PROKALTENG.CO-Di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok dan tekanan hidup yang semakin berat, satu pertanyaan sederhana sering muncul: Kenapa gaji kita begini-begini aja?
Makin mencengangkan ketika mulai membandingkannya dengan negara tetangga di Asia Tenggara.
Siap-siap kaget, karena data menunjukkan bahwa buruh Indonesia masih harus berjuang lebih keras dibandingkan rekan-rekannya di Malaysia, Thailand, Vietnam, bahkan Filipina.
Artikel ini akan mengungkap perbandingan nyata antara upah minimum buruh di Indonesia dengan beberapa negara tetangga. Angle utama: seberapa jauh kita tertinggal, dan apa artinya bagi kualitas hidup kita?
Indonesia: Gaji Minimum Tak Merata, Kesejahteraan Masih Jauh Panggang dari Api
Di Indonesia, sistem pengupahan diatur berdasarkan wilayah provinsi, dan ini menciptakan kesenjangan besar antar daerah. Misalnya, menurut data terbaru tahun 2025:
DKI Jakarta: Rp5.396.760/bulan
Jawa Barat: Rp2.191.232/bulan
Jawa Tengah: Rp2.169.348/bulan
Jawa Timur: Rp2.305.984/bulan
Artinya, seorang buruh di Jakarta bisa mendapatkan gaji dua kali lipat dari yang bekerja di Jawa Tengah.
Namun, sayangnya, meski upah di ibu kota terlihat besar, daya belinya tetap tergerus inflasi dan biaya hidup yang tinggi.
Belanja bulanan, sewa tempat tinggal, dan transportasi publik di Jakarta bisa menyedot hampir seluruh gaji pekerja.
Malaysia: Upah Naik Demi Lawan Kenaikan Biaya Hidup
Mulai 1 Februari 2025, pemerintah Malaysia menaikkan upah minimum nasional dari RM1.500 menjadi RM1.700 per bulan.
Jika dikonversi ke rupiah (dengan kurs Rp3.300 per RM), ini setara sekitar Rp5,6 juta/bulan — lebih tinggi dari rata-rata upah minimum Indonesia, bahkan mendekati UMP Jakarta.
Kebijakan ini diambil sebagai respons langsung terhadap lonjakan harga kebutuhan pokok, terutama di wilayah perkotaan seperti Kuala Lumpur dan Johor Bahru.
Malaysia menunjukkan bahwa upah harus bergerak selaras dengan kenyataan di lapangan.
Thailand: Upah Harian yang Lebih Kompetitif
Negeri Gajah Putih menetapkan sistem upah harian, yang nilainya beragam antar provinsi. Per Januari 2025, buruh Thailand mendapatkan antara THB337 hingga THB400 per hari.
Di wilayah seperti Phuket dan Chonburi — pusat pariwisata dan industri — upah ditetapkan sebesar THB400 per hari.
Jika dihitung bulanan (dengan asumsi kerja 22 hari per bulan), ini setara sekitar Rp4,1 juta hingga Rp4,9 juta — angka yang tetap lebih tinggi dari UMP mayoritas provinsi di Indonesia, kecuali Jakarta.
Vietnam: Kenaikan Upah Konsisten dan Terarah
Vietnam menerapkan sistem zonasi upah seperti Indonesia, namun mereka rutin menaikkan upah sesuai kebutuhan. Sejak Juli 2024, Vietnam menaikkan upah minimum sebesar 6 persen. Berikut rinciannya:
Wilayah I: VND4.960.000 (~Rp3,1 juta)
Wilayah II: VND4.410.000 (~Rp2,75 juta)
Wilayah III: VND3.860.000 (~Rp2,4 juta)
Wilayah IV: VND3.450.000 (~Rp2,2 juta)
Dengan biaya hidup yang jauh lebih rendah dibanding Indonesia, upah ini mampu memberi ruang bernapas bagi para buruh Vietnam untuk menabung atau berinvestasi dalam pendidikan dan kesehatan.
Filipina: Buruh Sektor Non-Pertanian Bisa Kantongi Gaji Rp3 Jutaan
Di Filipina, upah minimum juga ditentukan berdasarkan wilayah dan sektor. Di Wilayah I (Ilocos Region), misalnya, buruh di sektor non-pertanian mendapatkan PHP435 per hari.
Jika dihitung bulanan, ini berkisar Rp3 juta hingga Rp3,5 juta, tergantung jumlah hari kerja.
Dengan sistem subsidi yang terstruktur dan dukungan sosial dari pemerintah, buruh Filipina relatif bisa bertahan dengan gaji tersebut — apalagi jika tinggal di daerah dengan biaya hidup rendah.
Realita Pahit Buruh Indonesia yang Perlu Disadari
Dari perbandingan di atas, terlihat jelas bahwa buruh Indonesia masih berada di level bawah dalam hal pendapatan, meskipun beban biaya hidup tidak jauh berbeda dengan negara tetangga.
Perbedaan sistem pengupahan, kecepatan penyesuaian terhadap inflasi, serta komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan pekerja sangat menentukan keseimbangan ini.
Lalu pertanyaannya: sampai kapan buruh Indonesia harus menerima kenyataan ini?
Memahami standar upah regional bukan hanya soal membandingkan angka, tapi juga menyadari hak sebagai pekerja yang layak hidup dengan penghasilan memadai.
Karena pada akhirnya, bukan hanya soal bekerja keras, tapi juga tentang dihargai secara adil. (jpg)