26.2 C
Jakarta
Saturday, October 25, 2025

Generasi Digital Terjebak Doom Scrolling, Ini Dampak dan Cara Mengatasinya

PROKALTENG.CO-Fenomena doom scrolling atau kebiasaan menelusuri berita negatif secara terus-menerus di media sosial kini menjadi perhatian serius para ahli kesehatan mental. Aktivitas ini sering dilakukan tanpa disadari oleh pengguna gawai, khususnya kalangan muda yang sangat aktif di dunia digital.

Kebiasaan doom scrolling dipicu oleh rasa ingin tahu berlebihan terhadap informasi terkini, terutama yang bersifat sensasional atau menakutkan. Paparan berulang terhadap berita semacam itu dapat menimbulkan kecemasan, stres, hingga gangguan tidur karena otak terus-menerus menerima rangsangan negatif tanpa waktu untuk beristirahat.

“Ketika seseorang terus mengonsumsi berita buruk, otak akan memproduksi hormon stres seperti kortisol. Dalam jangka panjang, hal ini berdampak pada menurunnya fokus, motivasi, dan kesehatan emosional,” ujarnya.

Baca Juga :  Aisyah Thisia Agustiar Sabran: Majukan Pramuka, Cetak Generasi Unggul

Para pakar menyarankan masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Pembatasan waktu penggunaan gawai, seleksi terhadap sumber informasi, serta pengalihan aktivitas ke kegiatan yang lebih menenangkan seperti membaca buku, berolahraga, atau berinteraksi langsung dengan orang lain menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan mental.

Fenomena ini menjadi peringatan bahwa keseimbangan antara aktivitas digital dan kehidupan nyata mutlak diperlukan. Di tengah arus informasi tanpa batas, menjaga kendali diri menjadi kunci utama untuk melindungi kesehatan mental di era modern. (wfq/fir/jpg)

 

PROKALTENG.CO-Fenomena doom scrolling atau kebiasaan menelusuri berita negatif secara terus-menerus di media sosial kini menjadi perhatian serius para ahli kesehatan mental. Aktivitas ini sering dilakukan tanpa disadari oleh pengguna gawai, khususnya kalangan muda yang sangat aktif di dunia digital.

Kebiasaan doom scrolling dipicu oleh rasa ingin tahu berlebihan terhadap informasi terkini, terutama yang bersifat sensasional atau menakutkan. Paparan berulang terhadap berita semacam itu dapat menimbulkan kecemasan, stres, hingga gangguan tidur karena otak terus-menerus menerima rangsangan negatif tanpa waktu untuk beristirahat.

“Ketika seseorang terus mengonsumsi berita buruk, otak akan memproduksi hormon stres seperti kortisol. Dalam jangka panjang, hal ini berdampak pada menurunnya fokus, motivasi, dan kesehatan emosional,” ujarnya.

Baca Juga :  Aisyah Thisia Agustiar Sabran: Majukan Pramuka, Cetak Generasi Unggul

Para pakar menyarankan masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Pembatasan waktu penggunaan gawai, seleksi terhadap sumber informasi, serta pengalihan aktivitas ke kegiatan yang lebih menenangkan seperti membaca buku, berolahraga, atau berinteraksi langsung dengan orang lain menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan mental.

Fenomena ini menjadi peringatan bahwa keseimbangan antara aktivitas digital dan kehidupan nyata mutlak diperlukan. Di tengah arus informasi tanpa batas, menjaga kendali diri menjadi kunci utama untuk melindungi kesehatan mental di era modern. (wfq/fir/jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru

/