26.7 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Semangat Sembuh karena Ingat Masa Depan Anak

Merasa kurang nyaman
menyebutkan identitas pribadinya, perempuan ini meminta namanya ditulis dengan
inisial P. Dia tertular Covid-19 dari suaminya. Sama-sama berjuang mendapatkan
kesembuhan, tapi takdir berkata lain. Sang suami meninggal di tengah masa
penyembuhan.

 

ANTONIUS CHRISTIAN, Solo


P yang merupakan warga
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo menerangkan, suaminya mulai
menunjukkan gejala sakit pada Jumat, 6 Maret lalu. Itu merupakan hari kedua dia
pulang setelah sepekan berada di Bogor untuk seminar. Badannya panas.


P lalu membawa suaminya
ke sebuah rumah sakit (RS). Dari sejumlah pemeriksaan, termasuk tes swab,
dipastikan suaminya terjangkit Covid-19. Dia kemudian dirawat di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) dr Moewardi Solo.

Tidak boleh ada yang
menjenguk. Keluarga diminta tetap berada di rumah. Pada Sabtu (14/3) P beserta
anak dan saudaranya diminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surakarta datang ke
Kelurahan Mojosongo. Rencananya, dilakukan cek kesehatan.

Sampai di kantor
kelurahan, ternyata mereka ditolak. Diminta periksa ke Kantor Kelurahan
Kadipiro sesuai alamat KTP suami P. ”Sampai di Kelurahan Kadipiro, ternyata
petugas dari dinkes belum datang. Akhirnya sama petugas disuruh pulang. Katanya
diperiksa di rumah saja, nanti petugasnya datang,” ujar P saat dihubungi
melalui sambungan telepon, Senin (6/4).

Di tengah masa menunggu
tes itu, P mendengar kabar bahwa dirinya menjadi bahan omongan tetangga.
Katanya, dia keluar rumah untuk rewang. Mendengar itu, P sewot. ”Wong saya
pusing mikir suami kok rewang, tidak masuk akal. Sakit hatinya di situ. Sudah
ngelakoni seperti ini, malah dikatakan yang tidak-tidak,” cetusnya.

Baca Juga :  Bidu Erang Sekeluarga Sumbang Hewan Kurban

Memang saat itu kakak P
menggelar kumbokarnan, acara yang dilakukan sebelum menghadapi hajatan besar.
Tapi, P memastikan dirinya tidak ikut. Dia menurut sama perintah dinkes untuk
di rumah saja.

Akhirnya, setelah
menjalani tes pada Selasa (17/3), P juga dinyatakan positif. Malamnya petugas
medis dengan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap menjemputnya dengan
ambulans. P hendak dirawat di RS yang sama dengan suaminya. Ibu satu anak itu
menggambarkan perasaannya dengan kata campur aduk. Takut, sedih, dan waswas
jadi satu. ”Waktu dikasih tahu pertama, ya nangis,” ujarnya.

P mengaku tidak
merasakan gejala apa pun. Dia juga tak mau berlama-lama dalam kesedihan.
Menurut P, Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar kemampuan. P yakin bisa
melewati fase itu. Keinginan sembuhnya sangat kuat, terutama untuk putri semata
wayangnya. ”Anak saya masa depannya masih panjang. Saya harus kuat, saya harus
sehat. Saya tidak mau melihat anak menangis. Kata-kata itu yang selalu saya
tanamkan,” ungkapnya.

Sembari terus berdoa, P
juga memercayakan kesehatannya kepada tim dokter. Segala yang dianjurkan dan
dilarang ditaati. ”Istilahnya, mau makanannya enak atau tidak, suka tidak suka,
harus saya habiskan. Manut sama dokter. Dokter bilang A ya saya A, dokter
bilang B ya saya B,” kenangnya.

Sepuluh hari dirawat, P
dinyatakan sembuh dan diizinkan pulang. Bersyukur sudah pasti. Namun, dia juga
merasa sedih sekali. Dua hari sebelum dia pulang, suaminya meninggal. Sesuai
dengan protap pemakaman pasien Covid-19, pemakaman harus dilakukan secepatnya.

Baca Juga :  Kodim 1014 Merajut Asa Masyarakat Untuk Kehidupan Lebih Baik Melalui T

Melihat putrinya yang
berumur 17 tahun itu dilanda duka mendalam, P tak mau semakin membebani
perasaannya. Psikologis anaknya adalah yang utama. Dia sadar yang dialami sudah
merupakan garis hidupnya.

”Kita memang tidak
boleh menyepelekan virus ini sama sekali. Namun, bukan berarti harus bersedih,
pasrah dengan keadaan. Doa dan perjuangan harus. Saya yakin, kalau kita kuat,
penyakit ini tidak akan bisa melawan,” tegasnya.

Saat ini P tinggal
bersama sang putri dan empat saudaranya. Mereka sementara melakukan karantina
mandiri. Tidak keluar rumah sama sekali. Untuk kebutuhan sehari-hari, ada bantuan
dari Pemkot Surakarta. Bahkan, Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo sempat
memberikan bantuan langsung ke rumahnya sebelum dia (P) divonis positif.

Keluarga besarnya juga
rutin memberikan sembako maupun kebutuhan lain. ”Malah waktu saya dirawat di rumah
sakit, ada donatur yang mengirimkan nasi kotak tiga kali sehari untuk anak
saya. Saya juga kurang tahu siapa, tapi saya terima kasih sekali,” katanya.

P yang setelah sembuh sempat ditelepon Gubernur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menceritakan kisahnya itu, berpesan kepada
para pasien yang masih dirawat supaya tidak panik serta patuh anjuran dokter.
Juga harus yakin bisa sembuh. P juga berpesan kepada masyarakat yang masih
sehat agar sementara waktu tidak keluar rumah jika tidak mendesak. ”Serta terus
terapkan pola hidup sehat,” tuturnya.

Merasa kurang nyaman
menyebutkan identitas pribadinya, perempuan ini meminta namanya ditulis dengan
inisial P. Dia tertular Covid-19 dari suaminya. Sama-sama berjuang mendapatkan
kesembuhan, tapi takdir berkata lain. Sang suami meninggal di tengah masa
penyembuhan.

 

ANTONIUS CHRISTIAN, Solo


P yang merupakan warga
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo menerangkan, suaminya mulai
menunjukkan gejala sakit pada Jumat, 6 Maret lalu. Itu merupakan hari kedua dia
pulang setelah sepekan berada di Bogor untuk seminar. Badannya panas.


P lalu membawa suaminya
ke sebuah rumah sakit (RS). Dari sejumlah pemeriksaan, termasuk tes swab,
dipastikan suaminya terjangkit Covid-19. Dia kemudian dirawat di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) dr Moewardi Solo.

Tidak boleh ada yang
menjenguk. Keluarga diminta tetap berada di rumah. Pada Sabtu (14/3) P beserta
anak dan saudaranya diminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surakarta datang ke
Kelurahan Mojosongo. Rencananya, dilakukan cek kesehatan.

Sampai di kantor
kelurahan, ternyata mereka ditolak. Diminta periksa ke Kantor Kelurahan
Kadipiro sesuai alamat KTP suami P. ”Sampai di Kelurahan Kadipiro, ternyata
petugas dari dinkes belum datang. Akhirnya sama petugas disuruh pulang. Katanya
diperiksa di rumah saja, nanti petugasnya datang,” ujar P saat dihubungi
melalui sambungan telepon, Senin (6/4).

Di tengah masa menunggu
tes itu, P mendengar kabar bahwa dirinya menjadi bahan omongan tetangga.
Katanya, dia keluar rumah untuk rewang. Mendengar itu, P sewot. ”Wong saya
pusing mikir suami kok rewang, tidak masuk akal. Sakit hatinya di situ. Sudah
ngelakoni seperti ini, malah dikatakan yang tidak-tidak,” cetusnya.

Baca Juga :  Bidu Erang Sekeluarga Sumbang Hewan Kurban

Memang saat itu kakak P
menggelar kumbokarnan, acara yang dilakukan sebelum menghadapi hajatan besar.
Tapi, P memastikan dirinya tidak ikut. Dia menurut sama perintah dinkes untuk
di rumah saja.

Akhirnya, setelah
menjalani tes pada Selasa (17/3), P juga dinyatakan positif. Malamnya petugas
medis dengan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap menjemputnya dengan
ambulans. P hendak dirawat di RS yang sama dengan suaminya. Ibu satu anak itu
menggambarkan perasaannya dengan kata campur aduk. Takut, sedih, dan waswas
jadi satu. ”Waktu dikasih tahu pertama, ya nangis,” ujarnya.

P mengaku tidak
merasakan gejala apa pun. Dia juga tak mau berlama-lama dalam kesedihan.
Menurut P, Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar kemampuan. P yakin bisa
melewati fase itu. Keinginan sembuhnya sangat kuat, terutama untuk putri semata
wayangnya. ”Anak saya masa depannya masih panjang. Saya harus kuat, saya harus
sehat. Saya tidak mau melihat anak menangis. Kata-kata itu yang selalu saya
tanamkan,” ungkapnya.

Sembari terus berdoa, P
juga memercayakan kesehatannya kepada tim dokter. Segala yang dianjurkan dan
dilarang ditaati. ”Istilahnya, mau makanannya enak atau tidak, suka tidak suka,
harus saya habiskan. Manut sama dokter. Dokter bilang A ya saya A, dokter
bilang B ya saya B,” kenangnya.

Sepuluh hari dirawat, P
dinyatakan sembuh dan diizinkan pulang. Bersyukur sudah pasti. Namun, dia juga
merasa sedih sekali. Dua hari sebelum dia pulang, suaminya meninggal. Sesuai
dengan protap pemakaman pasien Covid-19, pemakaman harus dilakukan secepatnya.

Baca Juga :  Kodim 1014 Merajut Asa Masyarakat Untuk Kehidupan Lebih Baik Melalui T

Melihat putrinya yang
berumur 17 tahun itu dilanda duka mendalam, P tak mau semakin membebani
perasaannya. Psikologis anaknya adalah yang utama. Dia sadar yang dialami sudah
merupakan garis hidupnya.

”Kita memang tidak
boleh menyepelekan virus ini sama sekali. Namun, bukan berarti harus bersedih,
pasrah dengan keadaan. Doa dan perjuangan harus. Saya yakin, kalau kita kuat,
penyakit ini tidak akan bisa melawan,” tegasnya.

Saat ini P tinggal
bersama sang putri dan empat saudaranya. Mereka sementara melakukan karantina
mandiri. Tidak keluar rumah sama sekali. Untuk kebutuhan sehari-hari, ada bantuan
dari Pemkot Surakarta. Bahkan, Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo sempat
memberikan bantuan langsung ke rumahnya sebelum dia (P) divonis positif.

Keluarga besarnya juga
rutin memberikan sembako maupun kebutuhan lain. ”Malah waktu saya dirawat di rumah
sakit, ada donatur yang mengirimkan nasi kotak tiga kali sehari untuk anak
saya. Saya juga kurang tahu siapa, tapi saya terima kasih sekali,” katanya.

P yang setelah sembuh sempat ditelepon Gubernur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menceritakan kisahnya itu, berpesan kepada
para pasien yang masih dirawat supaya tidak panik serta patuh anjuran dokter.
Juga harus yakin bisa sembuh. P juga berpesan kepada masyarakat yang masih
sehat agar sementara waktu tidak keluar rumah jika tidak mendesak. ”Serta terus
terapkan pola hidup sehat,” tuturnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru