SAMPIT– Anggota Komisi III
DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Riskon Fabiansyah melakukan kunjungan
ke Sekretariat Palang Merah Indonesia (PMI) Kotim untuk melihat layanan tes
cepat antibodi deteksi Covid-19, yang dalam dua hari ini diserbu oleh warga
guna untuk bepergian keluar daerah.
“Saya melihat dalam dua hari ini, antusias masyarakat sangat luar
biasa untuk mendapatkan layanan tes cepat antibodi di PMI ini. Karena tarifnya
terjangkau, yaitu Rp.125 ribu, dan ini sangat meringankan beban warga yang
ingin bepergian keluar daerah, maupun yang mendaftar kerja sebagai
persyaratannya,” sampainya pada Rabu (15/7).
Riskon juga sempat berbincang-bincang dengan sejumlah warga yang sedang
antre menunggu giliran pemeriksaan tes cepat deteksi Covid-19. Berbagai
aspirasi disampaikan warga, khususnya agar tarif tidak dinaikkan, Maka dari itu
dirinya minta pemerintah daerah melalui gugus tugas untuk membantu PMI agar
tarif Rp125 ribu ini jangan sampai dinaikkan.
“Pada saat saya berbincang dengan warga, mereka meminta layanan
rapid test maupun tes antibodi untuk pelajar, santri dan mahasiswa tetap
digratiskan dan dilayani setiap waktu. Hal ini menurut warga sangat membantu
mengurangi beban orangtua yang anaknya akan melanjutkan pendidikan ke luar
daerah,” terangnya.
Saat melakukan kunjungan, Politisi Partai Golkar ini diterima langsung
oleh Kepala Unit Transfusi Darah PMI Kabupaten Kotim dr Yuendri Irawanto yang
menjelaskan secara rinci terkait pelayanan di sana. Dirinya juga diajak melihat
proses pemeriksaan sampel darah menggunakan mesin canggih yang dimiliki UTD PMI
Kotim.
“Kalau tes cepat antibodi di PMI Kotim itu tidak menggunakan rapid
test, tetapi menggunakan metode electro-chemiluminescence immunoassay (ECLIA)
menggunakan reagen Elecsys Anti-SARS-CoV-2 dan PreciControl Anti-SARS-CoV-2
(produksi Roche Diagnostics) dengan menggunakan mesin cobas e411.
Hasil pengujian menggunakan metode ECLIA jauh lebih akurat dibanding
dengan rapid test,” terang Riskon.
Menurutnya dengan metode ini pula, PMI bisa menekan harga sehingga
masih bisa menerapkan tarif hanya Rp125 ribu. Tarif yang diberlakukan saat ini
lebih murah dibanding batas tertinggi yang ditetapkan Kementerian Kesehatan
yaitu Rp150 ribu. Sehingga masyarakat antusias karena di tempat lain
memberlakukan tarif antara Rp250 ribu sampai Rp450 ribu.
“Setelah dua hari berjalan dr Yuindre mengatakan kepada saya,
kemungkinan tarif akan dinaikkan karena ada biaya produksi lain yang pada saat
itu belum dihitung, tetapi kenaikan tarif ini bisa dicegah kalau PMI dibantu
pihak lain untuk menurunkan biaya produksi tersebut,” sampai Riskon.
Dirinya
berharap gugus tugas dapat membantu penyediaan APD dan perlengkapan lainnya,
sehingga tarif tidak perlu dinaikkan, dan itu harus bantu karena PMI ini memang
diutamakan untuk pelayanan, bukan komersil sebab mereka hanya semata-mata untuk
membantu masyarakat.