33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Kisah Pasien Covid-19 di AS yang Alami Demam Kronis Selama 344 Hari

PROKALTENG.CO
– Seorang guru pre-school Oregon, Portland, Amerika Serikat, bernama Amy Watson
mengalami demam kronis selama 344 hari. Hampir setahun setelah dia didiagnosis
dengan Covid-19. Hingga kini dia masih menderita gejala yang dialami.

Selain
demam, Watson mengatakan kepada Insider bahwa dia masih mengalami kelelahan
kronis, ‘kabut otak’, migrain hebat, masalah gastrointestinal, dan nyeri tubuh
yang parah. Guru berusia 47 tahun, yang tidak memiliki kondisi kesehatan yang
mendasarinya sebelum tertular virus itu, juga mengalami takikardia (gangguan
jantung). Dia mengatakan setiap kali dia melangkah di bawah pancuran air, detak
jantungnya mencapai lebih dari 100 detak per menit.

“Ini
benar-benar menantang. Saya tidak ingin orang tahu dari pengalaman pribadi saya
seperti apa,” kata Watson kepada Insider.

Dilansir
dari Science Alert, Senin (22/2), Watson adalah salah satu kelompok korban
Covid-19 berkepanjangan yang terus berkembang, atau yang disebut
‘long-haulers’. Tubuhnya telah dilemahkan oleh virus yang hanya sedikit
diketahui.

Watson
mengatakan bahwa, usaha menemukan perawatan untuk mengobati semua kondisinya
itu telah membuatnya frustrasi. Dan dia sangat sering merasa tak dipercaya oleh
profesional perawatan kesehatan.

Baca Juga :  Bisakah Corona Menyebar Lewat Asap Rokok? Ini Pendapat Dokter Ahli Pen

“Ketika
kami pergi ke dokter dan memberi tahu bahwa gejala kami cukup parah mereka
tidak mau membuang-buang waktu. Dan itu cukup membingungkan sebagai pasien,”
lanjut Watson.

“Orang-orang
hanya perlu memahami. Kami ingin menjadi lebih baik dan kembali ke kehidupan
kami dan mudah-mudahan tidak ada sebagian besar populasi yang mengalami efek
permanen akibat penyakit ini,” tambahnya.

Tetapi
sekarang, klinik pasca-pemulihan long-Covid seperti Watson sudah mulai banyak
beroperasi. Menurut sebuah penelitian CDC yang diterbitkan pada musim panas,
sekitar 1 dari 3 orang dengan Covid-19 akan memiliki gejala yang berlangsung
lebih lama dari biasanya dua minggu.

Gejalanya
dapat bervariasi dari batuk yang sedang berlangsung hingga paru-paru yang
terluka. Tidak hanya memengaruhi orang yang harus dirawat di rumah sakit dengan
Covid-19 tetapi juga mereka yang memiliki kasus yang lebih ringan.

Pusat
perawatan pasca-Covid bertujuan untuk menyatukan tim ahli dari berbagai
spesialisasi untuk mengatasi semua masalah luas yang dihadapi para pengidap
berkepanjangan. Salah satu klinik pertama adalah Rumah Sakit Mount Sinai di New
York City. Dan telah merawat 1.500 orang sejak dibuka pada Mei.

Baca Juga :  Tes Lampaui Target, Kasus Baru Covid-19 Tambah 3.356 Orang

“Tujuan
dari pusat ini adalah untuk mengisi kekosongan pasien yang ingin mencari
perawatan, yang merasa frustrasi, khawatir untuk perawatan yang tepat,” kata Ahli
Jantung dr. Ruwanthi Titao.

Lalu
banyak penderita long-Covid, terutama mereka yang dirawat di rumah sakit,
mengalami depresi atau, dalam beberapa kasus, gangguan stres pascatrauma
(PTSD). Salah satunya dialami kasus Heather-Elizabeth Brown, seorang pelatih
perusahaan berusia 36 tahun dari Detroit, Michigan, yang harus memakai
ventilator pada bulan April setelah pneumonia yang disebabkan oleh virus Korona
menyebabkan paru-parunya gagal. Brown, yang mengalami koma selama 31 hari,
mengatakan pengalamannya membuat trauma.

“Saya
ingat saya menulis surat wasiat saya di atas serbet dan menaruhnya di salah
satu sepatu bot saya dan memastikan. Saya hanya tidak tahu pada saat itu apakah
saya akan keluar hidup-hidup,” katanya.

PROKALTENG.CO
– Seorang guru pre-school Oregon, Portland, Amerika Serikat, bernama Amy Watson
mengalami demam kronis selama 344 hari. Hampir setahun setelah dia didiagnosis
dengan Covid-19. Hingga kini dia masih menderita gejala yang dialami.

Selain
demam, Watson mengatakan kepada Insider bahwa dia masih mengalami kelelahan
kronis, ‘kabut otak’, migrain hebat, masalah gastrointestinal, dan nyeri tubuh
yang parah. Guru berusia 47 tahun, yang tidak memiliki kondisi kesehatan yang
mendasarinya sebelum tertular virus itu, juga mengalami takikardia (gangguan
jantung). Dia mengatakan setiap kali dia melangkah di bawah pancuran air, detak
jantungnya mencapai lebih dari 100 detak per menit.

“Ini
benar-benar menantang. Saya tidak ingin orang tahu dari pengalaman pribadi saya
seperti apa,” kata Watson kepada Insider.

Dilansir
dari Science Alert, Senin (22/2), Watson adalah salah satu kelompok korban
Covid-19 berkepanjangan yang terus berkembang, atau yang disebut
‘long-haulers’. Tubuhnya telah dilemahkan oleh virus yang hanya sedikit
diketahui.

Watson
mengatakan bahwa, usaha menemukan perawatan untuk mengobati semua kondisinya
itu telah membuatnya frustrasi. Dan dia sangat sering merasa tak dipercaya oleh
profesional perawatan kesehatan.

Baca Juga :  Bisakah Corona Menyebar Lewat Asap Rokok? Ini Pendapat Dokter Ahli Pen

“Ketika
kami pergi ke dokter dan memberi tahu bahwa gejala kami cukup parah mereka
tidak mau membuang-buang waktu. Dan itu cukup membingungkan sebagai pasien,”
lanjut Watson.

“Orang-orang
hanya perlu memahami. Kami ingin menjadi lebih baik dan kembali ke kehidupan
kami dan mudah-mudahan tidak ada sebagian besar populasi yang mengalami efek
permanen akibat penyakit ini,” tambahnya.

Tetapi
sekarang, klinik pasca-pemulihan long-Covid seperti Watson sudah mulai banyak
beroperasi. Menurut sebuah penelitian CDC yang diterbitkan pada musim panas,
sekitar 1 dari 3 orang dengan Covid-19 akan memiliki gejala yang berlangsung
lebih lama dari biasanya dua minggu.

Gejalanya
dapat bervariasi dari batuk yang sedang berlangsung hingga paru-paru yang
terluka. Tidak hanya memengaruhi orang yang harus dirawat di rumah sakit dengan
Covid-19 tetapi juga mereka yang memiliki kasus yang lebih ringan.

Pusat
perawatan pasca-Covid bertujuan untuk menyatukan tim ahli dari berbagai
spesialisasi untuk mengatasi semua masalah luas yang dihadapi para pengidap
berkepanjangan. Salah satu klinik pertama adalah Rumah Sakit Mount Sinai di New
York City. Dan telah merawat 1.500 orang sejak dibuka pada Mei.

Baca Juga :  Tes Lampaui Target, Kasus Baru Covid-19 Tambah 3.356 Orang

“Tujuan
dari pusat ini adalah untuk mengisi kekosongan pasien yang ingin mencari
perawatan, yang merasa frustrasi, khawatir untuk perawatan yang tepat,” kata Ahli
Jantung dr. Ruwanthi Titao.

Lalu
banyak penderita long-Covid, terutama mereka yang dirawat di rumah sakit,
mengalami depresi atau, dalam beberapa kasus, gangguan stres pascatrauma
(PTSD). Salah satunya dialami kasus Heather-Elizabeth Brown, seorang pelatih
perusahaan berusia 36 tahun dari Detroit, Michigan, yang harus memakai
ventilator pada bulan April setelah pneumonia yang disebabkan oleh virus Korona
menyebabkan paru-parunya gagal. Brown, yang mengalami koma selama 31 hari,
mengatakan pengalamannya membuat trauma.

“Saya
ingat saya menulis surat wasiat saya di atas serbet dan menaruhnya di salah
satu sepatu bot saya dan memastikan. Saya hanya tidak tahu pada saat itu apakah
saya akan keluar hidup-hidup,” katanya.

Terpopuler

Artikel Terbaru