Pemerintah
sejak awal pandemi menyarankan agar masyarakat agar berobat melalui digital.
Khususnya bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit komorbid. Konsep
telemedicine atau pengobatan digital jarak jauh bertujuan untuk mencegah
penularan virus Korona terutama pada kelompok rentan. Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) terus mendukung hal itu agar pelayanan kesehatan bisa diakses tanpa harus
datang ke pelayanan kesehatan.
Telemedicine
diyakini sebagai sebuah terobosan dalam pelayanan kesehatan. Kementerian
Kesehatan sudah mengeluarkan Surat Edaran terkait praktik telemedicine. Meski
begitu masih ada beberapa kendala di lapangan, dan dibutuhkan rasa percaya dari
pasien kepada petugas layanan kesehatan telemedicine.
Dalam
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan, ada tiga hal
penting yang perlu ada dalam konsep digital health. Pertama, infrastruktur
internet harus memadai. Tenaga kesehatan juga harus melakukan kolaborasi dengan
startup, komunitas faskes, dan farmasi dalam satu ekosistem digital.
Kedua,
integrasi telemedicine yaitu pelayanan kesehatan yang terkomputerisasi serta
tenaga medis yang menguasai dan paham akan literasi teknologi. Ketiga,
electronic medical record yaitu sistem informasi terintegrasi kerahasiaan
pasien.
Daeng
melanjutkan, saat ini belum ada regulasi khusus soal telemedicine. Yang menjadi
pegangan saat ini adalah Surat Edaran Menteri Kesehatan dan juga Konsil
Kedokteran. Karena itu, IDI berharap pemerintah segera membuat aturan permanen
terkait telemedicine.
“IDI
mendorong seluruh perhimpunan untuk menentukan pelayanan apa yang pantas secara
etik dan hukum yang bisa dilakukan telemedis,†katanya dalam webinar Tantangan
Pelayanan Kesehatan di Masa Depan yang digelar Kementerian Komunikasi dan
Informatika bersama Katadata, Sabtu (22/8).
Misalnya,
tindakan yang memerlukan pemeriksaan dengan alat tertentu, tindakan gawat
darurat tidak bisa dilakukan telemedicine. Hal yang ringan seperti pengiriman
data, konsultasi mungkin bisa dilakukan.
“Perhimpunan
kedokteran diharapkan bisa memetakan dan memberi masukan ke pemerintah sebagai
regulator untuk memutuskan mana yang memungkinkan dan mana yang tidak,†kata
Daeng.
Dalam
survei Katadata, kunjungan lewar aplikasi telemedicine juga melonjak 600 persen
di masa pandemi. Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri Kesehatan Alexander
Ginting mengatakan, telemedicine bisa digunakan untuk memutus rantai penyebaran
Covid-19. Masyarakat tidak harus datang ke RS untuk melakukan tes Covid-19.
“Kami
meminta bantuan dari Ikatan Dokter Indonesia dan juga asosiasi untuk
menyosialisasikan praktik telemedicine ini ke seluruh Indonesia. Kami juga
minta startup telemedicine untuk tidak hanya fokus di pulau Jawa dan Sumatera.
Telemedicine harus menjangku seluruh masyarakat terutama yang berada di wilayah
tertinggal,†kata Ginting.
Ginting
menambahkan, Kementerian Kesehatan sudah membangun ekosistem digital antara
lain dengan membuat aplikasi yang bisa menghubungkan RS rujukan dan puskesmas.
Aplikasi itu juga bisa memberikan informasi tak hanya tentang orang yang sakit
tetapi juga jumlah tempat tidur yang tersedia. Namun, ekosistem yang dibangun
Kemenkes tak cukup karena harus dibantu sektor swasta.
“Karena
itu, Kemenkes mengimbau startup telemedisin untuk tidak hanya fokus di pulau
Jawa dan Sumatera tapi juga di daerah terpencil dan terbelakang,†tegas
Ginting.