Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Riau, pada Senin (3/11). Operasi senyap itu salah satunya mengamankan Gubernur Riau Abdul Wahid.
Giat operasi penindakan itu diduga berkaitan dengan proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau. KPK total mengamankan 10 orang, termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid.
“Dari 10 orang tersebut, pihak-pihak yang diamankan dari pihak-pihak penyelenggara negara,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/11).
Namun, KPK masih enggan mengungkap identitas para pihak yang diamankan tersebut. Diduga OTT itu berkaitan adanya praktik suap dari pengadaan proyek di Dinas PUPR Provinsi Riau.
“Jadi kami juga belum bisa menyampaikan secara detil terkait dengan konstruksi perkaranya,” tegasnya.
Penangkapan ini menambah panjang daftar kepala daerah di Provinsi Riau yang terseret kasus korupsi, khususnya melalui operasi senyap lembaga antirasuah tersebut. Sebelumnya, dua gubernur Riau lainnya, yakni Rusli Zainal dan Annas Maamun, juga pernah berurusan dengan KPK, karena dugaan praktik rasuah.
Sebelum Abdul Wahid, Gubernur Riau periode 2014–2019, Annas Maamun, juga menjadi sasaran OTT KPK. Annas ditangkap pada 25 September 2014 di Jakarta, karena menerima suap terkait pengesahan alih fungsi lahan di Provinsi Riau.
Annas terbukti menyalahgunakan kewenangan di sektor kehutanan. Ia diduga memerintahkan sejumlah anak buahnya untuk mempercepat proses administrasi alih fungsi lahan demi keuntungan pribadi dan pihak tertentu.
Annas Maamun menerima uang sekitar Rp 2 miliar dari pengusaha sawit sebagai imbalan untuk memuluskan perubahan status kawasan hutan menjadi lahan perkebunan. Annas dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, yang kemudian diperberat menjadi 7 tahun setelah Mahkamah Agung (MA) menolak upaya kasasinya.
Lebih jauh ke belakang, Gubernur Riau dua periode, 2003-2013, Rusli Zainal, juga pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2013. Rusli Zainal terlibat dalam dua perkara besar, yakni korupsi proyek pembangunan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII tahun 2012 di Riau dan kasus pemberian izin kehutanan yang melanggar aturan.
Rusli terbukti menerima gratifikasi berjamaah dalam pengadaan proyek olahraga yang bernilai miliaran rupiah. Selain itu, Rusli juga terbukti menerima uang dari sejumlah perusahaan untuk memperpanjang izin pemanfaatan hutan produksi.
Modusnya adalah dengan menandatangani rekomendasi dan surat keputusan yang menguntungkan pihak swasta tanpa melalui prosedur resmi. Kasus ini menjadi salah satu skandal terbesar di Riau, karena melibatkan banyak pejabat daerah dan pengusaha.
Rusli dijatuhi hukuman 14 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor, yang kemudian dikurangi menjadi 10 tahun setelah vonis upaya hukum banding.(jpc)
