Site icon Prokalteng

Menjelang Hari Lebaran, Berikut Hadits dan Keutamaan dari Meminta Maaf dan Saling Memaafkan

Ilustrasi saling berjabat tangan bermaaf - maafan (Jcomp/Freepik)

PROKALTENG.CO – Ketika bulan suci Ramadan memasuki babak akhir, pandangan umat Islam diarahkan pada momen puncak keberkahan, yaitu perayaan Hari Raya Idulfitri alias lebaran yang menandai berakhirnya bulan puasa.

Setelah takbir bergema dan sebelum menyantap hidangan lezat bersama keluarga, terdapat sebuah tradisi mulia yang mengisi hari lebaran, yaitu menjalin silaturahmi dan meminta maaf dan saling memaafkan. Lebih dari sekadar tradisi, meminta maaf dan memaafkan merupakan tuntunan agama yang memiliki landasan dalam hadits-hadits Rasulullah SAW.

Memahami keutamaan dan hikmah di balik praktik ini bukan hanya menyuburkan hubungan antar sesama, tapi juga mempererat ikatan dengan Allah SWT. Dalam tulisan ini, saatnya mengungkap hadits-hadits yang menggambarkan kelembutan dan kebijaksanaan Islam terkait dengan sikap meminta maaf dan saling memaafkan, menggali keutamaan yang terkandung di dalamnya, serta menyambut Lebaran dengan hati yang bersih dan terangkat dari berbagai dosa.

Dilansir dari laman resmi NU Online, terdapat riwayat yang menerangkan “Apabila seorang muslim bertemu dengan saudaranya sesama muslim, lalu ia menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa-dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pepohonan yang kering, di hari angin bertiup sangat kencang. Jika pun tidak maka akan diampuni dosa-dosa keduanya meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR: Thabrani)

Berjabat tangan disini dimaksudkan saling meminta maaf dan memaafkan, terdapat riwayat lain yang juga menjelaskan hal ini “Tidaklah dua orang muslin saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni dosa-dosa mereka berdua sebelum mereka berpisah.” (HR: Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu majah dan Ahmad).

Kemudian dilansir dari situs resmi MUI, dalam ayat – ayat suci Al-Qur’an terdapat berbagai tuntunan untuk saling meminta dan juga memberi maaf, diantaranya:

“Jika kamu menyatakan sesuatu kebajikan, menyembunyikannya atau memaafkan suatu kesalahan (orang lain), maka sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Kuasa.” (Q.S. An-Nisa {4}: 149)

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raf {7}: 199)

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.” (Q.S. Asy-Syura {42}: 40)

“Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (Q.S. Asy-Syura {42}: 43)

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, “(yaitu) orang yang berinfak, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Ali-Imran {3}: 133-134)

Pada dasarnya setiap manusia tidaklah luput dari dosa, oleh karena itu terdapat peribahasa “manusia tempatnya salah dan lupa” karena kodrat sebagai manusia yang tidak terlepas dari kesalahan dan ketidaksempurnaan dalam perbuatan.

Akan tetapi, manusia juga dibekali akal dan sifat – sifat alami untuk memperbaiki kesalahan. Salah satu sifat yang paling dianjurkan adalah sifat pemaaf, karena sifat ini merupakan sifat yang mulia sebab tidak semua manusia dapat berbesar hati bisa dengan mudah memaafkan oranglain.

Sebagaimana hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, beliau dikenal sebagai orang yang paling baik akhlak dan perangainya. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW tidak hanya disegani oleh kawan, tetapi lawannya pada saat itu pun turut menghormati dan menyanjung etika beliau. Tak jarang yang awalnya menentang berubah menjadi menghormati dan menjadi pengikut setianya, salah satunya adalah sahabat nabi, Umar Bin Khattab.

Hal tersebut menunjukan betapa mulianya akhlak Nabi Muhammad SAW. Kebencian tidak pernah beliau balas dengan amarah dan dendam, tetapi beliau malah menyambut murka kaum kafir Quraisy dengan kasih sayang dan penuh maaf.

Terdapat riwayat yang menyebutkan terkait jawaban Aisyah RA mengenai watak pribadi Rasulullah, beliau menerangkan yang artinya:

“Adalah Rasulullah SAW orang yang paling bagus akhlaknya: beliau tidak pernah kasar, berbuat keji, berteriak-teriak di pasar, dan membalas kejahatan dengan kejahatan. Malahan beliau pemaaf dan mendamaikan,” (HR Ibnu Hibban)

Berani memberi maaf atau memaafkan kesalahan yang diperbuat oleh orang lain bukanlah pengecut, Allah SWT memuliakan orang yang telah bersedia untuk memaafkan kesalahan orang lain. Bahkan Allah juga sudah menyiapkan segudang pahala untuk orang yang bisa memberi maaf. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut:

Baca Juga: Batal Libur Hingga Mei dan Liga 1 Kembali Digulirkan Pertengahan April, Ferry Paulus: Kami Mencari Win-win Solution

وما زاد الله عبد بعفو إلا عزا

Artinya, “Tidaklah Allah SWT menambahkan sesuatu kepada orang yang memaafkan kecuali kemuliaan,” (Al-Muwatta’ karya Imam Malik).

Hari Lebaran, merupakan momentum yang istimewa bagi umat Muslim untuk merefleksikan nilai-nilai luhur dalam agama Islam, salah satunya adalah sikap meminta maaf dan saling memaafkan.

Namun, Meminta maaf dan saling memaafkan tidak hanya terbatas pada momentum lebaran saja, kita selalu bisa meminta maaf dan memberi maaf kapanpun dan dimanapun tidak terbatas waktu dan momen. (pri/jawapos.com)

Exit mobile version