PULANG
Engkau yang bimbang menuju hilang
Jangan dengarkan gemuruh suara
langit yang tumbang
Teruslah melayang dan berloncatan
dari bintang ke bintang
Teruslah menggantang awan yang
membawa wahyu Tuhan
Yang dititipkan hujan dan dingin
yang mengambang transparan
Setelah melewati beratus-ratus
tikungan
Ternyata banyak langkah yang
harus diluruskan
Tetapi tidak mesti berbalik dan
memulai dari awal
Pulang adalah jalan yang selalu
menghadap ke depan
Sedikit berputar untuk mengintip
cahaya di balik cadar
Engkau yang pulang lewat jalan
keselamatan
Akan selalu ada tangan yang
meluruskan
Mencucikan kotoran dan daki
Dari semua mimpi yang menyangkut
di bumi.
Kudus, 2020
—————-
DUNIA KACA
Dunia kini terperam dalam ruang
kaca
Maka yang menakutkan di antara
kita
Ketika selubung rahasia tak
kunjung terbuka
Kita adalah cermin yang saling
memantulkan rupa
Kita berjalan dengan pikiran yang
nyaris sama
Yang membedakan hanya melalui
jalur cepat atau lambat
Dan cara mudah atau dengan cara
yang sulit
Sejarah hanyalah
potongan-potongan masa lalu yang kelabu
Yang menina-bobo dan
menyerimpungi langkah-langkah baru
Maka yang nyata sering kita
yakini tipuan mata belaka
Yang maya kita yakini sebuah
kenyataan di depan mata
Yang ada di luar diri kita adalah
kebenaran yang nyata
Sedang yang ada di dalam diri
sendiri hanya fatamorgana
Kini kita sudah terbiasa
menyerahkan semua kepada yang di luar diri kita
Karena sekali percaya pada diri
sendiri maka menjadi hantu di antara kita.
Kudus, 2020
—————-
DUNIA LEMPUNG
[In memoriam masa kanak-kanak]
Ketika pestisida belum merajalela
Ketika pupuk kimia belum tersebar
ke mana-mana
Aku teringat masa kecilku bersama
ayah dan ibu
Makan nasi bungkus daun pisang di
galengan sawah
Nasi Rojolele dengan sambal
terasi dan ikan asin
Setelah lelah meratakan tanah
yang habis dibajak
Kami mencuci tangan di parit
kecil yang berair jernih
Pernah ibu lupa membawa wedang
jahe kesukaan ayah
Padahal kami sudah menikmati nasi
dan hampir habis
Maka kami mengambil air dari
parit dan meminumnya
Sesudah kami menikmati semua
langit seperti terbuka
Menerima rasa syukur dan nikmat
yang tak terhingga
Sementara ayah dan ibu menebar
abu dapur
Dan pupuk kandang dari kotoran
kerbau di sawah
Aku mencari ikan wader dan belut
di parit
Dan memungut daun semanggi untuk
dibikin pecel
Buat santap makan malam hari
Sebelum mainan terhidang di layar
handphone dan komputer
Sebelum mainan tinggal comot di
rak-rak mal dan supermarket
Aku dan teman sebayaku bermain
gundu
Dan gobak sodor di bawah sinar
rembulan
Membuat mobil-mobilan dari kulit
jeruk bali
Bermain musik di sungai dengan
memukulkan tangan ke air
Suaranya membentur-bentur di
antara tebing sungai
Plung templang-templung
plang-plung templung-templang
Plang templung-templang
templang-templung plang-plung
Bergema seperti suara gendang
yang berirama magis
Tepat ke mana perginya
sungai-sungai tempat bermain di masa kecilku
Airnya yang jernih bergemercik di
sela-sela bebatuan
Udang dan ikan-ikan berselundupan
di antara batu-batu
Sungai-sungai menghitam dan penuh
tumpukan sampah-sampah plastik
Dan bau busuk dan bacin yang
menyengat dari limbah-limbah pabrik
Bolehkah kini aku menyebutnya
dunia api dan besi
Di mana kami cepat terbakar oleh
permainan diri sendiri
Dan saling berbenturan oleh
sesuatu yang tak berarti
Hingga bintang-bintang impian
kami di langit mati
Bintang-bintang yang biasa
mengembalikan kami
Memandang semua sisi kehidupan
dari sudut manusiawi.
Kudus, 2020
—
AMIR YAHYAPATI ABY
Lahir di Kota Kretek Kudus, 23
Desember 1962. Menulis sejak 1980, sejak tahun itu pula tulisannya yang berupa
cerpen dan puisi telah dipublikasikan di Sinar Harapan, Mutiara, HAI, D&R,
Variasi, Amanah, Panji Masyarakat, Suara Karya, Merdeka, Lampung Post, Pikiran
Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, The Jakarta Post, Republika, Bahana (majalah
sastra Brunei Darussalam), Suara Pembaruan, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka,
Wawasan, dll.