KRINCING. Krincing. Gerincing gelang wadian terdengar
nyaring dari Istana. Mengikuti irama tabuhan alat musik. 250 penari Kalteng
menggemulai. Meski melihat dari youtube, penulis begitu terkesima. Terbawa
irama. Tarian Hyang Dadas berdurasi 16 menit 40 detik itu begitu memukau. Variasi
kostum begitu enak dilihat. Penari juga begitu menikmati. Menghayati setiap
gerakan.
Rasa bangga ada di benak mereka. Usai beraksi, tangis haru
pecah. Bersyukur kepada Sang Pencipta. Semua lancar dan tanpa halangan.
Latihan sebulan penuh terbayar di hadapan tamu undangan
yang memenuhi Istana.
“Kami (Para penari, red) bangga dengan penampilan kami yang
pertama di Istana Negara. Bagi kami, mengantarkan karya seni dari tanah
kelahiran di hadapan presiden dan tamu undangan kenegaraan adalah sebuah momen
yang tidak akan terlupakan,†ucap Abib Habibi Igal.
Abib adalah koreografer tari Hyang Dadas yang tampil pada
penurunan bendera di Istana Negara, 17 Agustus lalu. Pemuda kelahiran tahun
1994 itu mengatakan, konsep Hyang Dadas mengalami perkembangan ide garapan dari
proses sebelumnya. Dengan mengusung tag line “the voice of unityâ€. Tari Hyang Dadas
kali ini berkolaborasi berbagai seni tari yang tumbuh dan berkembang di Kalteng.
Seperti Kinyah Mandau Bawi, Bawo, dan juga giring-giring.
“Gelang wadian dipandang sebagai suara pemersatu, iramanya
yang bertingkahan seperti kehidupan masyarakat Kalteng yang majemuk,†ujar Abib
yang merupakan pencipta tari Hyang Dadas.
Bercerita ke belakang, tanggal 7 April, dirinya menerima
surat dari Sekretariat Negara melalui Pemprov Kalteng. Isi surat itu menyebut
tari Hyang Dadas karya Abil Igal Dance
Project sangat layak ditampilkan di Istana Negara pada acara HUT ke-74
Kemerdekaan RI.
Pemuda yang membawa Kalteng meraih juara umum di gelaran
Parade Tari Nusantara ke-37 tahun lalu itu, berinisiatif untuk mengumpulkan penari
dari beberapa sanggar. Mulai dari Palangka Raya, Kotim, Bartim, Barsel, Barito
Utara, Kapuas dan Murung Raya. Mengumpulkan
penari-penari terbaik.
Terjaringlah 250 penari yang dilatih satu bulan penuh di
halaman Istana Isen Mulang dan juga UPT Taman Budaya. Penari terdiri anak-anak
yang duduk di bangku sekolah dasar. hingga yang paling tua yaitu maestro Kinyah
Bawi dari Kapuas yang berumur 80 tahun.
Abib dibantu tiga asisten koreografer yang mumpuni. Elan
Fitra, lulusan penciptaan seni tari di ISI Yogyakarta, Tomi Nuari yang
merupakan penari sekaligus tim pelatih Paski Kotim, dan Ical Haikal yang
merupakan penata tari terbaik kategori tari pesisir dalam Festival Isen Mulang
2019. Komposer musik, dipercayakan kepada Daniel Nuhan.
“Latihannya cukup menguras energi, menyatukan 250 kepala
dengan berbagai latar belakang tari. Tentu bukan hal yang mudah, untungnya saya
dibantu tim yang hebat,†ungkapnya. Abib, yang selain menjadi koreografer juga
turut serta menjadi penari inti di Istana lalu.
“Mungkin ini bukan proses terbaik saya, tapi
saya akan selalu merindukan proses ini. Proses bersama 250 penari yang
hebat-hebat, proses bersama tim Abib Igal Dance Project, juga proses pada sanggar-sanggar
terlibat,†tambah pemuda lulusan ISI Yogjakarta ini. (ram)