Site icon Prokalteng

Gagas Konsultan Perkawinan untuk Atasi Perceraian

gagas-konsultan-perkawinan-untuk-atasi-perceraian

ANGKA perceraian masih tinggi. Pasangan saat akan menikah kerap tidak mengantisipasi masalah yang kelak terjadi ketika sudah berumah tangga. Masalah kecil pun menjadi besar dan berujung pada perpisahan. Konsultan perkawinan hadir untuk mengantisipasi hal itu.

TINGGINYA angka perceraian mendorong Elok Dwi Kadja membuka konsultasi perkawinan. Perempuan 34 tahun yang berprofesi sebagai advokat itu ingin turut serta menekan angka perceraian yang terus meningkat. Bersama rekan-rekan psikolog dan notaris, dia berupaya mengedukasi pasangan yang akan menikah ataupun pasangan suami istri mengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi ketika berumah tangga.

’’Menikah tidak hanya menyatukan hati dua orang laki-laki dan perempuan yang berbeda. Tetapi, juga menyatukan dua keluarga yang memiliki latar belakang berbeda. Ini yang kami tekankan kepada pasangan supaya mereka melek hukum mengenai risiko yang akan dihadapi ketika memasuki perkawinan,’’ ujar Elok, Jumat (11/6).

Konsultan perkawinan itu memberikan edukasi tentang ekonomi, perilaku dan perubahan perilaku pasangan ketika sudah menikah, serta perilaku keluarga pasangan.

Perekonomian menjadi perhatian yang pertama karena sering kali sebagai penyebab prahara rumah tangga yang berujung perceraian. ’’Tingkat perceraian tertinggi, penyebabnya ekonomi,’’ katanya.

Menurut dia, perjanjian perkawinan menjadi solusi untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang terjadi selama pernikahan. Suami maupun istri saling sepakat terlebih dahulu sehingga sudah siap ketika kelak terjadi permasalahan. Ibaratnya, sedia payung sebelum hujan. ’’Ketika ada perjanjian kawin, pasangan akan tahu risiko di awal, hak dan kewajiban masing-masing. Dengan begitu, ketika sudah menikah, tidak ada yang merasa dirugikan oleh pasangannya,’’ tuturnya.

Banyak yang bisa diatur dalam perjanjian kawin. Mulai pemisahan harta, pemisahan utang, pengelolaan keuangan, kebutuhan anak, solusi ketika pasangan tidak bisa menghasilkan keturunan, hingga solusi ketika salah satu pasangan ketahuan selingkuh. Perjanjian itu dibuat sesuai kebutuhan masing-masing pasangan berdasar kesepakatan mereka.

’’Misalnya, nanti muncul pihak ketiga di rumah tangga atau setelah menikah tidak punya anak, solusinya bagaimana. Hal-hal seperti ini yang sering luput dari persiapan calon pasangan,’’ katanya.

Selama ini calon pasangan suami istri masih kerap menganggap tabu potensi-potensi masalah yang kelak terjadi, seperti keuangan. ’’Ini nanti yang menjadi bumerang ketika tidak dibicarakan di awal. Pernikahan terasa indah di awal ketika belum terjadi masalah,’’ ujarnya.

Perjanjian perkawinan bukan satu-satunya cara untuk mengantisipasi perceraian. Elok juga membuka konsultasi pasangan suami istri yang sudah di ambang perceraian. Pasangan akan dimediasi untuk mencari tahu permasalahan yang sebenarnya serta membahas risiko ketika bercerai.

’’Kalaupun mereka nanti harus cerai, setidaknya gesekan yang akan terjadi diminimalkan,’’ ucapnya.

Upaya itu berhasil. Sebagian pasangan batal bercerai setelah dimediasi. Tidak sedikit di antara mereka yang mempertimbangkan masa depan anak. ’’Karena yang jadi korban perceraian pasti anak. Ini yang selalu kami sampaikan. Kami rekonsiliasi dan mereka tidak jadi cerai,’’ ungkapnya.

Sementara itu, berdasar data Pengadilan Agama (PA) Surabaya, selama Januari hingga Mei ini ada 2.454 perkara perceraian. Penyebab utamanya adalah pertengkaran yang dipicu masalah perekonomian. Dari awalnya masalah kecil menjadi besar dan sulit diselesaikan sehingga berujung perceraian.

’’Bisa jadi karena salah satu pihak atau keduanya belum matang dalam pernikahan. Tapi, kami tidak melihat itu. Kami melihat keadaan dan kondisi saat itu sudah karut-marut, bertengkar, dan tidak harmonis sehingga cerai dikabulkan,’’ ujar Humas PA Surabaya Wachid Ridwan.

Exit mobile version