33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pasien Korona Lampaui SARS

BADAN Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya menyerah.
Lembaga yang berbasis di Jenewa itu Kamis (30/1) akhirnya menyatakan status
darurat kesehatan global untuk penyebaran 2019-novel Coronavirus (2019-nCov).
WHO sudah menunda deklarasi status tersebut selama lebih dari dua pekan.

“Alasan utama pernyataan ini bkan karena
apa yang terjadi di Tiongkok tapi yang terjadi di negara-negara lainnya,”
ujar Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip BBC. Dia takut virus
ini akan menyebar ke negara-negara yang memiliki sistem kesehatan buruk. Saat
ini ada lebih dari 100 kasus virus tersebut di luar Tiongkok yang tersebar di
22 negara.

WHO memang patut was-was. Itu karena saat ini
virus tersebut sudah tidak terbendung lagi. Pasien yang positif terkena virus
dari Wuhan itu ada di seluruh penjuru Tiongkok. Hingga Jumat malam (31/1)
jumlah orang yang terjangkit virus di Tiongkok mencapai 11.791 orang, sedangkan
sampai Sabtu (1/2) yang meninggal mencapai 259 orang.

Jumlah tersebut melampaui kasus penyebaran
penyakit Severe acute respiratory syndrome (SARS) yang terjadi 2002-2003 lalu.
Saat itu SARS hanya menjangkiti 8.096 orang. Namun SARS memang lebih mematikan.
Selama penyebarannya sebanyak 774 orang meninggal.

Sekertaris Partai Komunis Tiongkok di Wuhan,
Ma  Guoqiang, mengungkapkan bahwa
penanganan yang tertunda menyebabkan infeksi 2019-nCov memburuk dan menjadi
wabah seperti saat ini. Tiongkok baru melaporkan kasus tersebut ke WHO pada 31
Desember. Padahal virus itu sudah ada beberapa pekan sebelumnya.

”Jika saja langkah-langkah yang ketat diambil
lebih cepat, hasilnya kini mungkin akan lebih baik,” ujar Ma saat diwawancarai
oleh CCTV.

Wuhan sudah diisolasi sejak 23 Januari lalu.
Tapi, penyebaran virus tidak bisa dihentikan. Versi Ma, isolasi seharusnya
sudah dilakukan 10 hari sebelumnya atau tanggal 13 Januari.

Baca Juga :  Sopir Kecam Kebijakan Pemkot, Begini Jawaban Tegas Kadishub Kota Palan

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Saat ini hampir
semua negara menghentikan penerbangan ke Tiongkok. Mereka juga mengeluarkan
larangan perjalanan ke negeri panda tersebut. AS adalah salah satunya. Negeri
Paman Sam itu meminta penduduknya tidak pergi ke Tiongkok.

Singapura mengambil langkah tegas dengan
menutup semua perbatasannya untuk pengunjung dari Tiongkok. Mereka juga tidak
akan menerima turis dari negara lain yang memiliki catatan telah berkunjung ke
Tiongkok baru-baru ini. Jangankan untuk masuk, transit saja tidak
diperkenankan. Kebijakan baru itu akan berlaku hari ini mulai pukul 23.59 WIB.
Tidak dipaparkan dengan pasti kapan kebijakan ini akan dicabut.

Singapura tak ingin ada penularan lebih lanjut.
Kemarin mereka mengkonfirmasi ada tiga kasus baru lagi. Total ada 16 orang yang
sudah tertular virus Wuhan tersebut. Salah satunya adalah warga Singapura yang
baru dievakuasi dari Wuhan.

 

 Sementara
itu 2019-nCov mungkin sudah tersebar di Indonesia, tapi tidak terdeteksi.
Indonesia belum memiliki bahan kimia untuk menguji penularan virus Wuhan dengan
cepat. Direktur Lembaga Biologi Molekuler 
Eijkman Profesor  Amin Soebandrio
mengungkapkan bahwa reagen itu baru akan datang beberapa hari kedepan.

Selama ini uji kemungkinan tertular virus asal
Wuhan itu dilakukan dengan dua langkah. Yaitu menguji sampel apakah ada virus
korona atau tidak. Itu untuk semua jenis virus korona, bukan khusus yang dari
Wuhan. Hasilnya baru keluar setelah dua hari. Langkah kedua baru pengurutan gen
untuk melihat jenis virus korona apa yang menjangkiti. Itu butuh waktu 2-3
hari.

Baca Juga :  Lokalisasi Pal 12 Dipastikan Ditutup, 84 Orang PSK Siap Dipulangkan

Menurut WHO, status tersebut diberlakukan
karena adanya kematian di Tiongkok mencapai 259 orang. Selain itu ada penularan
di 18 negara yang diidap oleh 98 orang. Bahkan ada delapan kasus penularan dari
manusia ke manusia yang terjadi di Jerman, Jepang, Vietnam, dan Amerika
Serikat.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Kemenkes, Widyawati menyatakan untuk sekarang Indonesia masih dalam tahap
deteksi. ”Bukan preventif,” katanya kemarin saat ditemui di kantornya.

Sekarang ini menurutnya Indonesia melakukan
langkah yang sesuai dengan prosedur WHO. Karena masih tahap deteksi maka yang
dilakukan adalah menjaga pintu masuk negara dan daerah lintas batas. Misalnya
saja di bandara, pelabuhan, dan pos perbatasan negara.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular Langsung Kemenkes Wiendra Waworuntu menjelaskan bahwa dengan deklarasi
PHEIC oleh WHO tak perlu disikapi berlebihan. Masa tersebut berarti negara
harus siap siaga. ”Kolaborasi dan koordinasi harus ditingkatkan. Selain itu
sumber daya manusia (SDM) harus lebih reaktif,” tuturnya kemarin.

Dalam situasi ini, Tiongkok juga melakukan
pengawasan bagi mereka yang akan keluar dari wilayahnya. Mereka yang akan
keluar dari Tiongkok harus melalui pemeriksaan. Yang sehat maka akan diberikan
sertifikat.

Di Indonesia, selain siaga di pintu masuk
negara, laboratorium juga disiagakan. Bahkan ketika Tiongkok menyatakan wabah
pada akhir Desember lalu. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan
Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Kemenkes Vivi Setiawaty
mengungkapkan bahwa alat pemeriksaan di laboratoriumnya mumpuni. ”Testing kit
untuk virus tersebut sudah ada. Sejak kasus ini ada sudah ada panduan
pemeriksaan dari WHO,” ujarnya.(sha/jpg)

BADAN Kesehatan Dunia (WHO) akhirnya menyerah.
Lembaga yang berbasis di Jenewa itu Kamis (30/1) akhirnya menyatakan status
darurat kesehatan global untuk penyebaran 2019-novel Coronavirus (2019-nCov).
WHO sudah menunda deklarasi status tersebut selama lebih dari dua pekan.

“Alasan utama pernyataan ini bkan karena
apa yang terjadi di Tiongkok tapi yang terjadi di negara-negara lainnya,”
ujar Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip BBC. Dia takut virus
ini akan menyebar ke negara-negara yang memiliki sistem kesehatan buruk. Saat
ini ada lebih dari 100 kasus virus tersebut di luar Tiongkok yang tersebar di
22 negara.

WHO memang patut was-was. Itu karena saat ini
virus tersebut sudah tidak terbendung lagi. Pasien yang positif terkena virus
dari Wuhan itu ada di seluruh penjuru Tiongkok. Hingga Jumat malam (31/1)
jumlah orang yang terjangkit virus di Tiongkok mencapai 11.791 orang, sedangkan
sampai Sabtu (1/2) yang meninggal mencapai 259 orang.

Jumlah tersebut melampaui kasus penyebaran
penyakit Severe acute respiratory syndrome (SARS) yang terjadi 2002-2003 lalu.
Saat itu SARS hanya menjangkiti 8.096 orang. Namun SARS memang lebih mematikan.
Selama penyebarannya sebanyak 774 orang meninggal.

Sekertaris Partai Komunis Tiongkok di Wuhan,
Ma  Guoqiang, mengungkapkan bahwa
penanganan yang tertunda menyebabkan infeksi 2019-nCov memburuk dan menjadi
wabah seperti saat ini. Tiongkok baru melaporkan kasus tersebut ke WHO pada 31
Desember. Padahal virus itu sudah ada beberapa pekan sebelumnya.

”Jika saja langkah-langkah yang ketat diambil
lebih cepat, hasilnya kini mungkin akan lebih baik,” ujar Ma saat diwawancarai
oleh CCTV.

Wuhan sudah diisolasi sejak 23 Januari lalu.
Tapi, penyebaran virus tidak bisa dihentikan. Versi Ma, isolasi seharusnya
sudah dilakukan 10 hari sebelumnya atau tanggal 13 Januari.

Baca Juga :  Sopir Kecam Kebijakan Pemkot, Begini Jawaban Tegas Kadishub Kota Palan

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Saat ini hampir
semua negara menghentikan penerbangan ke Tiongkok. Mereka juga mengeluarkan
larangan perjalanan ke negeri panda tersebut. AS adalah salah satunya. Negeri
Paman Sam itu meminta penduduknya tidak pergi ke Tiongkok.

Singapura mengambil langkah tegas dengan
menutup semua perbatasannya untuk pengunjung dari Tiongkok. Mereka juga tidak
akan menerima turis dari negara lain yang memiliki catatan telah berkunjung ke
Tiongkok baru-baru ini. Jangankan untuk masuk, transit saja tidak
diperkenankan. Kebijakan baru itu akan berlaku hari ini mulai pukul 23.59 WIB.
Tidak dipaparkan dengan pasti kapan kebijakan ini akan dicabut.

Singapura tak ingin ada penularan lebih lanjut.
Kemarin mereka mengkonfirmasi ada tiga kasus baru lagi. Total ada 16 orang yang
sudah tertular virus Wuhan tersebut. Salah satunya adalah warga Singapura yang
baru dievakuasi dari Wuhan.

 

 Sementara
itu 2019-nCov mungkin sudah tersebar di Indonesia, tapi tidak terdeteksi.
Indonesia belum memiliki bahan kimia untuk menguji penularan virus Wuhan dengan
cepat. Direktur Lembaga Biologi Molekuler 
Eijkman Profesor  Amin Soebandrio
mengungkapkan bahwa reagen itu baru akan datang beberapa hari kedepan.

Selama ini uji kemungkinan tertular virus asal
Wuhan itu dilakukan dengan dua langkah. Yaitu menguji sampel apakah ada virus
korona atau tidak. Itu untuk semua jenis virus korona, bukan khusus yang dari
Wuhan. Hasilnya baru keluar setelah dua hari. Langkah kedua baru pengurutan gen
untuk melihat jenis virus korona apa yang menjangkiti. Itu butuh waktu 2-3
hari.

Baca Juga :  Lokalisasi Pal 12 Dipastikan Ditutup, 84 Orang PSK Siap Dipulangkan

Menurut WHO, status tersebut diberlakukan
karena adanya kematian di Tiongkok mencapai 259 orang. Selain itu ada penularan
di 18 negara yang diidap oleh 98 orang. Bahkan ada delapan kasus penularan dari
manusia ke manusia yang terjadi di Jerman, Jepang, Vietnam, dan Amerika
Serikat.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
Kemenkes, Widyawati menyatakan untuk sekarang Indonesia masih dalam tahap
deteksi. ”Bukan preventif,” katanya kemarin saat ditemui di kantornya.

Sekarang ini menurutnya Indonesia melakukan
langkah yang sesuai dengan prosedur WHO. Karena masih tahap deteksi maka yang
dilakukan adalah menjaga pintu masuk negara dan daerah lintas batas. Misalnya
saja di bandara, pelabuhan, dan pos perbatasan negara.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular Langsung Kemenkes Wiendra Waworuntu menjelaskan bahwa dengan deklarasi
PHEIC oleh WHO tak perlu disikapi berlebihan. Masa tersebut berarti negara
harus siap siaga. ”Kolaborasi dan koordinasi harus ditingkatkan. Selain itu
sumber daya manusia (SDM) harus lebih reaktif,” tuturnya kemarin.

Dalam situasi ini, Tiongkok juga melakukan
pengawasan bagi mereka yang akan keluar dari wilayahnya. Mereka yang akan
keluar dari Tiongkok harus melalui pemeriksaan. Yang sehat maka akan diberikan
sertifikat.

Di Indonesia, selain siaga di pintu masuk
negara, laboratorium juga disiagakan. Bahkan ketika Tiongkok menyatakan wabah
pada akhir Desember lalu. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan
Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Kemenkes Vivi Setiawaty
mengungkapkan bahwa alat pemeriksaan di laboratoriumnya mumpuni. ”Testing kit
untuk virus tersebut sudah ada. Sejak kasus ini ada sudah ada panduan
pemeriksaan dari WHO,” ujarnya.(sha/jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru