PALANGKA RAYA- Perkembangan zaman kadang tak disadari banyak
mematikan usaha tradisional. Jika tidak berdamai dengan perubahan, maka
siap-siap akan ditinggalkan. Pekerjaan tukang patri, jadi satu dari sekian
banyak bisnis tradisional yang jarang ditemui. Hanya sebagian orang yang mampu
bertahan menggelutinya hingga kini.
Tuk…tuk…tuk…suara
palu itu terdengar seirama dari sebuah kios patri panci yang berada di
kompleks
Pasar Kahayan,
Jalan Tjilik Riwut Km 1, Kota Palangka Raya,
Jumat (25/10). Suara palu itu berasal dari seorang tukang
patri
panci yang sedang memukul alumunium. Dengan beralaskan
kayu dan menggunakan palu, sang tukang sibuk memperbaiki
peralatan dapur.
Kini suara tersebut kian
langka terdengar, bahkan nyaris punah. Perkembangan teknologi
yang semakin canggih dan modern,
menjadi salah satu penyebab berkurangnya peminat patri panci.
Namun,
perubahan zaman itu ternyata tidak menyurutkan semangat Ujang alias Udin Nuriadin.
Pria
55 tahun ini cukup terkenal sebagai tukang patri panci di kompleks Pasar
Kahayan. Sudah dua dekade lebih, tepatnya 22 tahun, ia menggeluti pekerjaan
ini. Akrab disapa Amang Soder oleh konsumennya.
Di sebuah kios sederhana yang disewanya, ia
mengais rezeki melalui profesinya sebagai tukang patri panci di kompleks Pasar Kahayan.
Kios tersebut dibuka pukul 08.00 hingga pukul 16.00 WIB.
Amang Soder berasal
dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Sejak 1997 lalu, ia mengadu
nasib ke Kota Palangka Raya. Saat pertama kali datang ke Kota
Cantik ini, ia berprofesi sebagai tukang kredit barang.
Kemudian ia menjalani pekerjaan sebagai seorang buruh bangunan
dan perawat taman.
Akibat krisis moneter
pada 1998,
ia memutuskan untuk tidak melanjutkan usahanya,
karena kebutuhan hidup saat itu serbamahal. Berbekal
kemampuan yang dimilikinya, ia memberanikan
diri untuk membuka usaha sebagai tukang
patri panci. Berkat usaha keras dan kegigihannya,
ia mampu menghidupi keempat anak serta istrinya sebelum
akhirnya berpisah.
Amang
Soder bisa dikatakan
menjadi satu-satunya tukang patri panci yang
masih eksis hingga saat
ini di kawasan Pasar Kahayan.
“Saya dulu sewaktu kecil sering melihat
tetangga di sebelah rumah yang juga seorang tukang patri panci. Dengan
berjalannya waktu, saya mampu belajar
cara cara menjadi tukang patri panci,†ucapnya sembari memperbaiki
kompor saat itu.
Menjadi
keberuntungan baginya,
orang tua dari wanita yang dinikahinya ternyata juga merupakan tukang patri
panci. Ia pun semakin memperdalam ilmu
pengetahuannya di bidang patri panci.
“Saya juga belajar dari mertua
yang merupakan seorang patri panci. Belajar
selama enam bulan hingga akhirnya bisa sampai sekarang,†kisahnya.
Amang Soder mengakui bahwa pendapatan dari pekerjaan
sebagai tukang patri panci tidaklah menentu. Apalagi
seiring berkembangnya
zaman, kompor gas lebih diminati masyarakat ketimbang kompor minyak.
“Alhamdulillah dalam sehari ada saja
penghasilan, mulai dari Rp10 ribu hingga Rp30 ribu. Kalau rezeki sedang
bagus, sehari bisa mendapat Rp400 ribu. Itu pun jika
ada yang memesan barang seperti dandang bakso,†tuturnya.
Selama perbincangan kami,
selalu saja ada warga yang datang meminta memperbaiki
barang dapur.
“Ya seperti ini, kalau sedang ramai,
banyak orang yang datang untuk memperbaiki peralatan dapur,†ucapnya sembari tersenyum.
Menyadari penghasilan yang tak menentu,
Ujang harus bisa mengatur secara bijak biaya pengeluarannya.
“Uangnya ya dicukup-cukupin, bahkan kalau lagi tidak ada uang sama sekali, terpaksa
saya harus pinjam dari tetangga,†tambahnya.
Meski dengan penghasilan
yang tak seberapa besar itu, tak disangka Amang Soder ternyata mampu menyekolahkan anaknya
hingga ke jenjang kuliah. “Alhamdulillah dari pekerjaan ini saya
mampu sekolahkan anak saya yang kedua. Saat
ini dia
sudah kuliah semester 8,†bebernya.
Pria yang tumbuh besar di Kecamatan Cibinong,
Kabupaten Bogor ini mengaku, mungkin dirinya adalah satu-satunya
generasi tukang patri panci yang tersisa. “Saya
tanya
anak saya, dia bilang malas jadi tukang patri
panci. Jadi, mungkin sayalah generasi
terakhir,†tukasnya. (*piq//ce/ala)