Virus Wuhan membuat saya hampir ‘lupa permanen’
menulis perkembangan terbaru di Amerika.
Bahkan lupa juga bahwa besok adalah ulang tahun
ke-2 DI’s Way. Begitu ingat sudah sangat terlambat.
Saya harus tiga kali memutar kembali pidato
Presiden Donald Trump ini. Yang di depan forum gabungan DPR dan Senat itu. Yang
disebut pidato State of the Union itu. Yang panjangnya 1,5 jam itu.
Inilah pidato yang dibuka dan ditutup dengan
adegan permusuhan. Yang didemonstrasikan dua tokoh puncak eksekutif (Presiden
Trump) dan legislatif (Ketua DPR Nancy Pelosi).
Tentu Ketua DPR-lah yang menyilakan presiden
naik podium. Presiden Trump lantas mampir ke meja pimpinan DPR untuk
menyerahkan map. Isinya: naskah pidato yang akan ia bacakan.
Pelosi pun berdiri untuk menerima map itu. Lalu
mengulurkan tangannyi untuk menjabat tangan presiden. Sang presiden langsung
melengos menuju podium.
Diperlakukan begitu Pelosi terlihat sangat
tenang. Tangannyi yang sudah terjulur terlihat tidak cepat-cepat ditarik. Tapi
wajahnyi tetap tenang. Tidak mengekspresikan kekecewaan atau ejekan. Begitu
matang ekspresi politiknyi.
Namun ketika Trump nyaris menyelesaikan
pidatonya terjadilah adegan ‘pembalasan yang lebih kejam’. Tiba-tiba Pelosi
berdiri. Dia meraih kertas pidato Trump yang ada di mejanyi. Lalu merobeknya, kreeek. Robekan itu dia empaskan di atas meja.
Pelosi mengambil lagi sisa kertas pidato yang masih utuh: kreeeeek, dirobeknyi lagi. Sobekannya ditaruh di
atas sobekan pertama.
Dia ambil lagi sisa kertas pidato itu. Dia kreeek lagi. Ambil lagi. Kreeeeek lagi. Sampai empat kali. Sampai kertas
pidato itu terobek semua.
Lalu tumpukan sobekan pidato tersebut dia
jadikan satu tumpukan. Lalu dia ambil untuk diempaskan di meja.
Adegan penyobekan itu terjadi di belakang
punggung Trump yang lagi mengucapkan kalimat terakhir pidatonya.
Tidak ada perubahan di wajah Trump. Tumben.
Tidak muncul ciri khas emosionalnya.
Pun Pelosi. Saat menyobek-nyobek kertas pidato
itu wajahnyi tidak menunjukkan emosi atau kemarahan.
Itulah dua wajah pemain watak yang akan menarik
perhatian para sutradara Hollywood.
Isi pidato itu sendiri memang mirip kampanye pilpres.
Memang tidak ada aturan harus bagaimana isi sebuah pidato State of the Union.
Menurut konstitusi setahun sekali presiden
mengucapkan pidato State of the Union di depan rapat gabungan DPR dan Senat.
Yakni untuk melaporkan apa yang dilakukan presiden selama setahun.
Maka Trump tidak melanggar konstitusi. Termasuk
ketika tidak mau menerima salaman Pelosi.
Trump memang sangat marah padanyi. Pelosi
adalah tokoh Demokrat yang mengimpeachnya Trump.
Di hari pidato itu Senat lagi mengadili Trump:
apakah impeachment DPR itu dikabulkan atau tidak. Tapi
Trump sudah tahu hasilnya: Senat menolak impeachment.
Mayoritas keanggotaan Senat di tangan partai Republik. Hanya satu anggota
Republik yang menyetujui impeachment itu:
Mitt Romney. Dari dapil negara bagian Utah. Ia dulu calon presiden. Tapi gagal
menghadapi Barack Obama.
Meski tiga kali memutar ulang pidato itu
rasanya tidak bosan. Pidato Presiden Amerika memang selalu sangat menarik:
Ronald Reagan, Bill Clinton, Obama, dan siapa pun mereka.
Saat memutar yang ketiga kalinya saya lebih
memperhatikan berapa kali sih pidato itu mendapat tepuk tangan. Kok rasanya
begitu sering.
Saya pun menghitungnya: 132 kali. Tepuk tangan
besar maupun agak besar. Lebih 90 kali disertai standing ovation.
Begitu mudah orang Amerika memberikan apresiasi
terhadap pidato. Begitu rela harus sering kali berdiri.
Berarti pidato itu sebenarnya hanya sekitar 1
jam. Yang setengahnya lagi karena banyaknya waktu yang dipakai untuk bertepuk
tangan.
Tepuk tangan terbanyak terjadi saat Trump memperkenalkan
tokoh oposisi Venezuela, Juan Guaido. Bahkan secara resmi Trump sudah
menyebutnya sebagai Mr Presiden Venezuela.
Yang disebut namanya itu pun berdiri di balkon.
Masih sangat muda. Umurnya 36 tahun. Wajahnya tampan. Potongan badannya
atletis. Jas dan dasinya serasi.
Trump sudah tidak mengakui Presiden Venezuela
yang sekarang ini: Maduro.
Saat Guaido diperkenalkan itu semua anggota DPR
dan Senat berdiri. Termasuk Pelosi. Juga para anggota DPR. Pun dari Partai
Demokrat –yang lebih sering tidak mau tepuk tangan, apalagi sambil berdiri.
Di topik Venezuela ini Trump berhasil mengecoh
lawan-lawan politiknya. Setelah memperkenalkan Guaido itu Trump ingin
menusukkan belati. Mumpung Pelosi lagi berdiri.
Topik Venezuela itu ternyata hanya dipakai
Trump untuk pintu masuk membahas jeleknya sosialisme.
Maksudnya: calon-calon presiden dari Demokrat
itu sosialis semua. Janganlah dipilih. Pilihlah dia lagi. Di bulan November
nanti.
Trump juga memperkenalkan nama Tony Rankins
dari Cincinnati. Tidak penting siapa ia. Yang penting ia kulit hitam. Trump
memang harus merangkul pemilih kulit hitam. Yang mereka itu biasanya tidak suka
Partai Republik.
Prestasi Tony adalah berhasil keluar dari
keterpurukan. Berkat ekonomi Amerika yang membaik selama kepresidenan Trump.
Trump menyebutkan Tony itu lambang laki-laki
yang hancur: terlibat narkoba, ditinggalkan isteri dan menjadi pengangguran.
Tapi, kata Trump, karena ekonomi membaik kini Tony bisa bangkit lagi.
Republican pun tepuk tangan. Lalu Tony berdiri
di balkon. Tangannya melambai. Senyumnya merekah. Senyum itu terlalu lebar
sampai membuat kelihatan bahwa gigi depannya ompong dua.
Topik yang juga banyak mendapat tepuk tangan
adalah soal militer. Saat membahas keperkasaan tentara Amerika Trump
membanggakan diri sebagai pembuat sejarah: di masa kepresidenannyalah Amerika
memiliki Angkatan Angkasa Luar. Tidak lagi hanya Angkatan Darat, Laut dan
udara.
Lalu Trump memperkenalkan seorang remaja.
Namanya: Iain Lanphier. Umurnya: 13 tahun.
Di usia seremaja itu ia sudah diterima di
Akademi Angkasa Luar Amerika.
“Ia bilang,” kata Trump mengutip
kata-kata remaja itu, “Semua orang mendongak ke atas untuk melihat
angkasa. Saya akan selalu menatap ke bawah, melihat bumi”.
Trump juga pandai membesarkan hati para
veteran. Ia memperkenalkan seorang veteran yang hari-hari itu berumur 100
tahun.
Semua orang berdiri memberi hormat. Lalu duduk
lagi. Dan berdiri lagi. Yakni saat Trump mengatakan bahwa ia memberikan pangkat
jendral kepada veteran kelas prajurit itu.
Tentu Trump juga memberi penghargaan pada
‘provokator sejuta pendengar’ terkenal itu. Namanya Rush Limbaugh. Ia orator
ulung.
Orasinya di radio memikat jutaan pendengar.
Banyak pula yang fanatik dan terus menyetel channel radio miliknya.
Limbaugh adalah ideolog konservatif. Pembawa
suara ideologi republikan. Kalau mencaci maki kelompok liberal luar biasa
memikatnya.
Dengan ejekan dan satire yang sangat tajam.
Trump meminta Limbaugh berdiri di balkon. Lalu
meminta tolong istrinya untuk mengalungkan medali kepadanya. Itulah medali
tertinggi untuk orang sipil di Amerika. Namanya: Presidential Medal of Freedom.
Berita sedihnya: Limbaugh lagi menderita sakit.
Sakit kanker. Stadium empat.
Pokoknya Trump memanfaatkan habis kesempatan
itu. Semua prestasi diuraikan. Banyak yang ia beri embel-embel “terbaik
sepanjang sejarah”. “Belum pernah dilakukan presiden siapa pun”.
Pidato Trump kali ini lebih mirip sebagai
proklamasi kemenangan Amerika. Juga proklamasi bahwa Amerika sudah “Great
again”.
Pesaing Amerika sudah kalah semua. Musuh
Amerika sudah lari semua. Mental kalah di Amerika sudah kembali menjadi mental
kemenangan.
“Tiongkok yang sudah berpuluh-puluh tahun
mencuri lapangan kerja Amerika sekarang sudah hormat kepada kita,” ujar
Trump.
“Di lain pihak hubungan kita dengan
Tiongkok sekarang ini menjadi sangat baik, termasuk dengan Presiden Xi,”
tambahnya.
“Mereka tidak menyangka ternyata ada satu
orang Amerika yang berani membuat mereka berhenti melakukan apa yang sudah
berpuluh tahun mereka lakukan pada Amerika.”
“Belum pernah hubungan kita menjadi sebaik
ini dengan Tiongkok,” katanya.
Pokoknya Trump menjadi unggul di segala lini.
Ibarat permainan American Football –yang empat
babak itu– Trump kini sudah memenangkan tiga babak. Skornya pun sudah 18-0.
Kini tinggal memasuki babak 4 –Pemilu November
2020.
Demokrat sudah hancur: babak impeachment kalah, babak State of the Union
kalah, babak kaukus Iowa jeblok.
Strategi Trump dalam menghadapi impeachment luar biasa hebat. Ia gunakan pedang
bermata dua: bisa menyelamatkan dirinya sekaligus membunuh lawannya.
Demokrat hanya kelihatannya membela unggulan
calon presidennya: Joe Biden. Tapi secara tidak langsung nama Biden justru
hancur dalam proses impeachment ini.
Di kaukus negara bagian Iowa Biden kalah total
dari calon Demokrat lainnya. Biden merosot justru hanya di urutan empat.
Pemenangnya adalah calon yang semula tidak
diunggulkan sama sekali: Peter Buttigieg.
Nama calon ini pun sulit diucapkan. Itulah nama
orang Malta –ayah Buttigieg adalah imigran dari Malta.
Maka orang Amerika lebih senang memanggilnya
Peter. Lebih mudah diucapkan.
Umur Buttigieg baru 36 tahun. Sangat muda –di
mata Biden maupun Bernie Sander. Apalagi di mata Donald Trump.
Jabatan terakhir Buttigieg pun ‘hanya’ wali
kota. Itu pun bukan kota besar: South Band. Yakni kota kecil yang terletak di
batas paling utara negara bagian Indiana. Letaknya lebih dekat ke Chicago
daripada ke Indianapolis – -kota terbesar di Indiana.
Buttigieg baru saja mengakhiri masa jabatannya
yang kedua sebagai wali kota. Tapi ide-idenya besar. Kalangan liberal lebih
menyukai Buttigieg dari calon Demokrat lainnya.
Yang mungkin akan jadi halangan adalah: ia
seorang gay. Sudah kawin dengan sesama laki-laki. Buttigieg
sendiri yang mengumumkan bahwa dirinya gay.
Minggu depan akan ada kaukus Demokrat lagi.
Kali ini di negara bagian New Hampshire. Kalau di sini pun Buttigieg yang
menang rasanya sudah waktunya Joe Biden mundur dari pencalonan.
Sampai sekarang Trump belum mengincar Buttigieg
sebagai lawan di pilpres nanti. Trump masih menganggap lawan terkuatnya hanya
Biden.
Maka di babak ke-4 nanti bisa jadi Trump akan
menang lagi. Dengan mudah pula.
Memang pernah ada: yang sudah kalah telak di
babak tiga tapi berhasil membalikkan skor di babak 4. Tapi itu di American
Football. Yakni tim dari Kansas City.
Saya ikut menonton live pertandingan besar
Super Bowl Senin pagi lalu (WIB). Kansas City sudah kalah telak di akhir babak
3. Tapi dengan dramatik bisa membalik keadaan.
Itu karena Kansas City memiliki bintang muda
luar biasa. Namanya: Patrick Mahomes.
Bisakah Buttigieg menjadi Mahomes-nya Demokrat?
(dahlan iskan)