31.3 C
Jakarta
Friday, December 27, 2024

KPK Punya Salinan Lengkap Buku Merah

JAKARTA – Perkara dugaan pengerusakan ‘buku
merah’, buku catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik pengusaha daging
Basuki Hariman yang merupakan barang bukti kasus suap kepada mantan hakim
Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, ditangani Polri. Namun, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki salinan buku merah tersebut.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, buku merah yang asli telah
diserahkan pihaknya kepada Polri untuk dijadikan barang bukti. Kendati
demikian, sambung Laode, penyidik KPK masih dapat melakukan pengembangan
perkara suap tersebut untuk menjerat pihak lain yang diduga ikut terlibat
lantaran masih memiliki salinannya lengkap.

“Sebelum kita menyerahkan buku merah itu ke Polri kita bikin duplikasinya
dan ditandatangani semua oleh para pihak yang mengambil itu. Sama otentik
(dengan yang asli). Jadi kalau ada pengembangan kasus yang berhubungan dengan
itu, itu masih ada,” ujar Laode ketika dikonfirmasi, Minggu (27/10).

Kepolisian sebelumnya menyatakaan tidak ditemukan adanya bukti pengrusakan
terhadap buku merah. Keputusan ini diambil pasca Mabes Polri melakukan gelar
perkara yang dihadiri perwakilan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan KPK.

Baca Juga :  Simak ! Begini Gejala Awal Penyakit Cacar Monyet yang Menyerang Tubuh

Terkait hal ini, Laode mengaku tidak mengetahui secara persis hasil gelar
perkara tersebut. Namun, ia melanjutkan, KPK telah menyerahkan alat bukti buku
merah kepada Polri yang menanganinya. Karena, putusan pengadilan menyatakan
kasus pengrusakan buku merah termasuk ke dalam ranah pidana umum.

“Kita serahkan, karena katanya untuk melakukan penyidikan lebih lanjut.
Karena itu kan tindak pidana umum. Tapi karena sekarang misalnya Polri
mengatakan bahwa tidak cukup bukti, ya kita serahkan kepada mereka,” kata
Laode.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan lembaga antirasuah pernah
diundang oleh Polri untuk hadir dalam proses gelar perkara. Namun, kehadiran
KPK saat itu hanya sebatas mendengarkan keterangan dari penyidik Polri.

“Karena kewenangan untuk melanjutkan atau menghentikan sebuah perkara itu
berada pada penyidik, dalam hal ini penyidik yang ada di Polri, maka tim yang
hadir cenderung sebagai pendengar karena kami tidak punya kapasitas untuk
memutuskan pada saat itu,” ujar Febri.

Baca Juga :  Info Terbaru dari Kepala BKN, Sepertinya ASN Harus Siap-siap Deh!

Febri menambahkan, KPK saat itu hadir memenuhi undangan Polri. KPK datang
hanya sebatas mendengar keputusan yang diambil oleh penyidik. Ia menyatakan,
KPK tak dapat bebuat lantaran kewenangan pengambilan keputusan berada di tangan
Polri.

“KPK diundang bukan dalam porsi menentukkan. Yang menentukkan terkait pokok
perkara adalah penyidik. Bahwa penyidik berkoordinasi dengan kejaksaan itu SOP
di sana,” tuturnya.

Untuk diketahui, kasus pengrusakan buku merah diduga dilakukan dua mantan
penyidik KPK yang berasal dari Polri. Mereka adalah AKBP Roland Ronaldy dan
Komisaris Polisi Harun. Keduanya diduga menyobek 15 lembar catatan transaksi
perusahaan dan menghapus beberapa nama penerima uang menggunakan tipp-ex.

Buku merah sendiri merupakan sebuah catatan keuangan milik perusahaan
Basuki Hariman, CV Sumber Laut Perkasa. Buku itu berisi informasi mengenai
aliran dana ke sejumlah nama. Buku tersebut pun dijadikan barang bukti oleh KPK
ketika mengungkap kasus dugaan suap kepada mantan Hakim MK Patrialis Akbar. (riz/gw/fin/kpc)

JAKARTA – Perkara dugaan pengerusakan ‘buku
merah’, buku catatan keuangan CV Sumber Laut Perkasa milik pengusaha daging
Basuki Hariman yang merupakan barang bukti kasus suap kepada mantan hakim
Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, ditangani Polri. Namun, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki salinan buku merah tersebut.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, buku merah yang asli telah
diserahkan pihaknya kepada Polri untuk dijadikan barang bukti. Kendati
demikian, sambung Laode, penyidik KPK masih dapat melakukan pengembangan
perkara suap tersebut untuk menjerat pihak lain yang diduga ikut terlibat
lantaran masih memiliki salinannya lengkap.

“Sebelum kita menyerahkan buku merah itu ke Polri kita bikin duplikasinya
dan ditandatangani semua oleh para pihak yang mengambil itu. Sama otentik
(dengan yang asli). Jadi kalau ada pengembangan kasus yang berhubungan dengan
itu, itu masih ada,” ujar Laode ketika dikonfirmasi, Minggu (27/10).

Kepolisian sebelumnya menyatakaan tidak ditemukan adanya bukti pengrusakan
terhadap buku merah. Keputusan ini diambil pasca Mabes Polri melakukan gelar
perkara yang dihadiri perwakilan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan KPK.

Baca Juga :  Simak ! Begini Gejala Awal Penyakit Cacar Monyet yang Menyerang Tubuh

Terkait hal ini, Laode mengaku tidak mengetahui secara persis hasil gelar
perkara tersebut. Namun, ia melanjutkan, KPK telah menyerahkan alat bukti buku
merah kepada Polri yang menanganinya. Karena, putusan pengadilan menyatakan
kasus pengrusakan buku merah termasuk ke dalam ranah pidana umum.

“Kita serahkan, karena katanya untuk melakukan penyidikan lebih lanjut.
Karena itu kan tindak pidana umum. Tapi karena sekarang misalnya Polri
mengatakan bahwa tidak cukup bukti, ya kita serahkan kepada mereka,” kata
Laode.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan lembaga antirasuah pernah
diundang oleh Polri untuk hadir dalam proses gelar perkara. Namun, kehadiran
KPK saat itu hanya sebatas mendengarkan keterangan dari penyidik Polri.

“Karena kewenangan untuk melanjutkan atau menghentikan sebuah perkara itu
berada pada penyidik, dalam hal ini penyidik yang ada di Polri, maka tim yang
hadir cenderung sebagai pendengar karena kami tidak punya kapasitas untuk
memutuskan pada saat itu,” ujar Febri.

Baca Juga :  Info Terbaru dari Kepala BKN, Sepertinya ASN Harus Siap-siap Deh!

Febri menambahkan, KPK saat itu hadir memenuhi undangan Polri. KPK datang
hanya sebatas mendengar keputusan yang diambil oleh penyidik. Ia menyatakan,
KPK tak dapat bebuat lantaran kewenangan pengambilan keputusan berada di tangan
Polri.

“KPK diundang bukan dalam porsi menentukkan. Yang menentukkan terkait pokok
perkara adalah penyidik. Bahwa penyidik berkoordinasi dengan kejaksaan itu SOP
di sana,” tuturnya.

Untuk diketahui, kasus pengrusakan buku merah diduga dilakukan dua mantan
penyidik KPK yang berasal dari Polri. Mereka adalah AKBP Roland Ronaldy dan
Komisaris Polisi Harun. Keduanya diduga menyobek 15 lembar catatan transaksi
perusahaan dan menghapus beberapa nama penerima uang menggunakan tipp-ex.

Buku merah sendiri merupakan sebuah catatan keuangan milik perusahaan
Basuki Hariman, CV Sumber Laut Perkasa. Buku itu berisi informasi mengenai
aliran dana ke sejumlah nama. Buku tersebut pun dijadikan barang bukti oleh KPK
ketika mengungkap kasus dugaan suap kepada mantan Hakim MK Patrialis Akbar. (riz/gw/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru