Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang melaksanakan Pilkada tahun 2020. Pilkada Kali ini berbeda dengan dengan Pilkada- pilkada sebelumnya.
Pilkada tahun 2020 dilaksanakan pada saat kita masih dilanda oleh Pandemi Covid19. Pilkada dan Pandemi Covid -19 menyebabkan lahirnya beberapa kebijakan baik Kepres maupun Peraturan Pemerintah.
Pandemi Covid-19 memberikan dampak lahirnya Kepres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid- 19, Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid- 19 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2020 terkait Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang rencana akan diselenggaran pada Desember 2020
Pada Pilkada atau pemilu, terlepas ada permasalahan teknis melingkupinya, terdapat masalah-masalah utama dalam Pilkada atau Pemilu ada 3 poin penting yakni politik uang, politik dinasti dan politik identitas.
Dalam KBBI, money politic adalah suap atau uang sogok. Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalakan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat Pemilu.
Politik uang terdapat 5 dimensi yakni pembelian calon (candidacy buying), pembelian suara (vote buying), politisasi kebijakan anggaran, politisasi birokrasi dan politisasi penyelenggara Pemilu.
Pasangan calon (paslon) pada Pilkada Serentak 2020 bisa gugur jika terbukti melakukan pelanggaran politik uang. Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam frasa UU 10 2016 ayat 2 berbunyi, sanksi administratif berlaku untuk pasangan calon, apabila paslon terbukti melakukan politik uang, Bawaslu dapat melakukan pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah
Pelanggaran money Politik TSM bisa saja dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara secara kolektif atau secara bersama-sama.
Selain itu bisa juga dilakukan oleh simpatisan atau tim kampanye manakala terbukti dilakukan atas perintah dan aliran dananya dari paslon maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan pasal 187A
Ketentuan pidana mengenai politik uang dalam pasal 187A ayat (1), bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Mari Kita gunakan Hak pilih kita tanggal 09 Desember 2020 sesuai dengan Protokol kesehatan dan Hati Nurani demi Kalteng yang semakin Sehat dan Maju. (*)
Penulis Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Palangka Raya