PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Festival Palangka Raya Art dan Culture 2025 menghadirkan berbagai kegiatan seni dan budaya, salah satunya Lomba Lukis Ornamen yang digelar di Halaman Kantor Wali Kota Palangka Raya pada Sabtu, 26 April 2025. Lomba ini menjadi salah satu upaya pelestarian budaya daerah, khususnya ornamen khas Kalimantan Tengah yang kaya makna dan nilai estetika.
Salah satu juri lomba, Pebruarison Lampang. Mengungkapkan bahwa lomba ini merupakan bentuk perhatian terhadap seni rupa daerah yang selama ini kurang mendapat panggung jika dibandingkan dengan seni pertunjukan.
“Latar belakang lomba ini untuk melestarikan seni ornamen daerah Kalimantan Tengah. Kalau seni pertunjukan sudah sering diangkat, tapi seni rupa jarang,” ujarnya saat diwawancarai Prokalteng.co, Sabtu (26/4).
Menurut Pebruarison, lomba ini bertujuan menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap seni ornamen daerah. Ia berharap, lewat ajang ini akan lahir perupa-perupa muda yang dapat mengaplikasikan ornamen daerah ke berbagai bidang. Termasuk interior ruang publik seperti bandara, hotel, atau rumah makan, agar memiliki identitas budaya yang kuat.
“Kalau di Jawa orang masuk disambut ornamen Jawa, kenapa di Kalimantan Tengah tidak? Kita harus bangga dengan ornamen daerah kita sendiri,” tegasnya.
Lomba ini tidak membedakan jenis kelamin dalam penilaian. Tiga peserta terbaik akan dipilih sebagai pemenang, dan satu terbaik akan mewakili Kota Palangka Raya ke tingkat provinsi.
“Yang dicari adalah yang terbaik dari yang terbaik,” kata Pebruarison.
“Tema lukis kali ini adalah ornamen talawang , yang harus menggambarkan karisma, kekuatan, dan rasa segan, sesuai dengan fungsinya sebagai pelindung dan penakut musuh, dengan demikian, keaslian dan kesesuaian ornamen dengan karakter talawang menjadi poin penting dalam penilaian,” jelasnya.
Proses penilaian dilakukan oleh tiga dewan juri. Yakni Pebruarison Lampang, S. Tandang S.Sn., M.Si, Litar Son Gampang yang ahli sejarah seni, dan Dr. Anies Oveni A. Ibrahim, seorang dosen dan praktisi seni rupa. Salah satu aspek penilaian utama adalah penerapan unsur warna tradisional 5BA dalam karya.
Kelima unsur warna tersebut adalah Bahandang (merah), Baputi (putih), Bahijau (hijau), Bahenda (kuning), dan Babilem (hitam). Warna-warna ini memiliki filosofi masing-masing yang wajib hadir dalam setiap ornamen Kalimantan Tengah karena menyimbolkan keberanian, kesucian, kesuburan, kemuliaan, dan kekuatan.
Para peserta berasal dari berbagai kecamatan di Palangka Raya. Meskipun syarat usia minimal adalah 17 tahun, beberapa peserta berusia di bawahnya juga diizinkan ikut serta demi menumbuhkan semangat belajar dan memberikan mereka pengalaman.
Di akhir wawancara, Pebruarison menyampaikan pesan penting kepada masyarakat. Ia menekankan bahwa pelestarian budaya daerah merupakan tanggung jawab bersama, terlebih di tengah arus globalisasi dan pengaruh budaya luar yang begitu kuat.
“Kalau bukan kita siapa lagi yang menjaga, melestarikan dan memeliharanya. Apalagi ini sekarang pengaruh budaya luar kan sangat luar biasa nah kalau bisa jadi viral kenapa enggak gitu ya ornamen daerah” pesannya.
Festival ini diharapkan menjadi awal kebangkitan seni rupa daerah. Dan membangkitkan semangat generasi muda untuk terus mencintai, mempelajari, dan melestarikan kebudayaan Kalimantan Tengah melalui karya-karya seni yang membanggakan. (ndo)