PALANGKA RAYA,PROKALTENG.CO- Ketua Umum Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) , Sigit Karyawan Yunianto mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Akuntabilitas Keuangan Negarai (BAKN) DPR RI, Kamis (17/6). Dalam RDP tersebut, Sigit Karyawan Yunianto menyampaikan beberapa point yang terkait Tata Kelola Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Beberapa yang diajukan terkait kebijakan ialah Penguatan peran DPRD dalam Pengelolaan DAK melalui pendekatan insentif dan disinsetif terhadap output kinerja DPRD dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan DAK. Sebab, ketiga fungsi ini memberikan kontribusi terhadap kualitas perencanaan, penganggaran, dan serapan DAK di daerah,” kata Sigit.
Menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Palangka Raya itu, peralihan input-based approach menjadi performance-based approach. Pendekatan yang selama ini berbasis input (input-based) perlu dialih ke pendekatan berbasis hasil (performance based) yang fokus pada target-target output dan outcome pembangunan. Terutama indikator-indikator yang relevan dengan standar pelayanan minimal (SPM).
“Dengan kata lain, pemerintah daerah diminta untuk mencapai target output/outcome atau indikator-indkator tertentu tetapi mereka diberi keleluasan untuk menentukan bagaimana cara (menentukan kegiatan) mencapai target-target tersebut,”jelasnya
Selain itu, DAK Berbasis Proposal didukung petunjuk teknis disertai kerangka monev yang akuntabel serta berjangka menengah (tiga tahun). DAK semestinya mengadopsi pendekatan yang berorientasi jangka menengah sesuai dengan RPJMN, mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan DAK yang memerlukan investasi beberapa tahun (multiyears).
“Oleh sebab itu kami menganjurkan agar DAK diintegrasikan kedalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Midterm Expenditure Framework (MTEF). Manfaat KPJM bagi daerah adalah meningkatnya transparansi dan prediktibilitas DAK. Meskipun angka-angkanya bersifat pagu indikatif, sehingga memudahkan daerah dalam perencanaan dan penganggaran,”katanya.
Terkait kelembagaan, alokasi DAK didukung capacity building bagi pemda dan DPRD, pemerintah pusat perlu menyiapkan kerangka kebijakan dan kelembagaan yang melakukan capacity building secara sistematis.
“Program ini mesti sinkron dengan alur perencanaan sampai pelaporan DAK. Selain mengatasi persoalan capacity constraints Pemda dan DPRD. Program ini juga menjadi instrument bagi Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap proses implementasi DAK,” tuturnya.
Pembentukan kelembagaan kolaborasi multistakeholders, mulai dari perencanaan, penganggaran, implementasi, pelaporan dan monev DAK. Pusat perlu menginisiasi desain kebijakan dan kelembagaan yang memberi ruang kolaborasi antara pemerintah daerah, DPRD, dan stakeholders terkait di daerah. Lembaga kolaborasi ini menjadi tempat sharing knowledge dan media monitoring dan evaluasi terhadap DAK setiap tahun.
“Pola Pengelolaan DAK secara swakelola perlu dievaluasi dan dibarengi dengan pembenahan regulasi serta pemberdayaan SDM pengelola” jelas Politisi PDIP tersebut.
Sedangkan di bidang digitalisasi, Krisna merupakan sistem yang transparan, akuntabel, terukur, dan berkelanjutan terkait perencanaan dan pengganggaran. Namun, aplikasi ini perlu memberi ruang/akses bagi pengawasan publik, baik dari DPRD maupun masyarakat di daerah.
“Penguatan literasi anggaran berbasis digital. Daya serap rendah terkait DAK selama ini, juga dipengaruhi persoalan informasi yang asimetris, baik di kalangan pemda dan DPRD maupun masyarakat dan stakeholders terkait di daerah. Karena itu, dalam rangka optimalisasi alokasi DAK, pusat dan poemda mesti memiliki program literasi anggaran berbasis digital,”pungkasnya.