PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO–Tiga orang saksi dihadirkan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Tengah (Kalteng) dalam sidang lanjutan perkara pidana korupsi.
Ketiganya bersaksi terkait Pengggunaan anggaran Dana Hibah dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kotim tahun anggaran 2021- 2023 yang digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa (8/10).
Ketiga saksi tersebut merupakan para ketua sejumlah organisasi dari cabang olahraga yang ada di Kabupaten Kotim. Mereka adalah H Epi Sutrisno (Ketua Pencab Perbasi), Sanidin (IPSI) dan Supriyadi Ellyas (Pertina).
Secara bersama-sama ketiganya memberikan keterangan kesaksian di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya yang menyidangkan perkara korupsi ini yang dipimpin hakim Agung Sulistiyono. Sebelum ketiga saksi memberikan kesaksiannya, ketua majelis hakim sempat memberikan peringatan kepada ketiga saksi ini terkait kewajiban seorang saksi untuk memberikan keterangan yang sebenarnya benarnya di dalam sebuah persidangan perkara Tipikor semacam ini.
“Terkait perkara Tipikor ini, ada ketentuan khusus yaitu barang siapa setiap orang yang manakala dipanggil menjadi saksi tidak mau memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar maka ada ketentuan pidananya,” kata Agung Sulistiyono yang juga menjabat Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya ini mengingatkan kepada para saksi untuk menyampaikan keterangan dengan apa adanya.
Sama seperti para ketua dan pengurus Cabor yang sudah bersaksi di persidangan ini sebelumnya, kepada ketiga saksi ini pihak JPU juga menanyakan terkait anggaran yang pernah diberikan pihak KONI Kotim kepada masing-masing cabor yang mereka pimpin di sepanjang tahun 2021-2023. Baik H Epi Sutrisno, Sanidin dan Supriyadi Ellyas memberikan keterangan yang hampir sama yaitu bahwa dana dari koni kotim baru di berikan setelah pihak cabor memberikan proposal permintaan anggaran terkait kegiatan yang dilakukan oleh cabor kepada pihak koni kotim.
“Biasanya kami mengajukan proposal kepada pihak KONI untuk meminta bantuan pembiayaan kegiatannya,” terang ketua Ipsi kotim Sanidin.
“Berarti ada proposal kepada KONI untuk kegiatan tersebut, biasanya dana yang diterima dari KONI tersebut sesuai dengan anggaran proposal yang diajukan,lebih atau kurang,” tanya salah satu JPU, Yanti Krustiana kepada saksi Sanidin. “Biasanya ada yang kurang ada yang sesuai,” aku Sanidin yang menambahkan bahwa pihaknya juga tidak pernah menanyakan penyebab kenapa anggaran yang diberikan oleh KONI Kotim kurang dari anggaran yang mereka ajukan.
Sanidin mengatakan bahwa untuk surat pertanggungjawaban (SPj) terhadap dana yang sudah diberikan oleh KONI Kotim tersebut, juga disesuaikan dengan nilai anggaran yang diberikan dari KONI tersebut.
“SPj disesuaikan dengan dana yang diterima, jadi misalnya contoh di proposal kita mengajukan Rp30 juta tetapi yang diterima cuma Rp25 juta maka yang kita pertanggungjawaban Cuma Rp 25 juta itu,” terang saksi kepada JPU. Ketika ditanyakan oleh Jaksa terkait apakah pihak koni kotim pernah melakukan pemotongan dana terhadap nilai anggaran yang seharusnya mereka terima, ketua organisasi pencak silat Kabupaten Kotim ini mengaku tidak pernah mengalami hal tersebut.
“Tidak pernah,” jawab saksi. Sementara saat ditanya oleh JPU I wayan Suryawan yang menanyakan kepada saksi Sanidin terkait berapa anggaran dana yang disediakan oleh koni kotim untuk cabor Ipsi yang dipimpin setiap tahunnya dari tahun 2021-2023, saksi ini mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
Jawaban yang sama terkait ketidak tahuan para ketua cabor terkait besaran jumlah anggaran dana di dalam anggaran dana hibah yang di siapkan koni kotim bagi setiap cabor juga disampaikan oleh saksi H Epi Sutrisno dan Supriyadi. Bahkan H Epi Sutrisno selaku ketua Perbasi Kotim mengaku dirinya juga tidak tahu darimana anggaran dari Koni Kotim untuk cabor tersebut berasal.
“KONI dapat dana, sumber dananya dari mana saksi tahu tidak,” tanya Jaksa Suryawan kepada H Epi. “Tidak tahu,” jawab saks yang juga mengaku pihaknya baru bisa memperoleh dana anggaran dari KONI Kotim dengan terlebih dahulu menyerahkan proposal permintaan bantuan kegiatan kepada pihak KONI Kotim.
Selain bantuan berupa dana dari Koni kotim, ketiga saksi juga ditanya oleh jpu terkait bantuan barang yang pernah diserahkan Koni kotim kepada masing masing cabor. Baik H. Epi Sutrisno, Sanidin dan Supriyadi Ellyas mengakui bahwa pada tahun 2021 , pihak Koni pernah memberikan bantuan barang berupa laptop Dan mesin printer kepada cabor.
Selain itu ada juga bantuan barang berupa peralatan olah raga buang diberikan oleh pihak Koni kepada cabor di tahun 2022. Salah satu saksi yaitu Sanidin saat ditanya oleh Jaksa Suryawan mengakui dirinya memang pernah menyampaikan permohonan terkait bantuan kebutuhan alat-alat olahraga yang diperlukan cabor Perbasi kotim kepada ketua koni kotim H Ahyar secara lisan.
“Kalau secara lisan saya pernah,” terang Ketua IPSI Kotim ini. Sementara ketua perbasi H. Epi Sutrisno mengakui di tahun 2022, pihaknya memang pernah mengajukan proposal pembelian barang alat alat olahraga kepada pihak Koni Kotim. “Terus yang beli barang itu siapa? tanya JPU Suryawan kepada H Epi.
“KONI,” jawab saksi yang menambahkan dalam keterangan nya bahwa pembelian alat olahraga dilakukan oleh pihak KONI Kotim tersebut dikarenakan adanya arahan yang diberikan oleh Sekretaris KONI dan bendahara KONI Kotim. “Arahan (dari sekretaris dan bendahara) itu atas arahan siapa,” tanya Jaksa Suryawan kepada saksi.
“Itu saya tidak tahu,” terang H. Epi. Sebenarnya pihak Jaksa juga mengajukan pertanyaan yang sama kepada saksi Supriyadi Ellyas selaku ketua Cabor tinju Kotim. Tetapi dikarenakan saksi ini mengaku pernah sakit sehingga pendengaran nya kurang jelas , pertanyaan jaksa pun tidak di berikan secara mendalam.
Namun Supriyadi sempat mengaku bahwa selain menjadi ketua Pertina kotim diri nya memang pernah menjadi Wakil ketua Koni kotim pada periode 2019-2023. Diakui oleh saksi bahwa pada saat diri nya menjabat sebagai wakil ketua Koni kotim dirinya pernah memperoleh honor dari Koni kotim yang dibayar kan setiap 3 bulan sekali.
“Honornya sekitar Rp2 juta,” kata Supriyadi mengaku honor tersebut diterimanya dari terdakwa Bani. Karena kondisi kesehatannya, Supriyadi sendiri terlihat beberapa kali harus dibantu oleh saksi lainnya untuk bisa mendengar Pertanyaan dari jaksa tersebut. Atas keterangan dari para saksi, Terdakwa H Ahyar sempat bertanya pula terkait pembelian barang alatalat olahraga di tahun 2022.
Kepada ketua Perbasi kotim H Epi , terdakwa bertanya terkait rapat antara pihak Koni kotim dengan pimpinan cabor membahas soal pembelian alat olahraga untuk cabor tersebut.
“Pada saat pembelian barang untuk alat olahraga itu, apakah saudara masih ingat ada rapat” tanya Ahyar kepada H Epi. “Betul,” jawab saksi. “Apa hasilnya? tanya Terdakwa lagi.
“Seingat saya saat itu ada pembelian barang, berhubung waktu sudah mendesak jadi pembelian barang dilakukan oleh KONI,” jawab saksi.
“Apakah saudara masih ingat pada saat itu, saya menjelaskan bahwa apabila cabor ingin membeli bisa beli sendiri, apabila bila koni yang beli, koni yang beli, apakah saudara masih ingat,” tanya ketua KONI ini lagi.
“Masih ingat,” jawab saksi dengan lancar. Sempat muncul perdebatan sengit antara pihak jpu dengan penasehat hukum Terdakwa saat Pua Hadinata selaku penasehat kedua terdakwa mengajukan pertanyaan kepada saksi Sanidin terkait diakomodir anggaran untuk pihak provinsi didalam kegiatan porprov.
Pihak jpu mengaku keberatan dengan pertanyaan penasehat hukum tersebut karena beranggapan pertanyaan tersebut tidak relevan dengan dakwaan yang ada didalam perkara ini. “Keberatan yang mulia, pertanyaan tidak ada kaitannya dengan dakwaan yang mulia,” kata Jaksa Suryawan Kepada majelis hakim .
Sementara menurut Pua, pertanyaannya ini memiliki kaitan dengan jumlah nilai kerugian negara yang didakwakan kepada para Terdakwa sebagai mana yang ada didalam dakwaan perkara korupsi ini.
“Ini di dalam dakwaan ada Rp7 miliar artinya kuitansi itu ditarik oleh jpu dengan Terdakwa dua dan jadi seolah olah kerugian negara jadi sepuluh miliar,” kata Pua Hadinata.
Mendengar jawaban dari PH terdakwa, ketua majelis hakim meminta kepada terdakwa untuk menjawab pertanyaan dari PH terdakwa. Sanidin yang diketahui merupakan anggota DPRD Kotim mengakui bahwa hal tersebut memang pernah disinggung di dalam rapat pembahasan anggaran di DPRD kotim.
“Memang ada pernah disinggung tapi saya lupa pembahasannya,” terang Sanidin.
“Tapi ada,” kejar Pua Hadinata bertanya meminta penegasan Sanidin. “Pernah disinggung, pernah disinggung secara umum,” jawab saksi. Hampir 2 jam ketiga saksi ini memberikan keterangan di persidangan ini. Rencananya sidang kasus korupsi ini akan dilanjutkan kembali pada pada hari Kamis mendatang dengan agenda masih mendengar keterangan dari saksi yang diajukan oleh JPU.
Terkait saksi yang akan jpu ajukan mendatang, I wayan Suryawan mengatakan bahwa pihak nya sudah mengirim surat panggilan ke tiga kepada sejumlah saksi seperti mantan sekda kotim, wakil ketua II Koni, juga pejabat PPTK untuk datang ke persidangan ini.
Namun disebut oleh Suryawan bahwa beberapa saksi memberikan alasan berhalangan untuk dapat hadir di persidangan.
“Yang bersangkutan sudah menerima panggilan ini dan memberikan jawaban tidak bisa hadir karena ada beberapa kegiatan dan ada satu yang sakit,” kata JPU yang menambahkan pihak nya telah mengirimkan surat panggilan yang keempat pada para saksi tersebut untuk hadir di persidangan mendatang.
Mendengar keterangan dari JPU, pihak penasehat hukum Terdakwa meminta agar pihak pengadilan bisa menerapkan aturan yang ada di dalam pasal 21 dan 22 uu Tipikor terkait pemanggilan saksi.
“Kami mohon yang mulia majelis agar saksi itu terutama sekda dan ketua panitia anggaran buntuk bisa dihadirkan di persidangan, kalau perlu pasal 21 dan pasal 22 Uu Tipikor digunakan yang mulia,” kata Pua Hadinata kepada majelis hakim. (sja/ala/kpg)