PROKALTENG.CO – Facebook (FB) kembali tersandung masalah keamanan
data. Kali ini, dilaporkan, data 533 juta pengguna Facebook dari 106 negara
bocor. Dari jumlah itu, 130.331 pengguna dari Indonesia.
Data itu sudah disebarkan di
forum kejahatan dunia maya yang dapat diakses publik. Dilansir Business Insider yang dikutip RMID (jaringan prokalteng.co), kemarin,
Informasi tersebut mencakup nomor ID Facebook, nama profil, alamat email,
informasi lokasi, detail jenis kelamin, data pekerjaan, serta hal-hal lain yang
mungkin dimasukkan pengguna di profil mereka.
Selain itu, database yang
disebarkan penjahat siber itu juga berisi nomor telepon para pengguna. Meskipun
informasi tersebut tidak selalu ditampilkan secara publik pada sebagian besar
profil. Ngeri ya.
Data pengguna yang paling banyak
bocor berasal dari Mesir yakni mencapai 44,8 juta. Lalu disusul Tunisia 39,5
juta pengÂguna, Italia 35,67 juta pengguna, Amerika Serikat 32,3 juta pengguna,
dan Arab Saudi 28,8 juta pengguna. Sedangkan, Indonesia 130.331 pengguna.
Akun Alon Gal @UnderTheBreach
menyebutkan, data pengÂguna FB dari Indonesia yang bocor itu lebih sedikit
dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang bocor hingga 11,67 juta
akun, Singapura 3,07 juta akun, dan Filipina 879.699 akun.
Alon Gal menjabat sebagai
Co-Founder & CTO, Chief Technology Officer Hudson Rock, firma intelijen
kejahatan siber yang berbasis di Israel. Kebocoran data ini diketahui setelah
dilakukan peninjauan sampel data yang bocor dan memverifikasi beberapa catatan
dengan mencocokkan nomor telepon pengguna Facebook yang diketahui dengan ID yang
terdaftar di kumpulan data.
“Basis data sebesar itu yang
berisi informasi pribadi seperti nomor telepon banyak pengguna Facebook pasti
akan menyebabÂkan pelaku kejahatan memanfaatkan data tersebut untuk melakukan
serangan rekayasa sosial (atau) upaya peretasan,†kata Gal kepada Insider,
Sabtu (3/4/2021).
Facebook mengonfirmasi kebocoran
data itu. Menurut perusahaan yang berkantor pusat di Menlo Park, California
itu, kebocoran tersebut terjadi dua tahun lalu. “Ini adalah data lama yang
sebelumnya dilaporkan pada 2019,†kata seorang juru bicara Facebook kepada The Record.
Pada Agustus 2019, Facebook
mengatakan masalah kerentanan itu telah ditangani. Facebook sebelumnya berjanji
untuk menindak penggalian data massal setelah Cambridge Analytica menghapus
data dari 80 juta pengguna yang melanggar persyaratan layanan Facebook untuk menargetkan
pemilih dengan iklan politik dalam pemilu 2016.
Kendati kebocoran data sudah
terjadi dua tahun yang lalu, menurut Gal, masih ada ancaman kejahatan siber
yang mengintai para pengguna Facebook yang jadi korban kebocoran data ini.
Lebih jauh, Gal mengatakan dari
sudut pandang keamanan, tidak banyak yang dapat dilakukan Facebook untuk
membantu pengguna yang terkena dampak pelanggaran, karena data mereka sudah
terbuka. Namun, menurut dia, Facebook dapat memberi tahu pengguna, sehingga
mereka dapat tetap waspada terhadap kemungkinan skema phishing atau penipuan menggunakan
data pribadi mereka.
“Orang-orang yang mendaftar ke
perusahaan terkemuka seperti Facebook mempercayai mereka dengan data mereka dan
Facebook seharusnya memperlakukan data dengan sangat hormat,†kata Gal.
“Informasi pribadi yang bocor
adalah pelanggaran kepercayaan sangat besar dan harus ditangani sebagaimana
mestinya,†tandas Gal.