Malut United tengah menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir. Keputusan mengejutkan untuk memecat dua sosok penting di tim, Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena, memantik perbincangan hangat di kalangan pecinta sepak bola nasional.
Lebih dari sekadar pergantian struktur kepelatihan, alasan di balik pemecatan keduanya menyingkap isu yang lebih dalam, dugaan pelanggaran berat yang merusak integritas tim.
Menurut Asghar Saleh, asisten manajer Malut United, pemecatan ini tak datang secara tiba-tiba. Asghar menyebut bahwa indikasi adanya praktik tak sehat dalam proses perekrutan pemain sudah tercium sejak klub masih berlaga di Liga 2 musim 2023/2024.
Ia bahkan menyebut bahwa mayoritas pemain saat itu harus menyerahkan sejumlah uang kepada kedua figur tersebut agar bisa mendapatkan kontrak.
“Waktu di Liga 2 itu mayoritas pemain (yang memberi setoran), di Liga 1 ada sebagian yang begitu,” ujar Asghar.
Ia juga mengonfirmasi bahwa pihak manajemen, termasuk pemilik klub, telah mengetahui adanya indikasi penyimpangan ini sejak lama. Namun, saat itu Malut United masih mencoba memberi kesempatan bagi keduanya untuk berubah dan ikut membangun klub dengan nilai-nilai profesionalisme dan kejujuran. Sayangnya, harapan itu tak terwujud.
“Fondasi utama kami itu kejujuran. Dari sana baru bisa bicara soal integritas. Tapi ketika diberi kesempatan pun tidak ada perubahan,” sambung Asghar.
Setelah melakukan evaluasi menyeluruh, manajemen akhirnya mengambil keputusan final dengan memecat Imran Nahumarury dari posisi pelatih kepala dan Yeyen Tumena dari jabatan direktur teknik pada Senin (16/6).
Meski diterpa isu sensitif ini, Malut United tetap menunjukkan sikap tegas dan optimistis menatap masa depan. Klub berjuluk Laskar Kie Raha itu enggan larut dalam polemik. Mereka justru semakin memantapkan arah pembangunan klub, salah satunya lewat komitmen untuk terus mempercayakan posisi pelatih kepada sosok lokal.
Dalam pernyataannya, Asghar Saleh menegaskan bahwa Malut United tidak akan terpengaruh tren penggunaan pelatih asing yang kini dominan di Liga 1. Mereka tetap memegang prinsip untuk memberi ruang bagi pelatih lokal berkembang dan membuktikan kapasitasnya.
“Kami tetap konsisten memakai pelatih lokal. Ini adalah bagian dari komitmen klub untuk membangun ekosistem sepak bola yang sehat dan berkelanjutan,” tegas Asghar.
Langkah ini tentu menarik, apalagi ketika mayoritas kontestan Liga 1 memilih menggunakan pelatih asing. Di tengah badai yang menerpa, Malut United justru memilih jalur berbeda dengan membenahi sistem internal, mengedepankan nilai integritas, dan memberdayakan talenta lokal sebagai bagian dari identitas klub.(jpc)