan melestarikan seni tari Dayak ini. Warisan budaya adalah identitas kita dan sudah seharusnya menjadi kebanggaan bagi masyarakat Kapuas. Kalau bukan kita yang menjaga siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” tegasnya. (*)