26.9 C
Jakarta
Sunday, June 1, 2025

Bonek Geram! Denda Flare Persebaya Surabaya Rp200 Juta

Keputusan Komite Disiplin (Komdis) PSSI kembali memicu kemarahan suporter Persebaya Surabaya, Bonek. Mereka merasa tidak adil karena tim kesayangan mereka dijatuhi sanksi denda Rp200 juta hanya karena penyalaan flare saat melawan Bali United.

Peristiwa itu terjadi pada laga pekan ke-34 Liga 1 Indonesia 2024/2025 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, pada 23 Mei 2025.

Dalam pertandingan tersebut, sejumlah besar flare dinyalakan oleh suporter Persebaya Surabaya yang menyebabkan laga sempat terhenti.Komdis PSSI menyatakan Persebaya Surabaya melanggar Kode Disiplin PSSI Tahun 2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat 1 dan 2 serta Lampiran 1 nomor 5.

Denda sebesar Rp 200 juta dijatuhkan kepada klub karena dianggap memiliki bukti kuat atas pelanggaran tersebut.Dalam surat keputusan Komdis yang ditandatangani Ketua Eko Hendro Prasetyo, disebutkan pengulangan pelanggaran serupa akan berakibat hukuman lebih berat.

Namun, pihak klub masih memiliki hak untuk mengajukan banding sesuai Pasal 119 Kode Disiplin.Yang membuat panas publik Surabaya, terutama kalangan Bonek, adalah perbandingan dengan hukuman yang diterima Arema FC.

Klub asal Malang itu hanya didenda Rp 20 juta dan satu laga tanpa penonton setelah insiden pelemparan batu ke bus tim Persik Kediri.Insiden Arema terjadi beberapa waktu sebelum sanksi Persebaya Surabaya diumumkan.

Dalam surat keputusan Komdis nomor 179/L1/SK/KD-PSSI/V/2025 tertanggal 15 Mei 2025, Panpel Arema FC dinyatakan melanggar Pasal 68 huruf (c) jo Pasal 69 ayat 1 dan 2 Kode Disiplin PSSI.

Komdis PSSI menjatuhkan hukuman berupa larangan menyelenggarakan pertandingan dengan penonton satu kali dan denda Rp 20 juta. Mereka juga mendapatkan peringatan keras agar tidak mengulangi pelanggaran yang sama.

Baca Juga :  Sepakat! Liga 1 Kembali Digulirkan 15 April, Ferry : Kami Mencari Win-Win Solution

Perbandingan dua sanksi tersebut langsung memicu gelombang kritik dari Bonek.Di media sosial, berbagai komentar bernada sindiran dan kemarahan bermunculan, mempertanyakan logika pemberian sanksi yang dianggap tidak adil.

“Wingi enek suportr tim sebelah nyawat watu ng bise pemain tim lawan. Sanski piro bos????,” tulis seorang Bonek dengan nada geram.

Komentar lain menyebutkan lebih baik melempar batu karena hukumannya lebih murah. “Ternyata flare lebih berbahaya dari batu,” sindir Bonek lainnya sambil menyematkan emoji tertawa.

Bahkan ada yang menyebut PSSI sedang bermain lelucon. “@pssi mending lempar batu bus tim lawan ya kalau gituu…!!!!! LAWAK LUU… ????????????????????,” tulis akun suporter Persebaya Surabaya.

Ungkapan emosi itu juga memperlihatkan bagaimana rasa keadilan Bonek terusik. Sebab, menurut mereka, menyalakan flare yang tidak melukai siapapun dihukum lebih berat daripada aksi melempar batu ke arah tim lawan yang berisiko membahayakan nyawa.

Tak sedikit pula yang menyindir sistem penegakan disiplin di tubuh PSSI yang dianggap tidak konsisten. “Seng nyawat watu dendo e murah ????,” tulis netizen lain dengan nada sarkas.

Di sisi lain, belum ada respons resmi dari manajemen Persebaya Surabaya terkait keputusan denda Rp 200 juta itu. Namun banyak pihak menilai klub akan mempertimbangkan banding demi mendapatkan keadilan.

Baca Juga :  Selalu Berseteru, Pablo Maffeo Tantang Bintang Real Madrid Vinicius Junior di Ring Tinju

Surat keputusan Komdis memang menyebut klub bisa mengajukan banding. Namun publik menilai langkah banding sekalipun tak menjamin akan ada perubahan signifikan jika standar pemberian sanksi tidak transparan.

Apalagi belakangan ini Komdis PSSI kerap mendapat sorotan karena sejumlah keputusan kontroversial yang dianggap tidak mencerminkan keadilan.Dari kasus suporter masuk lapangan, flare, hingga insiden yang melibatkan kekerasan fisik, hukuman kerap tidak proporsional.

Kasus denda Rp 200 juta ini menjadi preseden buruk bagi kepercayaan publik terhadap federasi.Banyak yang menilai PSSI perlu melakukan reformasi dalam sistem penegakan disiplin agar setiap pelanggaran diproses secara adil dan konsisten.

Bonek sendiri selama ini dikenal sebagai salah satu basis suporter terbesar dan paling loyal di Indonesia. Namun dengan perlakuan seperti ini, mereka merasa tidak dihargai bahkan didiskriminasi.

Kemarahan ini bisa berdampak luas terhadap atmosfer kompetisi musim depan jika tidak ditangani dengan bijak. Terlebih jika Komdis PSSI tidak memberikan klarifikasi atas dasar penetapan nominal denda yang dinilai timpang.

Sementara Persebaya Surabaya harus segera menyiapkan langkah strategis, termasuk kemungkinan mengajukan banding sebelum tenggat waktu pembayaran denda.Jika tidak, denda tetap harus dibayarkan penuh ke rekening resmi PSSI di BRI.

Ke depan, suporter berharap PSSI bisa lebih terbuka dan logis dalam menentukan sanksi. Karena sepak bola Indonesia tidak hanya soal pertandingan, tapi juga soal kepercayaan publik terhadap keadilan di atas lapangan dan di luar lapangan. (jpc)

Keputusan Komite Disiplin (Komdis) PSSI kembali memicu kemarahan suporter Persebaya Surabaya, Bonek. Mereka merasa tidak adil karena tim kesayangan mereka dijatuhi sanksi denda Rp200 juta hanya karena penyalaan flare saat melawan Bali United.

Peristiwa itu terjadi pada laga pekan ke-34 Liga 1 Indonesia 2024/2025 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, pada 23 Mei 2025.

Dalam pertandingan tersebut, sejumlah besar flare dinyalakan oleh suporter Persebaya Surabaya yang menyebabkan laga sempat terhenti.Komdis PSSI menyatakan Persebaya Surabaya melanggar Kode Disiplin PSSI Tahun 2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat 1 dan 2 serta Lampiran 1 nomor 5.

Denda sebesar Rp 200 juta dijatuhkan kepada klub karena dianggap memiliki bukti kuat atas pelanggaran tersebut.Dalam surat keputusan Komdis yang ditandatangani Ketua Eko Hendro Prasetyo, disebutkan pengulangan pelanggaran serupa akan berakibat hukuman lebih berat.

Namun, pihak klub masih memiliki hak untuk mengajukan banding sesuai Pasal 119 Kode Disiplin.Yang membuat panas publik Surabaya, terutama kalangan Bonek, adalah perbandingan dengan hukuman yang diterima Arema FC.

Klub asal Malang itu hanya didenda Rp 20 juta dan satu laga tanpa penonton setelah insiden pelemparan batu ke bus tim Persik Kediri.Insiden Arema terjadi beberapa waktu sebelum sanksi Persebaya Surabaya diumumkan.

Dalam surat keputusan Komdis nomor 179/L1/SK/KD-PSSI/V/2025 tertanggal 15 Mei 2025, Panpel Arema FC dinyatakan melanggar Pasal 68 huruf (c) jo Pasal 69 ayat 1 dan 2 Kode Disiplin PSSI.

Komdis PSSI menjatuhkan hukuman berupa larangan menyelenggarakan pertandingan dengan penonton satu kali dan denda Rp 20 juta. Mereka juga mendapatkan peringatan keras agar tidak mengulangi pelanggaran yang sama.

Baca Juga :  Sepakat! Liga 1 Kembali Digulirkan 15 April, Ferry : Kami Mencari Win-Win Solution

Perbandingan dua sanksi tersebut langsung memicu gelombang kritik dari Bonek.Di media sosial, berbagai komentar bernada sindiran dan kemarahan bermunculan, mempertanyakan logika pemberian sanksi yang dianggap tidak adil.

“Wingi enek suportr tim sebelah nyawat watu ng bise pemain tim lawan. Sanski piro bos????,” tulis seorang Bonek dengan nada geram.

Komentar lain menyebutkan lebih baik melempar batu karena hukumannya lebih murah. “Ternyata flare lebih berbahaya dari batu,” sindir Bonek lainnya sambil menyematkan emoji tertawa.

Bahkan ada yang menyebut PSSI sedang bermain lelucon. “@pssi mending lempar batu bus tim lawan ya kalau gituu…!!!!! LAWAK LUU… ????????????????????,” tulis akun suporter Persebaya Surabaya.

Ungkapan emosi itu juga memperlihatkan bagaimana rasa keadilan Bonek terusik. Sebab, menurut mereka, menyalakan flare yang tidak melukai siapapun dihukum lebih berat daripada aksi melempar batu ke arah tim lawan yang berisiko membahayakan nyawa.

Tak sedikit pula yang menyindir sistem penegakan disiplin di tubuh PSSI yang dianggap tidak konsisten. “Seng nyawat watu dendo e murah ????,” tulis netizen lain dengan nada sarkas.

Di sisi lain, belum ada respons resmi dari manajemen Persebaya Surabaya terkait keputusan denda Rp 200 juta itu. Namun banyak pihak menilai klub akan mempertimbangkan banding demi mendapatkan keadilan.

Baca Juga :  Selalu Berseteru, Pablo Maffeo Tantang Bintang Real Madrid Vinicius Junior di Ring Tinju

Surat keputusan Komdis memang menyebut klub bisa mengajukan banding. Namun publik menilai langkah banding sekalipun tak menjamin akan ada perubahan signifikan jika standar pemberian sanksi tidak transparan.

Apalagi belakangan ini Komdis PSSI kerap mendapat sorotan karena sejumlah keputusan kontroversial yang dianggap tidak mencerminkan keadilan.Dari kasus suporter masuk lapangan, flare, hingga insiden yang melibatkan kekerasan fisik, hukuman kerap tidak proporsional.

Kasus denda Rp 200 juta ini menjadi preseden buruk bagi kepercayaan publik terhadap federasi.Banyak yang menilai PSSI perlu melakukan reformasi dalam sistem penegakan disiplin agar setiap pelanggaran diproses secara adil dan konsisten.

Bonek sendiri selama ini dikenal sebagai salah satu basis suporter terbesar dan paling loyal di Indonesia. Namun dengan perlakuan seperti ini, mereka merasa tidak dihargai bahkan didiskriminasi.

Kemarahan ini bisa berdampak luas terhadap atmosfer kompetisi musim depan jika tidak ditangani dengan bijak. Terlebih jika Komdis PSSI tidak memberikan klarifikasi atas dasar penetapan nominal denda yang dinilai timpang.

Sementara Persebaya Surabaya harus segera menyiapkan langkah strategis, termasuk kemungkinan mengajukan banding sebelum tenggat waktu pembayaran denda.Jika tidak, denda tetap harus dibayarkan penuh ke rekening resmi PSSI di BRI.

Ke depan, suporter berharap PSSI bisa lebih terbuka dan logis dalam menentukan sanksi. Karena sepak bola Indonesia tidak hanya soal pertandingan, tapi juga soal kepercayaan publik terhadap keadilan di atas lapangan dan di luar lapangan. (jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru