Site icon Prokalteng

Hipospadia Butuh Dua Kali Operasi

hipospadia-butuh-dua-kali-operasi

PENANGANAN kelainan hipospadia
sudah sering dilakukan di RSUD dr Soetomo. Hipospadia adalah kondisi muara
uretra eksternal (MUE) atau lubang kencing tidak berada pada posisi yang
normal. Tak jarang, pada hipospadia jenis tertentu, mereka yang mengalaminya
dikira perempuan.

Lubang kencing yang normal
berada di ujung uretra. Sementara itu, bagi mereka yang mengalami hipospadia,
lubang kencing bisa berada di tengah maupun pangkal.

Hipospadia sebenarnya cukup
ditangani dengan operasi yang dilakukan dokter spesialis bedah plastik.
Namun, karena hipospadia sering berkaitan dengan disiplin ilmu lainnya, operasi
tersebut biasanya dibantu dokter spesialis bedah anak, bedah urologi, dan
psikiater Kasus di RSUD dr Soetomo datang dari banyak daerah. Biasanya
operasi dilaksanakan saat penderita masih anak-anak. Penanganan kasus semacam
itu juga ditanggung BPJS.

Menurut Prof Dr dr Djohansjah
Marzoeki SpB SpBPRE (K), ada beberapa tipe hipospadia. Yang paling parah adalah
hipospadia tipe perineal. Yakni, lubang kencing tidak berada pada tempat yang
benar. Biasanya di selangkangan. Kondisi tersebut membuat skrotum terbelah
menjadi dua. Pada mereka yang mengalami kelainan itu, sering kali terlihat
tidak ada saluran kencing. ”Inilah yang membuat penderitanya sering dianggap
sebagai perempuan,” kata dia.

Selain tipe perineal, ada tipe
glandular, koronal, penil, dan penuskrotal. Karakter tipe-tipe tersebut
berbeda. Umumnya terkait tempat lubang kencing.

Hipospadia ditangani dengan
dua kali operasi. Operasi pertama dilakukan untuk membuang jaringan.
Selanjutnya, operasi kedua dilaksanakan untuk merekonstruksi lubang kencing.
Tujuannya, lubang itu berada di posisi yang benar. ”Biasanya jeda waktu operasi
pertama dan kedua sekitar enam bulan jika tidak ada penghambat. Operasi
hipospadia tipe perineal biasanya lebih dari dua kali,” tuturnya.

Menurut dr Bambang Wicaksono
SpBP-RE, umumnya hipospadia bisa didiagnosis segera setelah bayi dilahirkan.
Diagnosis itu bisa dilakukan melalui pemeriksaan fisik pada penis. Tetapi,
hipospadia yang parah membutuhkan pemeriksaan lebih mendetail.

”Karena itu, dokter akan
menganjurkan penderita untuk menjalani tes kromosom dan pemindaian kelamin,”
jelas Bambang. Apalagi bila yang dioperasi merupakan penderita hipospadia tipe
perineal yang sejak lahir dikira perempuan.

Mengetes kromosom bisa melalui
pengambilan darah. Diobservasi hingga ditemukan kromosom XY. Agar lebih akurat,
bisa juga dilakukan tes selaput lendir saluran pencernaan dan pengambilan
sperma.

Jika lubang kencing terletak
sangat dekat dengan lokasi yang seharusnya dan bentuk penis tidak melengkung,
penanganan medis secara khusus mungkin tidak diperlukan. Namun, jika lubang
kencing berada jauh dari lokasi yang seharusnya, operasi pemindahan lubang kencing
perlu dilakukan.

”Kalau tidak dioperasi, bisa
mengganggu pertumbuhan alat kelamin dan proses buang air kecil yang wajar
sebagai laki-laki. Selain itu, mengganggu psikologis anak dan keluarga. Sebab,
seseorang yang mengalami hipospadia sering dikira perempuan,” kata Bambang.

Operasi tersebut bisa dijalani
kapan saja. Namun, masa idealnya saat anak berusia 4 bulan hingga 1,5 tahun.
Dalam prosedur itu, dokter bedah akan memosisikan uretra pada lokasi yang
seharusnya.

Bambang menjelaskan, belum ada
penelitian terkait angka kejadian hipospadia di Indonesia. Namun, kasus
hipospadia sudah ditemukan di beberapa daerah. Akibat kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai kelainan itu, tidak banyak kasus yang bisa ditangani di
rumah sakit.(jpc)

 

 

Exit mobile version