Gunung terakhir kami lewati. Sepanjang jalan tidak ada yang berlubang. Kemulusan aspalnya setara dengan jalan aspal non tol di Indonesia. Hanya sebagian aspalnya bergelombang, terlalu banyak truk gandeng kelebihan muatan.
AWALNYA saya ingin jalan darat: dari Addis Ababa ke Makelle. Memang perlu waktu 12 jam, tapi akan bisa lebih banyak melihat berbagai wilayah di Ethiopia.
KELUAR dari bandara Makelle, saya tolah-toleh: yang mana yang menjemput saya. Semuanya hitam. Semuanya keriting. Semuanya seperti belum mandi selama tiga hari.
Ruteng dan Bajawa mengubah pikiran saya tentang Flores. Addis Ababa mengubah kesan saya tentang Afrika. Dulu, sebelum ke Ruteng dan Bajawa, Flores itu gersang. Tandus. Panas. Kerontang. Ternyata belahan baratnya seindah Bali. Bahkan lebih sejuk.
Akhirnya saya kabur juga: ke Ethiopia. Saya tinggalkan istri dan cucu di Makkah dengan air mata. Air mata istri. Apa boleh buat. Toh ada Mas Bajuri, Inul Daratista, dan tim mereka. Istri dan cucu bisa pulang ke Jakarta bersama mereka.
Awalnya saya yang ge-er: Inul ikut di rombongan umrah ini karena ada saya di situ. Salah besar. Ternyata Inul sendiri kenal baik dengan pemilik travel Bakkah: Ahmad Bajuri.
Di Madinah ternyata tidak bisa sepenuhnya ibadah. Juga harus menulis artikel ini –kalau menulis tidak termasuk ibadah. Sudah tidak bisa ibadah, tidak menerima bayaran pula. Ini bukan mengeluh –kalau mengeluh bahkan kian tidak dapat pahala.
Pun sampai di kereta cepat Jeddah-Madinah. Yang seru dibicarakan masih "dua satu" itu. Dua topik dari satu pidato. Anda sudah tahu: dua-satu itu terjadi di acara ulang tahun partai penguasa kemarin dulu: Gerindra.