29.2 C
Jakarta
Wednesday, February 5, 2025

Miracle Fruit: Pemanis Alami Tanpa Beban Kalori, Ubah Rasa Asam Jadi Manis

CUKUP miris, Indonesia kini tengah mencapai predikat sebagai negara dengan penyintas diabetes tertinggi nomor 5 di dunia dengan jumlah penyintas sebanyak 19.465.102 jiwa (IDF 2021).

Sebuah ironi untuk negara dengan iklim dan sumber daya alam yang lebih dari cukup untuk hidup sehat. Pangan lagi-lagi menjadi dalang utama dari masalah gizi dan kesehatan. Sebagian besar warga Indonesia memang memiliki selera lidah manis dan asin.

Konsumsi Gula

Karena itulah, produsen pangan, harus memiliki bahan tambahan pangan untuk rasa manis tanpa menimbulkan penyakit. Namun, selalu saja gula tebu yang menjadi jawaban dari semua ini.

Gula tebu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam bentuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan tambahan pangan.

Dengan karakteristik rasa manis yang disukai, gula tebu membawa manfaat besar di sektor pangan.

Namun, kehadirannya juga menimbulkan tantangan serius dalam bidang kesehatan.

Sebagai negara dengan konsumsi gula yang tinggi, mencapai 1030 ons per kapita per minggu pada tahun 2024 (BPS), Indonesia masih menghadapi ketergantungan pada impor gula, yang pada tahun 2023 mencapai 5.069.455,2 ton.

Baca Juga :  Perlu Waspada! Usai Beras, Kenaikan Harga Mulai Merambah Gula

Konsumsi gula dalam jumlah besar telah menjadi isu kontroversial. Indeks glikemik tinggi dari gula tebu dapat meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes.

Kondisi ini mendorong pencarian alternatif pemanis yang lebih aman. Namun, pemanis buatan juga menimbulkan kontroversi karena diduga dapat memengaruhi mikrobiota usus dan memicu intoleransi glukosa.

Miracle Fruit, Solusi Alami

Salah satu solusi yang menarik perhatian adalah penggunaan pemanis alami yang tidak merangsang respon insulin intraseluler, seperti miracle fruit (Synsepalum dulcificum).

Buah yang berasal dari Afrika Barat ini dikenal memiliki kandungan miraculin, sebuah protein yang mampu mengubah rasa asam atau pahit menjadi manis tanpa menambah kalori.

Miracle fruit memiliki karakteristik unik dalam mengaktifkan reseptor manis di lidah ketika terpapar rasa asam atau pahit (Gómez de Cedrón et al., 2020).

Profil sensori dari buah ini menyerupai sucralose, pemanis buatan non-kalori yang telah diakui.

Studi menunjukkan bahwa miraculin pada miracle fruit berinteraksi dengan reseptor manis G-coupled protein C (GPCR) melalui heterodimer TAS1R2 dan TAS1R3 secara oral.

Selain penggunaannya sebagai pemanis, miraculin juga telah dikembangkan dalam pengobatan dysgeusia (perubahan rasa negatif) pada pasien kemoterapi (Wilken & Satiroff, 2012).

Baca Juga :  7 Ciri Kepribadian Orang yang Percaya pada Surga dan Neraka

Potensi dan Budidaya di Indonesia

Pemanfaatan miracle fruit sangat luas, mencakup industri pangan hingga farmasi. Untuk mendukung penggunaannya, budidaya buah ini menjadi penting, terutama di negara seperti Indonesia yang memiliki iklim hangat dan tropis lembab.

Budidaya ini tidak hanya mendukung diversifikasi sumber daya pangan, tetapi juga memperkaya biodiversitas tumbuhan lokal.

Dengan pengembangan skala besar, miracle fruit dapat menjadi substitusi pemanis yang berkontribusi pada peningkatan ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat Indonesia.

Sebagai lulusan Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis yang telah melakukan penelitian sejak tahun 2022 pada kandungan asam amino miraculin, berharap hasil kajian ini menjadi pijakan awal untuk penelitian lanjutan.

Ketahanan Pangan dan Kesehatan Lebih Baik

Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan miracle fruit sebagai alternatif pemanis alami yang fungsional.

Langkah kecil ini diharapkan dapat menjadi kontribusi besar dalam mewujudkan ketahanan pangan yang lebih baik, mengurangi ketergantungan pada gula impor, dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Dengan dukungan penelitian dan pengembangan, miracle fruit dapat menjadi jawaban atas kebutuhan pemanis yang aman dan ramah lingkungan. (hanin)

CUKUP miris, Indonesia kini tengah mencapai predikat sebagai negara dengan penyintas diabetes tertinggi nomor 5 di dunia dengan jumlah penyintas sebanyak 19.465.102 jiwa (IDF 2021).

Sebuah ironi untuk negara dengan iklim dan sumber daya alam yang lebih dari cukup untuk hidup sehat. Pangan lagi-lagi menjadi dalang utama dari masalah gizi dan kesehatan. Sebagian besar warga Indonesia memang memiliki selera lidah manis dan asin.

Konsumsi Gula

Karena itulah, produsen pangan, harus memiliki bahan tambahan pangan untuk rasa manis tanpa menimbulkan penyakit. Namun, selalu saja gula tebu yang menjadi jawaban dari semua ini.

Gula tebu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, baik dalam bentuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan tambahan pangan.

Dengan karakteristik rasa manis yang disukai, gula tebu membawa manfaat besar di sektor pangan.

Namun, kehadirannya juga menimbulkan tantangan serius dalam bidang kesehatan.

Sebagai negara dengan konsumsi gula yang tinggi, mencapai 1030 ons per kapita per minggu pada tahun 2024 (BPS), Indonesia masih menghadapi ketergantungan pada impor gula, yang pada tahun 2023 mencapai 5.069.455,2 ton.

Baca Juga :  Perlu Waspada! Usai Beras, Kenaikan Harga Mulai Merambah Gula

Konsumsi gula dalam jumlah besar telah menjadi isu kontroversial. Indeks glikemik tinggi dari gula tebu dapat meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes.

Kondisi ini mendorong pencarian alternatif pemanis yang lebih aman. Namun, pemanis buatan juga menimbulkan kontroversi karena diduga dapat memengaruhi mikrobiota usus dan memicu intoleransi glukosa.

Miracle Fruit, Solusi Alami

Salah satu solusi yang menarik perhatian adalah penggunaan pemanis alami yang tidak merangsang respon insulin intraseluler, seperti miracle fruit (Synsepalum dulcificum).

Buah yang berasal dari Afrika Barat ini dikenal memiliki kandungan miraculin, sebuah protein yang mampu mengubah rasa asam atau pahit menjadi manis tanpa menambah kalori.

Miracle fruit memiliki karakteristik unik dalam mengaktifkan reseptor manis di lidah ketika terpapar rasa asam atau pahit (Gómez de Cedrón et al., 2020).

Profil sensori dari buah ini menyerupai sucralose, pemanis buatan non-kalori yang telah diakui.

Studi menunjukkan bahwa miraculin pada miracle fruit berinteraksi dengan reseptor manis G-coupled protein C (GPCR) melalui heterodimer TAS1R2 dan TAS1R3 secara oral.

Selain penggunaannya sebagai pemanis, miraculin juga telah dikembangkan dalam pengobatan dysgeusia (perubahan rasa negatif) pada pasien kemoterapi (Wilken & Satiroff, 2012).

Baca Juga :  7 Ciri Kepribadian Orang yang Percaya pada Surga dan Neraka

Potensi dan Budidaya di Indonesia

Pemanfaatan miracle fruit sangat luas, mencakup industri pangan hingga farmasi. Untuk mendukung penggunaannya, budidaya buah ini menjadi penting, terutama di negara seperti Indonesia yang memiliki iklim hangat dan tropis lembab.

Budidaya ini tidak hanya mendukung diversifikasi sumber daya pangan, tetapi juga memperkaya biodiversitas tumbuhan lokal.

Dengan pengembangan skala besar, miracle fruit dapat menjadi substitusi pemanis yang berkontribusi pada peningkatan ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat Indonesia.

Sebagai lulusan Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis yang telah melakukan penelitian sejak tahun 2022 pada kandungan asam amino miraculin, berharap hasil kajian ini menjadi pijakan awal untuk penelitian lanjutan.

Ketahanan Pangan dan Kesehatan Lebih Baik

Indonesia memiliki peluang besar untuk memanfaatkan miracle fruit sebagai alternatif pemanis alami yang fungsional.

Langkah kecil ini diharapkan dapat menjadi kontribusi besar dalam mewujudkan ketahanan pangan yang lebih baik, mengurangi ketergantungan pada gula impor, dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Dengan dukungan penelitian dan pengembangan, miracle fruit dapat menjadi jawaban atas kebutuhan pemanis yang aman dan ramah lingkungan. (hanin)

Terpopuler

Artikel Terbaru