33.5 C
Jakarta
Friday, June 20, 2025

My Sweetest Coffee

PROKALTENG.CO โ€“ Perempuan itu kini bangun dengan rambut hitam
kecokelatan yang berantakan. Masih lengkap dengan seragam sekolah yang belum
diganti. Ia menguap sambil meraba-raba tempat tidurnya. Mencari sebuah barang
yang baginya cukup penting dicek setiap pagi. Kedua bola mata yang berwarna
dark brown itu menatap layar smartphone yang menampilkan deretan pesan dari seseorang
yang bernama รขโ‚ฌล“Marchรขโ‚ฌย.

Ia pun bangun lalu bersiap-siap
untuk bertemu teman-temannya di kafetaria. Tempat melaksanakan kerja kelompok.
Perempuan yang bernama Nadine Lucky Caliya atau akrab dipanggil Nadine itu, kini
sudah siap dengan rok hitam dengan panjang selutut dan baju kaos putih yang
ditutupi dengan jaket jeans. Ia sekarang tengah menunggu datangnya jemputan
dari sahabatnya.

รขโ‚ฌล“Lama banget sih,รขโ‚ฌย sahut Nadine
lalu masuk ke dalam mobil dan duduk di jok belakang. Kedua sahabatnya, Letta
dan Yura hanya diam menanggapi sikap Nadine kali ini dengan wajar.

รขโ‚ฌล“Nad, lo gak apa-apa kan?,รขโ‚ฌย tanya
Letta yang melirik Nadine dari kaca yang tergantung di atas dashboard mobil.

รขโ‚ฌล“Iรขโ‚ฌโ„ขm tryingรขโ‚ฌยฆ,รขโ‚ฌย jawab Nadine.

Di Kafe Espresso Cafetaria.

Nadine masih sibuk dengan daftar
menu yang ada di hadapannya.

รขโ‚ฌล“Kopi aja Nad. supaya ngerjain
tugasnya gak ngantuk,รขโ‚ฌย ucap salah satu teman Nadine yang bernama Gio.

Karena pikirannya yang sudah
tidak fokus, ia hanya mengangguk dan menyerahkan buku menu itu. Menganggap
pilihan menunya sudah ada.

Nadine mengambil pesanannya dan
melirik cup itu yang terdapat kertas karton cokelat muda yang mengelilingi cup
dengan tulisan รขโ‚ฌล“write somethingรขโ‚ฌย.

Lama kelamaan Nadine merasa
sesuatu yang buruk di lidahnya. Ia merasakan rasa pahit tiap kali menyeruput
kopi ini. Ia pun berhenti meminum kopi itu dan kembali memperhatikan cup
kopinya. Ia kini mulai menuliskan sesuatu di kertas karton itu, รขโ‚ฌล“bitter coffee for a bitter storyรขโ‚ฌย.

Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 21.00. Mereka semua merasa lelah dan ngantuk, begitu juga
dengan Nadine yang memang sedari tadi kurang bersemangat.

รขโ‚ฌล“Kita duluan yah,รขโ‚ฌย ucap Gio
disusul beberapa teman di belakangnya yang ikut pamit.

Bersamaan dengan itu, Nadine,
Letta dan Yura juga berdiri. Mereka semua hendak keluar dari kafe ini
bersama-sama. Sambil membawa kopi di tangannya yang tidak habis dikarenakan
rasanya yang pahit, Nadine berjalan bersama teman-temannya menuju pintu keluar.
Tiba-tiba, BRAAKK!

Nadine hanya terdiam melirik rok
dan sepatu ketsnya yang tadinya berwarna putih bersih, kini telah menjelma
menjadi warna cokelat akibat kopi yang tumpah itu. Nadine memejamkan matanya,
berusaha meredam emosi yang sedari tadi pagi tidak ia luapkan.

Ia menatap orang yang menabraknya
yang ternyata pelayan di kafe ini. Terlihat dari baju yang ia kenakan dan
celemek yang terikat di pinggangnya. Nadine menghela napas kasar.

Baca Juga :  Lumatan Cabai di Wajah

รขโ‚ฌล“Sorryรขโ‚ฌยฆ sorry. Maaf, saya tidak
sengaja,รขโ‚ฌย ucap lelaki itu kini berlutut berusaha membersihkan sepatu Nadine.

Melihat kejadian yang ada di
hadapannya sambil melihat ke sekelilingnya, Nadine menjadi salah tingkah dan
mundur selangkah membuat lelaki yang hendak membersihkan sepatu Nadine itu
menatapnya.

รขโ‚ฌล“Gak apa-apa! Lain kali, hati-hati!,รขโ‚ฌย
ucap Nadine menatap tajam ke arah lelaki yang kini sudah berdiri itu. Mata
hitam pekat dan alis tebal dari lelaki itu melihat Nadine yang sangat ingin
marah namun, entah kenapa Nadine malah mengurungkan niatnya.

Beberapa hari berlalu, Nadine
kali ini berada di kafe itu lagi di saat jam sudah menunjukkan pukul 21.30. Ia
kali ini duduk di sudut kafe yang berada di rooftop tanpa pesanan apa pun. Hari
ini mungkin puncak dari kepahitan yang selama ini ia rasakan. Akhirnya ia bisa
bebas dari March dan berani mengatakan kata putus lebih dahulu. Ia
menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. Tiba-tiba ia teringat dengan
kejadian yang menimpanya tempo hari di kafe ini.

Ternyata, lelaki yang menabraknya
waktu itu adalah teman sekolahnya yang tidak cukup populer bagi Nadine. Tetapi
menurut Nadine lelaki yang ia lupa namanya itu tampan dan juga manis. Tiba-tiba
suara cup yang diletakkan di atas mejanya membuat Nadine mendongak dan
mendapati sebuah cup kopi yang bertuliskan รขโ‚ฌล“then,
make your own sweet story
รขโ‚ฌย.

Dari balik cup itu ia dapati
wajah yang tersenyum lebar sedang menatapnya. Nadine kini duduk dengan tegap,
mendapati lelaki itu berada di hadapannya.

รขโ‚ฌล“Masih kenal aku?,รขโ‚ฌย sahut lelaki
itu. รขโ‚ฌล“Minum kopinya. Mumpung masih hangat.รขโ‚ฌย

Nadine menggelengkan kepalanya
dengan lambat.

รขโ‚ฌล“Kopinya gak bersianida kok,รขโ‚ฌย
tambah lelaki itu.

รขโ‚ฌล“Pahit?,รขโ‚ฌย sahut Nadine setelah
bebera saat diam. Lelaki itu kini tersenyum lagi.

รขโ‚ฌล“Ooh, aku tahu sekarang. Waktu
itu kamu gak menghabiskan kopinya karena pahit?,รขโ‚ฌย tanya lelaki itu.

Nadine mengangguk. Lalu, lelaki
itu menggeleng pelan sambil tersenyum. รขโ‚ฌล“Coba dahulu yang satu ini. Aku janji
gak sepahit kopi waktu itu dan gak sepahit kisah kamu,รขโ‚ฌย ucap lelaki itu.

Nadine membelalak, bagaimana bisa
lelaki ini berbicara itu kepadanya. Jangan-jangan ia tahu dari kalimat yang
Nadine tulis di cup kopi waktu itu.

รขโ‚ฌล“Aku janji, kalau kopinya pahit
aku bakalan traktir kamu selama seminggu di kafe ini,รขโ‚ฌย tambah lelaki itu
meyakinkan Nadine.

Nadine pun mulai menyeruput kopi
itu. Aroma lembut dengan rasa yang kaya, seperti beri-berian? Tidak, rasanya
semacam cokelat, entahlah tapi itu lebih manis dan lebih enak dari kopi yang
pernah ia coba sebelumnya. Ia memejamkan matanya, dan membuka kembali matanya
setelah menikmati enaknya kopi itu.

Baca Juga :  Keterasingan, Luka, dan Kehancuran

Nadine mengangguk dan mulai
tersenyum, membuat lelaki yang ada di hadapannya legah dan ikut merasakan
indahnya rasa kopi yang Nadine rasakan.

รขโ‚ฌล“Ngomong-ngomong, nama kamu
siapa? Aku lupa, hehehe,รขโ‚ฌย ucap Nadine menyekah sisa kopi yang berada di ujung
bibirnya.

รขโ‚ฌล“Namaku Julian. Kelas kita hanya
diantarai dua kelas,รขโ‚ฌย ucap Julian. Nama yang bagus, untuk orang yang tampan.

รขโ‚ฌล“Sekarang bagaimana perasaanmu?,รขโ‚ฌย
tanya Julian.

รขโ‚ฌล“Never better,รขโ‚ฌย jawab Nadine
menyeruput kopi itu. Sepertinya ia mulai terpesona dengan rasa kopi ini.

รขโ‚ฌล“Sebenarnya, tidak semua kopi itu
pahit. Kopi yang waktu itu kamu coba, adalah kopi robusta. Dan kopi yang kali
ini kamu coba adalah kopi arabika. Rasanya cukup creamy dan manis seperti orang
yang kali ini meminumnya,รขโ‚ฌย ucap Julian membuat kedua bola mata Nadine mengarah
kepadanya.

รขโ‚ฌล“Aku gak modus lho! Tapi ini
fakta,รขโ‚ฌย tambah Julian menatap Nadine dengan tatapan tenang.

Cukup lama mereka duduk berdua
berbincang mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kopi. Tak terasa, hari sudah
larut malam. Julian meminta Nadine untuk menunggunya selesai bekerja dengan
alasan untuk pulang bersama. Julian mengantar Nadine pulang dengan mengendarai
motor sport berwarna hitam.

Mereka berdua menyusuri jalan
malam kota yang diselimuti angin malam yang dingin, bahkan menembus kulit Nadine.
Julian pun berinisiatif untuk meminjamkan jaket kulit yang ia kenakan kepada
Nadine. Sesampainya mereka di depan rumah Nadine, tidak lupa Julian memberikan
paperbag kepada Nadine.

รขโ‚ฌล“Ini bonus buat kamu karena sudah
memaafkan aku dan menemaniku selesai bekerja hari ini,รขโ‚ฌย ucap Julian yang
wajahnya ditutupi oleh helmnya.

รขโ‚ฌล“Kopi? Lagi?,รขโ‚ฌย sahut Nadine.
รขโ‚ฌล“Langsung diminum yah. Keburu dingin.รขโ‚ฌย

Julian pun hendak menyalakan
mesin motornya kembali namun diadang oleh tangan Nadine.

รขโ‚ฌล“Jaket?,รขโ‚ฌย tanya Nadine. รขโ‚ฌล“Besok aja.
Itu jaminan supaya besok kita harus ketemu. Hehehe,รขโ‚ฌย ucap Julian kemudian pamit
dan mulai mengendarai motor menjauhi Nadine.

Nadine pun masuk dan segera ke
kamarnya. Sambil menatap langit malam, ia mulai menyeruput kopi itu. Tapiรขโ‚ฌยฆ,
rasanya berbeda. Tidak seenak dan semanis kopi yang ia nikmati di kafe tadi.
รขโ‚ฌล“Apa mungkin, minum kopi ini harus dengan Julian supaya rasanya lebih enak?,รขโ‚ฌย
pikir Nadine tersenyum mengingat perilaku manis dari Julian.

Kini ia berhenti menghakimi
hidupnya yang seperti pahitnya kopi. Berkat Julian, ia mengerti. Terkadang
hidup tidak sepahit kopi, tapi terkadang bisa semanis dan se-creamy kopi. Itu
tergantung pada kopi mana yang kita pilih. Sama halnya seperti manusia mana
yang kita pilih untuk dijadikan kekasih. Karena menjalani dan memutuskan
hubungan adalah sebuah pilihan. (*)

PROKALTENG.CO โ€“ Perempuan itu kini bangun dengan rambut hitam
kecokelatan yang berantakan. Masih lengkap dengan seragam sekolah yang belum
diganti. Ia menguap sambil meraba-raba tempat tidurnya. Mencari sebuah barang
yang baginya cukup penting dicek setiap pagi. Kedua bola mata yang berwarna
dark brown itu menatap layar smartphone yang menampilkan deretan pesan dari seseorang
yang bernama รขโ‚ฌล“Marchรขโ‚ฌย.

Ia pun bangun lalu bersiap-siap
untuk bertemu teman-temannya di kafetaria. Tempat melaksanakan kerja kelompok.
Perempuan yang bernama Nadine Lucky Caliya atau akrab dipanggil Nadine itu, kini
sudah siap dengan rok hitam dengan panjang selutut dan baju kaos putih yang
ditutupi dengan jaket jeans. Ia sekarang tengah menunggu datangnya jemputan
dari sahabatnya.

รขโ‚ฌล“Lama banget sih,รขโ‚ฌย sahut Nadine
lalu masuk ke dalam mobil dan duduk di jok belakang. Kedua sahabatnya, Letta
dan Yura hanya diam menanggapi sikap Nadine kali ini dengan wajar.

รขโ‚ฌล“Nad, lo gak apa-apa kan?,รขโ‚ฌย tanya
Letta yang melirik Nadine dari kaca yang tergantung di atas dashboard mobil.

รขโ‚ฌล“Iรขโ‚ฌโ„ขm tryingรขโ‚ฌยฆ,รขโ‚ฌย jawab Nadine.

Di Kafe Espresso Cafetaria.

Nadine masih sibuk dengan daftar
menu yang ada di hadapannya.

รขโ‚ฌล“Kopi aja Nad. supaya ngerjain
tugasnya gak ngantuk,รขโ‚ฌย ucap salah satu teman Nadine yang bernama Gio.

Karena pikirannya yang sudah
tidak fokus, ia hanya mengangguk dan menyerahkan buku menu itu. Menganggap
pilihan menunya sudah ada.

Nadine mengambil pesanannya dan
melirik cup itu yang terdapat kertas karton cokelat muda yang mengelilingi cup
dengan tulisan รขโ‚ฌล“write somethingรขโ‚ฌย.

Lama kelamaan Nadine merasa
sesuatu yang buruk di lidahnya. Ia merasakan rasa pahit tiap kali menyeruput
kopi ini. Ia pun berhenti meminum kopi itu dan kembali memperhatikan cup
kopinya. Ia kini mulai menuliskan sesuatu di kertas karton itu, รขโ‚ฌล“bitter coffee for a bitter storyรขโ‚ฌย.

Tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul 21.00. Mereka semua merasa lelah dan ngantuk, begitu juga
dengan Nadine yang memang sedari tadi kurang bersemangat.

รขโ‚ฌล“Kita duluan yah,รขโ‚ฌย ucap Gio
disusul beberapa teman di belakangnya yang ikut pamit.

Bersamaan dengan itu, Nadine,
Letta dan Yura juga berdiri. Mereka semua hendak keluar dari kafe ini
bersama-sama. Sambil membawa kopi di tangannya yang tidak habis dikarenakan
rasanya yang pahit, Nadine berjalan bersama teman-temannya menuju pintu keluar.
Tiba-tiba, BRAAKK!

Nadine hanya terdiam melirik rok
dan sepatu ketsnya yang tadinya berwarna putih bersih, kini telah menjelma
menjadi warna cokelat akibat kopi yang tumpah itu. Nadine memejamkan matanya,
berusaha meredam emosi yang sedari tadi pagi tidak ia luapkan.

Ia menatap orang yang menabraknya
yang ternyata pelayan di kafe ini. Terlihat dari baju yang ia kenakan dan
celemek yang terikat di pinggangnya. Nadine menghela napas kasar.

Baca Juga :  Lumatan Cabai di Wajah

รขโ‚ฌล“Sorryรขโ‚ฌยฆ sorry. Maaf, saya tidak
sengaja,รขโ‚ฌย ucap lelaki itu kini berlutut berusaha membersihkan sepatu Nadine.

Melihat kejadian yang ada di
hadapannya sambil melihat ke sekelilingnya, Nadine menjadi salah tingkah dan
mundur selangkah membuat lelaki yang hendak membersihkan sepatu Nadine itu
menatapnya.

รขโ‚ฌล“Gak apa-apa! Lain kali, hati-hati!,รขโ‚ฌย
ucap Nadine menatap tajam ke arah lelaki yang kini sudah berdiri itu. Mata
hitam pekat dan alis tebal dari lelaki itu melihat Nadine yang sangat ingin
marah namun, entah kenapa Nadine malah mengurungkan niatnya.

Beberapa hari berlalu, Nadine
kali ini berada di kafe itu lagi di saat jam sudah menunjukkan pukul 21.30. Ia
kali ini duduk di sudut kafe yang berada di rooftop tanpa pesanan apa pun. Hari
ini mungkin puncak dari kepahitan yang selama ini ia rasakan. Akhirnya ia bisa
bebas dari March dan berani mengatakan kata putus lebih dahulu. Ia
menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. Tiba-tiba ia teringat dengan
kejadian yang menimpanya tempo hari di kafe ini.

Ternyata, lelaki yang menabraknya
waktu itu adalah teman sekolahnya yang tidak cukup populer bagi Nadine. Tetapi
menurut Nadine lelaki yang ia lupa namanya itu tampan dan juga manis. Tiba-tiba
suara cup yang diletakkan di atas mejanya membuat Nadine mendongak dan
mendapati sebuah cup kopi yang bertuliskan รขโ‚ฌล“then,
make your own sweet story
รขโ‚ฌย.

Dari balik cup itu ia dapati
wajah yang tersenyum lebar sedang menatapnya. Nadine kini duduk dengan tegap,
mendapati lelaki itu berada di hadapannya.

รขโ‚ฌล“Masih kenal aku?,รขโ‚ฌย sahut lelaki
itu. รขโ‚ฌล“Minum kopinya. Mumpung masih hangat.รขโ‚ฌย

Nadine menggelengkan kepalanya
dengan lambat.

รขโ‚ฌล“Kopinya gak bersianida kok,รขโ‚ฌย
tambah lelaki itu.

รขโ‚ฌล“Pahit?,รขโ‚ฌย sahut Nadine setelah
bebera saat diam. Lelaki itu kini tersenyum lagi.

รขโ‚ฌล“Ooh, aku tahu sekarang. Waktu
itu kamu gak menghabiskan kopinya karena pahit?,รขโ‚ฌย tanya lelaki itu.

Nadine mengangguk. Lalu, lelaki
itu menggeleng pelan sambil tersenyum. รขโ‚ฌล“Coba dahulu yang satu ini. Aku janji
gak sepahit kopi waktu itu dan gak sepahit kisah kamu,รขโ‚ฌย ucap lelaki itu.

Nadine membelalak, bagaimana bisa
lelaki ini berbicara itu kepadanya. Jangan-jangan ia tahu dari kalimat yang
Nadine tulis di cup kopi waktu itu.

รขโ‚ฌล“Aku janji, kalau kopinya pahit
aku bakalan traktir kamu selama seminggu di kafe ini,รขโ‚ฌย tambah lelaki itu
meyakinkan Nadine.

Nadine pun mulai menyeruput kopi
itu. Aroma lembut dengan rasa yang kaya, seperti beri-berian? Tidak, rasanya
semacam cokelat, entahlah tapi itu lebih manis dan lebih enak dari kopi yang
pernah ia coba sebelumnya. Ia memejamkan matanya, dan membuka kembali matanya
setelah menikmati enaknya kopi itu.

Baca Juga :  Keterasingan, Luka, dan Kehancuran

Nadine mengangguk dan mulai
tersenyum, membuat lelaki yang ada di hadapannya legah dan ikut merasakan
indahnya rasa kopi yang Nadine rasakan.

รขโ‚ฌล“Ngomong-ngomong, nama kamu
siapa? Aku lupa, hehehe,รขโ‚ฌย ucap Nadine menyekah sisa kopi yang berada di ujung
bibirnya.

รขโ‚ฌล“Namaku Julian. Kelas kita hanya
diantarai dua kelas,รขโ‚ฌย ucap Julian. Nama yang bagus, untuk orang yang tampan.

รขโ‚ฌล“Sekarang bagaimana perasaanmu?,รขโ‚ฌย
tanya Julian.

รขโ‚ฌล“Never better,รขโ‚ฌย jawab Nadine
menyeruput kopi itu. Sepertinya ia mulai terpesona dengan rasa kopi ini.

รขโ‚ฌล“Sebenarnya, tidak semua kopi itu
pahit. Kopi yang waktu itu kamu coba, adalah kopi robusta. Dan kopi yang kali
ini kamu coba adalah kopi arabika. Rasanya cukup creamy dan manis seperti orang
yang kali ini meminumnya,รขโ‚ฌย ucap Julian membuat kedua bola mata Nadine mengarah
kepadanya.

รขโ‚ฌล“Aku gak modus lho! Tapi ini
fakta,รขโ‚ฌย tambah Julian menatap Nadine dengan tatapan tenang.

Cukup lama mereka duduk berdua
berbincang mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kopi. Tak terasa, hari sudah
larut malam. Julian meminta Nadine untuk menunggunya selesai bekerja dengan
alasan untuk pulang bersama. Julian mengantar Nadine pulang dengan mengendarai
motor sport berwarna hitam.

Mereka berdua menyusuri jalan
malam kota yang diselimuti angin malam yang dingin, bahkan menembus kulit Nadine.
Julian pun berinisiatif untuk meminjamkan jaket kulit yang ia kenakan kepada
Nadine. Sesampainya mereka di depan rumah Nadine, tidak lupa Julian memberikan
paperbag kepada Nadine.

รขโ‚ฌล“Ini bonus buat kamu karena sudah
memaafkan aku dan menemaniku selesai bekerja hari ini,รขโ‚ฌย ucap Julian yang
wajahnya ditutupi oleh helmnya.

รขโ‚ฌล“Kopi? Lagi?,รขโ‚ฌย sahut Nadine.
รขโ‚ฌล“Langsung diminum yah. Keburu dingin.รขโ‚ฌย

Julian pun hendak menyalakan
mesin motornya kembali namun diadang oleh tangan Nadine.

รขโ‚ฌล“Jaket?,รขโ‚ฌย tanya Nadine. รขโ‚ฌล“Besok aja.
Itu jaminan supaya besok kita harus ketemu. Hehehe,รขโ‚ฌย ucap Julian kemudian pamit
dan mulai mengendarai motor menjauhi Nadine.

Nadine pun masuk dan segera ke
kamarnya. Sambil menatap langit malam, ia mulai menyeruput kopi itu. Tapiรขโ‚ฌยฆ,
rasanya berbeda. Tidak seenak dan semanis kopi yang ia nikmati di kafe tadi.
รขโ‚ฌล“Apa mungkin, minum kopi ini harus dengan Julian supaya rasanya lebih enak?,รขโ‚ฌย
pikir Nadine tersenyum mengingat perilaku manis dari Julian.

Kini ia berhenti menghakimi
hidupnya yang seperti pahitnya kopi. Berkat Julian, ia mengerti. Terkadang
hidup tidak sepahit kopi, tapi terkadang bisa semanis dan se-creamy kopi. Itu
tergantung pada kopi mana yang kita pilih. Sama halnya seperti manusia mana
yang kita pilih untuk dijadikan kekasih. Karena menjalani dan memutuskan
hubungan adalah sebuah pilihan. (*)

Terpopuler

Artikel Terbaru