Saya menghadiri acara yang agak paradoks dengan keadaan pada umumnya. Kemarin. Di saat banyak pengusaha mengeluh, yang satu ini gegap gempita.
“Setahun ini kami menambah tenaga kerja sampai 1.600 orang,” ujar Dirut Sun Paper Source, Ronald Rusco.
Ronald orang Luwuk Banggai, dari pesisir timur Sulawesi Tengah. Sudah 30 tahun ia bekerja di SPS Group. Ia berkarir sejak dari bawah. Sampai menjabat direktur utama. Perusahaan itu sendiri milik keluarga Suparsono yang kini diteruskan oleh anaknya: Dermawan Suparsono.
Saya berteman baik dengan Suparsono. Sudah lebih 35 tahun. Juga dengan istrinya, Lindratini. Awalnya Suparsono mendirikan pabrik karton Mekabox. Bersama saudara-saudaranya.
Setelah Dermawan lulus kuliah di Long Beach, Amerika, muncul keinginan untuk ikut kerja di Mekabox. Sekalian belajar bekerja. Tapi orang tua Dermawan melarangnya. Perusahaan itu bukan hanya milik ayahnya. Mekabox milik bersama saudara-saudaranya. Itu akan bisa menimbulkan rasa tidak nyaman di internal perusahaan.
Suparsono pilih menyarankan anaknya itu mendirikan usaha sendiri. Umur Dermawan baru 22 tahun. Ia pilihkan usaha yang tidak menjadi pesaing Mekabox. “Bikinlah pabrik tisu. Ke depan dunia memerlukan tisu lebih banyak,” ujar Suparsono.
Waktu itu, 30 tahun lalu, penggunaan tisu di Indonesia belum seperti sekarang. Tapi Suparsono melihat lain. Di Amerika ia melihat kebiasaan menggunakan tisu sudah begitu besarnya. Bukan saja untuk bersih-bersih setelah buang hajat besar, juga untuk lap tangan. Lalu berkembang untuk lap muka.
Suparsono melihat masa depan tisu di Indonesia pun akan seperti di Amerika.
Tahun-tahun itu saya juga ke Amerika. Saya melihat masa depan koran di Indonesia pun akan seperti di Amerika. Tiap kota memiliki koran masing-masing.
Pulang dari Amerika saya membangun koran-koran di banyak kota di Indonesia. Suparsono minta anaknya membangun pabrik tisu.
Koran yang saya kembangkan menjadi raja di hampir setiap kota di Indonesia. Pabrik tisu milik Dermawan juga terus berkembang beranak-pinak.
Setelah 30 tahun berlalu koran-koran yang saya kembangkan satu per satu sakit-sakitan. Masa depannya gelap-gulita. Pabrik tisunya Dermawan terus beranak-pinak. Masa depannya gemilang.
Sun Paper Source, kini sudah punya 21 line mesin pembuat tisu. Total produksinya sudah mencapai 250.000 ton setahun. Ekspornya sudah ke 80 negara. Sudah ke lima benua.
Bahkan Dermawan sudah merencanakan langkah yang lebih baru: akan meningkatkan produksi tisunya menjadi dua kali lipatnya. Tisu telah menjadi andalan Indonesia di bidang ekspor. Juga dalam menyerap tenaga kerja.
Di tangan generasi kedua, Sun Paper Source terus berkembang. Kemarin itu peresmian pabrik barunya –entah pabrik yang keberapa. Suparsono (82) dan istri (75) hadir. Masih segar dan sehat. Masih bisa melihat sukses anaknya. Lindratini justru kelihatan lebih muda dari lima tahun lalu.
Keduanya banyak senyum dalam ikut menyambut para tamu, termasuk Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Terlihatlah kebanggaan dan kebahagiaan menyaksikan kiprah sukses anak laki-lakinya.
“Hari ini kita seperti berada di dunia yang berbeda,” ujar Gubernur Khofifah. Maksudnyi, di saat ada anggapan ekonomi lagi lesu dan sulit, ada sebuah perusahaan yang justru ekspansi dan berkembang pesat. Bahkan ekspornya pun terus meningkat.
Salah satu ekspornya yang besar adalah ke Jepang. Ini berarti satu kepercayaan yang tinggi pada Sun Paper Source. Anda sudah tahu: Jepang hanya mau menerima barang dalam kualitas yang tinggi. Berarti kualitas tisu produksi Dermawan ini sangat tinggi.
“Sejak bisa ekspor ke Jepang kami belajar banyak dari Jepang,” ujar salah seorang direksinya. Pabriknya pun dibuat sangat bersih dan steril. Setiap pengunjung harus melewati ruang sterilisasi. Lantainya harus dilapisi epoksi. Pun di gudangnya.
Ekspornya ke Amerika juga meningkat.
“Tidak terpengaruh oleh kenaikan tarif bea masuk Presiden Donald Trump?”
“Tidak,” ujar Dermawan. “Justru peluang kami lebih besar,” katanya.
Maksudnya: ia tidak perlu lagi bersaing dengan tisu produk Tiongkok. Yakni sejak barang Tiongkok dikenakan tarif masuk ke Amerika lebih 50 persen.
Tentu usaha Dermawan tidak lagi hanya di bisnis tisu. Ia sudah masuk ke industri bata ringan. Pabriknya sudah di lima atau enam lokasi. Masuk pula ke bisnis granit tile. Di Subang.
Di tengah banyaknya kesulitan ternyata tetap saja ada bisnis yang bisa berkembang. Itulah misteri bisnis. Mengeluh juga penting tapi lebih banyak memikirkan peluang baru akan menghilangkan kesempatan untuk mengeluh.(Dahlan Iskan)