28.9 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Mural Sindiran di Kalsel Dihapus Satpol PP

PROKALTENG.CO-Mural yang menyindir penanganan pandemi di pagar eks Pelabuhan Marla di Jalan RE Martadinata itu dihapus Satpol PP.

Padahal, mural berwarna kuning cerah dengan tulisan “wabah sebenarnya adalah kelaparan” itu baru terpampang beberapa hari.

Dilapis dengan cat warna cokelat muda, penghapusan pada Rabu (18/8) malam itu ditonton warga sekitar dan pengendara.

“Kami sikapi dengan pengecatan ulang,” kata Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar Banjarmasin, Ahmad Muzaiyin, (19/8).

Apa alasannya? Dia menyebut nada mural itu mudah ditafsirkan ke mana-mana.

“Ke depan, kami berharap kepedulian warga sekitar. Termasuk RT. Kalau ada indikasi (pelukisan mural) ditindak, agar tak terulang,” tambah mantan Camat Banjarmasin Timur tersebut.

Terpisah, bagi Direktur Borneo Law Firm, Muhammad Pazri, penghapusan mural ini merupakan bukti bahwa ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi semakin menyempit.

“Hanya menguatkan dugaan bahwa pemerintah semakin anti kritik,” ujar pengacara muda itu.

Baca Juga :  Desa Guntung Manggis Jadi Sasaran Vaksinasi Maritim

Menurutnya, mural atau grafiti merupakan bentuk kritik, ekspektasi dan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui kesenian urban.

Penghapusan hanya akan mengarah pada pembungkaman.

Diingatkannya, kebebasan berekspresi dilindungi UUD 1945, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak Sipil dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu, masyarakat juga memiliki hak berpatisipasi dalam kehidupan kebudayaan. Hak itu, sama pentingnya dengan hak atas pendidikan, hak hidup layak dan hak pelayanan kesehatan.

Hak-hak tersebut diatur dalam ICESCR (kovenan internasional hak ekonomi, sosial dan budaya) yang telah disepakati PBB.

“Bagi saya, mural dan grafiti adalah murni kritik. Bukan hinaan, hasutan, pencemaran nama baik dan tindakan tercela lainnya. Jadi dijamin aman dari jeratan hukum,” tegasnya.

Artinya, tidak boleh ada kriminalisasi terhadap pelukis mural. “Karena kritik adalah bentuk kontrol sosial,” tutup Pazri.

Baca Juga :  Hindari Jalan Berlubang, Warga Kapuas Terjatuh dan Terlindas Truk

Pembelaan dari Netizen

PENGHAPUSAN mural sindiran itu jelas menuai tanggapan miring dari netizen.

Komentarnya macam-macam. Dari yang pedas hingga yang kocak. Seperti yang bisa dibaca di unggahan akun publik @wargabanua.

“Padahal bagus untuk menghiasi jalan,” kata akun @fitrian_niy.

“Ini cara penyampaian aspirasi. Kalau Anda menghapus, sama saja dengan membungkamnya,” cecar akun @abdulghifari.

“Coba tulisannya tiga periode atau kepak sayap kebhinekaan, pasti kada dihapus (aman),” tulis akun @rifatofficial.
Atau sentilan dari akun @r.sidik51, “Kaya itu ja baperan (terbawa perasaan).”

Ketika berita ini ditulis, postingan itu memperoleh 28 ribu like dan seribu komentar lebih.

Semoga saja, kabar bahwa pelukis mural yang beredar di medsos itu diburu Satpol PP tidak benar adanya.

PROKALTENG.CO-Mural yang menyindir penanganan pandemi di pagar eks Pelabuhan Marla di Jalan RE Martadinata itu dihapus Satpol PP.

Padahal, mural berwarna kuning cerah dengan tulisan “wabah sebenarnya adalah kelaparan” itu baru terpampang beberapa hari.

Dilapis dengan cat warna cokelat muda, penghapusan pada Rabu (18/8) malam itu ditonton warga sekitar dan pengendara.

“Kami sikapi dengan pengecatan ulang,” kata Kepala Dinas Satpol PP dan Damkar Banjarmasin, Ahmad Muzaiyin, (19/8).

Apa alasannya? Dia menyebut nada mural itu mudah ditafsirkan ke mana-mana.

“Ke depan, kami berharap kepedulian warga sekitar. Termasuk RT. Kalau ada indikasi (pelukisan mural) ditindak, agar tak terulang,” tambah mantan Camat Banjarmasin Timur tersebut.

Terpisah, bagi Direktur Borneo Law Firm, Muhammad Pazri, penghapusan mural ini merupakan bukti bahwa ruang kebebasan berpendapat dan berekspresi semakin menyempit.

“Hanya menguatkan dugaan bahwa pemerintah semakin anti kritik,” ujar pengacara muda itu.

Baca Juga :  Desa Guntung Manggis Jadi Sasaran Vaksinasi Maritim

Menurutnya, mural atau grafiti merupakan bentuk kritik, ekspektasi dan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui kesenian urban.

Penghapusan hanya akan mengarah pada pembungkaman.

Diingatkannya, kebebasan berekspresi dilindungi UUD 1945, UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Hak Sipil dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Selain itu, masyarakat juga memiliki hak berpatisipasi dalam kehidupan kebudayaan. Hak itu, sama pentingnya dengan hak atas pendidikan, hak hidup layak dan hak pelayanan kesehatan.

Hak-hak tersebut diatur dalam ICESCR (kovenan internasional hak ekonomi, sosial dan budaya) yang telah disepakati PBB.

“Bagi saya, mural dan grafiti adalah murni kritik. Bukan hinaan, hasutan, pencemaran nama baik dan tindakan tercela lainnya. Jadi dijamin aman dari jeratan hukum,” tegasnya.

Artinya, tidak boleh ada kriminalisasi terhadap pelukis mural. “Karena kritik adalah bentuk kontrol sosial,” tutup Pazri.

Baca Juga :  Hindari Jalan Berlubang, Warga Kapuas Terjatuh dan Terlindas Truk

Pembelaan dari Netizen

PENGHAPUSAN mural sindiran itu jelas menuai tanggapan miring dari netizen.

Komentarnya macam-macam. Dari yang pedas hingga yang kocak. Seperti yang bisa dibaca di unggahan akun publik @wargabanua.

“Padahal bagus untuk menghiasi jalan,” kata akun @fitrian_niy.

“Ini cara penyampaian aspirasi. Kalau Anda menghapus, sama saja dengan membungkamnya,” cecar akun @abdulghifari.

“Coba tulisannya tiga periode atau kepak sayap kebhinekaan, pasti kada dihapus (aman),” tulis akun @rifatofficial.
Atau sentilan dari akun @r.sidik51, “Kaya itu ja baperan (terbawa perasaan).”

Ketika berita ini ditulis, postingan itu memperoleh 28 ribu like dan seribu komentar lebih.

Semoga saja, kabar bahwa pelukis mural yang beredar di medsos itu diburu Satpol PP tidak benar adanya.

Terpopuler

Artikel Terbaru