25.6 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Equitable Remedy

Hakim tunggal Arthur Engoron pun tidak tahan diam.

Ia memang tidak pernah membaca berita media terkait kasus yang lagi ia sidangkan. Termasuk tidak membacanya di medsos.

Tapi ia tahu, kritik padanya terus saja menggelinding: mengapa persidangan kasus Donald Trump di New York ini tidak menggunakan juri.

“Sudah diberi waktu 15 hari untuk mengajukan keberatan. Tidak digunakan,” ujar Engoron pada media di sana. Kalau Engoron tetap diam tidak ada yang tahu itu. ”Tidak seorang pun lupa membuka box,” kata Engoron.

”Membuka box” adalah istilah untuk ”kotak pos”. Setiap depan rumah di Amerika ada kotak pos. Pekerjaan pertama setelah tiba di rumah biasanya membuka kotak pos itu. Mungkin ibarat orang sekarang begitu bangun tidur yang dilakukan pertama adalah cek WA di HP.

Pengacara Trump, Alina Habba, mengakui memang tidak ada yang lupa membuka box. Berarti pihak Trump sendiri sudah menerima peradilan tanpa yuri. Tapi medsos masih terus mempersoalkannya. Entah setelah ada penjelasan ini.

Baca Juga :  Battery Seksual

Engoron berpendapat memang tidak akan ada gunanya mengajukan keberatan soal juri ini. Ini soal equitable remedy vs legal remedy. “Yang diminta negara dalam kasus ini adalah equitable remedy. Bukan legal remedy,” katanya.

Rupanya jaksa New York menempuh jalan agar hakim memberikan putusan yang adil. Bukan putusan yang hanya benar  secara formal hukum.

Toh di kasus pelecehan seks barusan Donald Trump juga dikalahkan oleh juri. Dewan juri diambil dari warga setempat secara acak. Trump tahu warga New York umumnya tidak suka Trump. Ia selalu kalah telak di New York.

Apalagi kasus yang lagi disidangkan ini lebih bersifat equitable remedy. Penyelesaian yang adil. Bukan legal remedy. Di situ ‘rasa keadilan masyarakat’ lebih dipentingkan. Secara formal hukum bisa saja Trump mampu menghindar dari pasal-pasal hukum. Tapi apakah itu sudah adil.

Baca Juga :  Radikal Shofa

Kasusnya jelas: Trump dianggap melakukan penipuan bertahun-tahun. Angka kerugian negara bagian New York jelas: USD 250 juta. Belum yang lain-lain.

Itu berbeda dengan kasus pelecehan seks yang lalu. Yakni kasus yang penggugatnya penulis Jean Carroll. Bentuk kerugiannya bukan uang. Tapi tekanan kejiwaan dan nama baik. Toh juri menghukum Trump USD 5 juta.

Apakah hakim seperti Engoron benar-benar bisa netral? Termasuk tidak terpengaruh medsos? Hakim hebat di masa lalu bisa menghindar dari berita media: cukup selama persidangan berhenti membaca koran. Tapi di zaman ini? Ketika keperluan pribadi orang bercampur dengan keperluan umum di satu genggaman HP? Ibarat membuka YouTube, pengajian agama tercampur dengan mode bikini show?

Yang jelas gag order yang diumumkan Engoron efektif. Trump tidak lagi mengumbar serangan di medsos. Terutama serangan ke pribadi orang-orang di pengadilan.(Dahlan Iskan)

Hakim tunggal Arthur Engoron pun tidak tahan diam.

Ia memang tidak pernah membaca berita media terkait kasus yang lagi ia sidangkan. Termasuk tidak membacanya di medsos.

Tapi ia tahu, kritik padanya terus saja menggelinding: mengapa persidangan kasus Donald Trump di New York ini tidak menggunakan juri.

“Sudah diberi waktu 15 hari untuk mengajukan keberatan. Tidak digunakan,” ujar Engoron pada media di sana. Kalau Engoron tetap diam tidak ada yang tahu itu. ”Tidak seorang pun lupa membuka box,” kata Engoron.

”Membuka box” adalah istilah untuk ”kotak pos”. Setiap depan rumah di Amerika ada kotak pos. Pekerjaan pertama setelah tiba di rumah biasanya membuka kotak pos itu. Mungkin ibarat orang sekarang begitu bangun tidur yang dilakukan pertama adalah cek WA di HP.

Pengacara Trump, Alina Habba, mengakui memang tidak ada yang lupa membuka box. Berarti pihak Trump sendiri sudah menerima peradilan tanpa yuri. Tapi medsos masih terus mempersoalkannya. Entah setelah ada penjelasan ini.

Baca Juga :  Battery Seksual

Engoron berpendapat memang tidak akan ada gunanya mengajukan keberatan soal juri ini. Ini soal equitable remedy vs legal remedy. “Yang diminta negara dalam kasus ini adalah equitable remedy. Bukan legal remedy,” katanya.

Rupanya jaksa New York menempuh jalan agar hakim memberikan putusan yang adil. Bukan putusan yang hanya benar  secara formal hukum.

Toh di kasus pelecehan seks barusan Donald Trump juga dikalahkan oleh juri. Dewan juri diambil dari warga setempat secara acak. Trump tahu warga New York umumnya tidak suka Trump. Ia selalu kalah telak di New York.

Apalagi kasus yang lagi disidangkan ini lebih bersifat equitable remedy. Penyelesaian yang adil. Bukan legal remedy. Di situ ‘rasa keadilan masyarakat’ lebih dipentingkan. Secara formal hukum bisa saja Trump mampu menghindar dari pasal-pasal hukum. Tapi apakah itu sudah adil.

Baca Juga :  Radikal Shofa

Kasusnya jelas: Trump dianggap melakukan penipuan bertahun-tahun. Angka kerugian negara bagian New York jelas: USD 250 juta. Belum yang lain-lain.

Itu berbeda dengan kasus pelecehan seks yang lalu. Yakni kasus yang penggugatnya penulis Jean Carroll. Bentuk kerugiannya bukan uang. Tapi tekanan kejiwaan dan nama baik. Toh juri menghukum Trump USD 5 juta.

Apakah hakim seperti Engoron benar-benar bisa netral? Termasuk tidak terpengaruh medsos? Hakim hebat di masa lalu bisa menghindar dari berita media: cukup selama persidangan berhenti membaca koran. Tapi di zaman ini? Ketika keperluan pribadi orang bercampur dengan keperluan umum di satu genggaman HP? Ibarat membuka YouTube, pengajian agama tercampur dengan mode bikini show?

Yang jelas gag order yang diumumkan Engoron efektif. Trump tidak lagi mengumbar serangan di medsos. Terutama serangan ke pribadi orang-orang di pengadilan.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru