KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika terus memantau konten-konten
di media sosial (medsos) menjelang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tentang
gugatan hasil pemilihan umum. Namun tidak ada konfirmasi mengenai wacana
pembatasan media sosial, seperti bulan lalu. “Kami monitor terus. Kami
berharap tidak ada eskalasi di dunia maya,” ujar Menkominfo Rudiantara di
Jakarta, Rabu (5/6/2019).
Pemerintah sempat memberlakukan
pembatasan akses ke sejumlah media sosial setelah aksi massa pada 22 Mei
berubah menjadi kericuhan. Pembatasan akses media sosial berlaku untuk unggahan
dan unduhan konten foto dan video di beberapa platform media sosial selama
22-25 Mei.
Menurut Menkominfo, pada periode
tersebut, ditemukan sekitar 600-700 URL baru setiap hari yang menyebarkan
konten negatif. “Bukan hanya hoaks, kalau hoaks itu berita tidak benar.
Tapi juga (konten) yang sifatnya adu domba,” kata Rudiantara.
Ratusan URL terus muncul meski
pun sudah ditutup, pada periode pembatasan media sosial bulan lalu. Kominfo
akhirnya memutuskan untuk membuka kembali akses ke media sosial seperti semula
setelah jumlah URL berisi konten negatif menurun secara signifikan pada hari
keempat, menjadi 300an URL.
Setelah akses ke media sosial
pulih, menurut Rudiantara URL berisi konten negatif turun menjadi sekitar 100.
Pembatasan akses pada 22 Mei lalu tidak hanya berlaku untuk media sosial,
namun, juga platform pesan instan WhatsApp, pengguna tidak bisa mengirim pesan
gambar dan video pada periode tersebut.
Keputusan pembatasan juga berlaku
di pesan instan didasari temuan hoax dan konten negatif lainnya juga menyebar
luas melalui platform tersebut. Misalnya, seseorang membuat akun palsu demi
bisa mengunggah konten, membuat tangkapan layar (screenshot) konten tersebut,
lalu menyebarkannya lewat pesan instan.
Kominfo juga berkoordinasi dengan
penyedia platform tersebut untuk mengatasi sebaran konten negatif. Rudiantara
mencontohkan platform WhatsApp menutup sekitar 60.000 nomor yang menyebarkan
konten negatif, sejak sebelum peristiwa 22 Mei hingga hari terakhir pembatasan
akses ke media sosial. Menurut Rudiantara, langkah tersebut mereka ambil bukan
hanya atas permintaan Kominfo, namun, juga karena melanggar kebijakan platform
tersebut. (indopos/kpc)