26.7 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Pidato Mas Mendikbud Bagaimana supaya Guru Lebih Kreatif

Hari ini, tepat saat peringatan Hari Guru Nasional, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akan membacakan pidato
yang naskahnya sudah di-
share ke mana-mana itu. Pidato tersebut
dianggap sebagai resep untuk membuat pendidikan lebih baik. Meski begitu, bukan
hanya guru yang dituntut berubah. Dibutuhkan bantuan dan dorongan pemerintah
untuk mewujudkan itu semua.

Pakar pendidikan Totok Amin Soefijanto menjelaskan, saat ini
pendidikan sekolah menerapkan Kurikulum 2013. Di situ diatur aktivitas kegiatan
belajar-mengajar (KBM), cakupan materi, hingga referensi buku yang digunakan.
Secara tidak sadar, guru dipandu kurikulum itu.

Namun, kurikulum tersebut justru membuat guru kurang kreatif.
Mengajar hanya terpaku pada template. Terkadang malah tidak sesuai dengan
kebutuhan guru maupun siswa. ”Yang saya tangkap dari pidato Mas Mendikbud
adalah bagaimana supaya guru lebih kreatif lagi dalam melakukan kegiatan
belajar-mengajar di kelas,” kata Totok.

Belajar sudah tidak dilakukan dengan cara kuno yang sifatnya
satu arah. Harus lebih melibatkan siswa di kelas. Misalnya, siswa diberi
kesempatan untuk mengajar, melakukan presentasi, dan terlibat aktif dalam diskusi.
”Kalau siswanya lebih tahu, ya suruh ngajarin. Jangan terlalu kaku dalam
berbagai ilmu pengetahuan,” tuturnya.

Untuk menciptakan suasana belajar yang ideal, guru harus sudah
mumpuni secara kompetensi. Begitu juga siswa yang siap belajar. Sebab, proses
belajar itu menuntut peran kedua pihak. Nah, kalau ditanya bagaimana kompetensi
guru sekarang, Totok menerangkan, jika ukurannya hasil uji kompetensi, nilai
rata-rata hanya 55 poin dalam skala 100. ”Artinya belum bagus,” ujar mantan
wakil rektor deputi bidang akademik dan kemahasiswaan Universitas Paramadina
tersebut.

Baca Juga :  Bangun Kesadaran Masyarakat untuk Mengurangi Kanker Payudara Stadium L

Bagaimana siswanya? Jika hanya melihat hasil ujian nasional (UN)
juga tidak terlalu impresif. UN hanya menilai output. Tidak bisa
merepresentasikan proses belajar siswa bagus atau tidak. Karena itu, tutur
Totok, dibutuhkan peran pemerintah pusat sampai daerah untuk membangun itu
semua.

Dalam seminar yang digelar Bank Dunia bertajuk The Promise of
Education in Indonesia Selasa (19/11) disebutkan, Indonesia kurang fokus ke
pembelajaran. Seolah-olah dengan mengadakan kelas, kurikulum, ada guru,
asumsinya sudah ada pembelajaran. Tapi, benar tidak terjadi pembelajaran?
Jangan-jangan gurunya datang cuma untuk memberikan materi. Masa bodoh siswa
mengerti atau tidak.

”Jadi, saya bilang pidato Mas Mendikbud adalah resep untuk
menjadikan proses pendidikan lebih baik itu sudah tersedia. Tinggal bagaimana
aplikasinya. Itu seluruh jajaran pusat Kemendikbud dan daerah se-Indonesia
harus siap menjalankan,” beber Totok.

Peran Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud sangat
sentral. Mereka mempunyai peta mengenai kesiapan daerah untuk mewujudkan
cita-cita tersebut. Dari situ dipetakan mana daerah yang sudah siap. Untuk
kemudian dijadikan contoh. Proses itu bisa berlangsung sambil menyempurnakan
kurikulumnya.

Totok sangat setuju dengan pernyataan Nadiem untuk mengurangi
beban administrasi guru. Sebenarnya urusan administrasi bisa diintervensi
dengan teknologi. Harus sudah menggunakan sistem informasi dalam jaringan.
”Tapi, pertanyaannya, jika sudah tidak dibebani, gurunya siap nggak? Sudah
diberi waktu, tapi tidak dibekali dengan cukup malah bingung. Loh, pekerjaan
yang sudah diambil alih teknologi ini waktu luangnya diisi apa? Itu harus juga
disiapkan. Malah bengong nanti gurunya,” seloroh dia.

Baca Juga :  Imbas Covid, Pengangguran Bengkak Jadi 9,7 Juta Orang

Pengamat pendidikan sekaligus guru besar Institut Teknologi
Bandung Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan, guru sebenarnya tidak
perlu diatur. Yang dibutuhkan adalah diberi kepercayaan penuh untuk mengajar
siswa. ”Yang dimaksud belajar adalah berpikir, bernalar, dan berkomunikasi,”
jelasnya.

Komunikasi berarti harus ada interaksi intensif antara guru dan
siswa. Selama ini, selain mengajar, guru harus mengerjakan urusan administrasi.
Misalnya terkait dengan sertifikasi dan kenaikan pangkat yang memengaruhi
pendapatan. ”Yang selama ini membebani guru harus dihilangkan. Sehingga guru
bisa fokus pada pembelajaran siswa,” tambahnya.

Selain itu, polemik guru honorer harus dituntaskan. Bersamaan
dengan itu, guru-guru yang tidak aktif harus dibereskan. Begitu juga pola
belajar. SMK harus menggunakan pola belajar sambil bekerja. SD berfokus pada
belajar sambil bermain dan bersosialisasi. Sedangkan SMP dan SMA mempelajari
dasar-dasar bidang ilmu yang merupakan landasan pengembangan kemampuan.

Sayang, Nadiem kemarin belum bisa dikonfirmasi. Para pejabat
Kemendikbud juga belum mau menjelaskan program ke depan. Saat dikonfirmasi,
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Supriano irit bicara. Dia
berkilah, pidato baru akan dibacakan hari ini. ”Jadi, setelah upacara dan
penyampaian pidato itu, baru mau ada rapat. Mungkin dari situ saya berani
berbicara. Kalau sekarang terlalu cepat,” jelasnya.(jpc)

 

Hari ini, tepat saat peringatan Hari Guru Nasional, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akan membacakan pidato
yang naskahnya sudah di-
share ke mana-mana itu. Pidato tersebut
dianggap sebagai resep untuk membuat pendidikan lebih baik. Meski begitu, bukan
hanya guru yang dituntut berubah. Dibutuhkan bantuan dan dorongan pemerintah
untuk mewujudkan itu semua.

Pakar pendidikan Totok Amin Soefijanto menjelaskan, saat ini
pendidikan sekolah menerapkan Kurikulum 2013. Di situ diatur aktivitas kegiatan
belajar-mengajar (KBM), cakupan materi, hingga referensi buku yang digunakan.
Secara tidak sadar, guru dipandu kurikulum itu.

Namun, kurikulum tersebut justru membuat guru kurang kreatif.
Mengajar hanya terpaku pada template. Terkadang malah tidak sesuai dengan
kebutuhan guru maupun siswa. ”Yang saya tangkap dari pidato Mas Mendikbud
adalah bagaimana supaya guru lebih kreatif lagi dalam melakukan kegiatan
belajar-mengajar di kelas,” kata Totok.

Belajar sudah tidak dilakukan dengan cara kuno yang sifatnya
satu arah. Harus lebih melibatkan siswa di kelas. Misalnya, siswa diberi
kesempatan untuk mengajar, melakukan presentasi, dan terlibat aktif dalam diskusi.
”Kalau siswanya lebih tahu, ya suruh ngajarin. Jangan terlalu kaku dalam
berbagai ilmu pengetahuan,” tuturnya.

Untuk menciptakan suasana belajar yang ideal, guru harus sudah
mumpuni secara kompetensi. Begitu juga siswa yang siap belajar. Sebab, proses
belajar itu menuntut peran kedua pihak. Nah, kalau ditanya bagaimana kompetensi
guru sekarang, Totok menerangkan, jika ukurannya hasil uji kompetensi, nilai
rata-rata hanya 55 poin dalam skala 100. ”Artinya belum bagus,” ujar mantan
wakil rektor deputi bidang akademik dan kemahasiswaan Universitas Paramadina
tersebut.

Baca Juga :  Bangun Kesadaran Masyarakat untuk Mengurangi Kanker Payudara Stadium L

Bagaimana siswanya? Jika hanya melihat hasil ujian nasional (UN)
juga tidak terlalu impresif. UN hanya menilai output. Tidak bisa
merepresentasikan proses belajar siswa bagus atau tidak. Karena itu, tutur
Totok, dibutuhkan peran pemerintah pusat sampai daerah untuk membangun itu
semua.

Dalam seminar yang digelar Bank Dunia bertajuk The Promise of
Education in Indonesia Selasa (19/11) disebutkan, Indonesia kurang fokus ke
pembelajaran. Seolah-olah dengan mengadakan kelas, kurikulum, ada guru,
asumsinya sudah ada pembelajaran. Tapi, benar tidak terjadi pembelajaran?
Jangan-jangan gurunya datang cuma untuk memberikan materi. Masa bodoh siswa
mengerti atau tidak.

”Jadi, saya bilang pidato Mas Mendikbud adalah resep untuk
menjadikan proses pendidikan lebih baik itu sudah tersedia. Tinggal bagaimana
aplikasinya. Itu seluruh jajaran pusat Kemendikbud dan daerah se-Indonesia
harus siap menjalankan,” beber Totok.

Peran Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud sangat
sentral. Mereka mempunyai peta mengenai kesiapan daerah untuk mewujudkan
cita-cita tersebut. Dari situ dipetakan mana daerah yang sudah siap. Untuk
kemudian dijadikan contoh. Proses itu bisa berlangsung sambil menyempurnakan
kurikulumnya.

Totok sangat setuju dengan pernyataan Nadiem untuk mengurangi
beban administrasi guru. Sebenarnya urusan administrasi bisa diintervensi
dengan teknologi. Harus sudah menggunakan sistem informasi dalam jaringan.
”Tapi, pertanyaannya, jika sudah tidak dibebani, gurunya siap nggak? Sudah
diberi waktu, tapi tidak dibekali dengan cukup malah bingung. Loh, pekerjaan
yang sudah diambil alih teknologi ini waktu luangnya diisi apa? Itu harus juga
disiapkan. Malah bengong nanti gurunya,” seloroh dia.

Baca Juga :  Imbas Covid, Pengangguran Bengkak Jadi 9,7 Juta Orang

Pengamat pendidikan sekaligus guru besar Institut Teknologi
Bandung Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan, guru sebenarnya tidak
perlu diatur. Yang dibutuhkan adalah diberi kepercayaan penuh untuk mengajar
siswa. ”Yang dimaksud belajar adalah berpikir, bernalar, dan berkomunikasi,”
jelasnya.

Komunikasi berarti harus ada interaksi intensif antara guru dan
siswa. Selama ini, selain mengajar, guru harus mengerjakan urusan administrasi.
Misalnya terkait dengan sertifikasi dan kenaikan pangkat yang memengaruhi
pendapatan. ”Yang selama ini membebani guru harus dihilangkan. Sehingga guru
bisa fokus pada pembelajaran siswa,” tambahnya.

Selain itu, polemik guru honorer harus dituntaskan. Bersamaan
dengan itu, guru-guru yang tidak aktif harus dibereskan. Begitu juga pola
belajar. SMK harus menggunakan pola belajar sambil bekerja. SD berfokus pada
belajar sambil bermain dan bersosialisasi. Sedangkan SMP dan SMA mempelajari
dasar-dasar bidang ilmu yang merupakan landasan pengembangan kemampuan.

Sayang, Nadiem kemarin belum bisa dikonfirmasi. Para pejabat
Kemendikbud juga belum mau menjelaskan program ke depan. Saat dikonfirmasi,
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Supriano irit bicara. Dia
berkilah, pidato baru akan dibacakan hari ini. ”Jadi, setelah upacara dan
penyampaian pidato itu, baru mau ada rapat. Mungkin dari situ saya berani
berbicara. Kalau sekarang terlalu cepat,” jelasnya.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru