PROKALTENG.CO – Masyarakat diimbau lebih waspada dalam memilih beras, menyusul temuan beras oplosan yang mengandung zat berbahaya seperti klorin. Tak hanya menurunkan kualitas pangan, beras yang dicampur bahan kimia berpotensi memicu gangguan serius pada organ hati dan ginjal.
Praktik mencampur beras premium dengan jenis yang lebih murah kian marak. Namun yang lebih mengkhawatirkan, muncul dugaan sejumlah beras juga dicampur bahan kimia seperti pemutih. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang, hal ini dapat membahayakan kesehatan.
Beras yang seharusnya menjadi sumber energi utama bagi tubuh, justru bisa membahayakan kesehatan bila sudah dioplos dengan bahan kimia. Salah satunya klorin yang biasa digunakan sebagai pemutih. Selain itu, kandungan gizinya juga bisa rusak.
’’Biasanya ditemukan bahan pemutih seperti klorin atau pemutih. Zat-zat asing ini bisa menyebabkan gangguan pencernaan, alergi kulit, bahkan merusak fungsi hati dan ginjal. Karena hati dan ginjal bekerja keras menyaring dan membuang zat toksik yang masuk ke tubuh,’’ jelas Pakar Gizi Melliana Eka Cahyani, S.Tr.Gz.
Dalam jangka panjang, konsumsi beras oplosan yang mengandung pewarna non-food grade dan pemutih akan bersifat karsinogenik alias zat yang memicu pertumbuhan kanker.
Meskipun pewarna makanan diizinkan dalam jumlah tertentu, penggunaannya dalam beras sangat tidak disarankan.
’’Berdasar BPOM, khusus beras tidak boleh ada tambahan pewarna maupun pewangi,’’ lanjut ahli gizi Healthy Go dan Gizi Nusantara itu.
Mencuci Beras Tak Cukup Hilangkan Zat Kimia
Dampak negatif yang muncul dari beras berpemutih bisa berbeda-beda, tergantung kondisi tubuh masing-masing orang.
’’Ada yang langsung muntah, mual, atau muncul reaksi alergi. Itu sudah dikategorikan sebagai gejala akut ringan akibat paparan zat asing,’’ ungkap Melliana.
Karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih waspada dan jeli saat memilih beras.
Lalu, apakah mencuci dan memasak beras bisa menghilangkan zat kimia yang menempel? Menurut Melliana, hal tersebut hanya akan mengurangi kadar zat berbahaya, bukan menghilangkannya sepenuhnya.
’’Zat seperti klorin mungkin bisa larut sebagian dengan pencucian berulang. Tapi kalau sudah terserap ke dalam butiran beras, itu sulit dihilangkan,’’ tuturnya.
Beras Aman Tidak Mengkilap dan Tak Beraroma Tajam
Untuk membedakan beras yang aman dikonsumsi, Melliana menyebut ada beberapa ciri fisik yang bisa diperhatikan.
’’Beras alami cenderung berwarna putih pudar, krem, atau kekuningan tergantung varietas dan proses penggilingan. Jika beras terlalu putih mengkilap, bisa dicurigai dipoles atau diberi pemutih,’’ paparnya.
Beras berpemutih terkadang juga memiliki aroma menyengat seperti parfum pandan, yang seharusnya tidak dimiliki oleh beras biasa, kecuali varietas khusus seperti Pandan Wangi.
Tekstur juga bisa menjadi petunjuk. Jika saat digigit teksturnya terasa tidak wajar, misalnya terlalu keras seperti plastik atau karet, ada kemungkinan beras tersebut mengandung zat tambahan atau tercampur bahan asing.
’’Itu bisa dicurigai sebagai beras yang tidak alami,’’ katanya.
Beras Patah dan Berkutu Belum Tentu Bahaya
Di luar persoalan oplosan, beras dengan bentuk tidak utuh atau mengandung kutu belum tentu membahayakan.
’’Itu bisa disebabkan oleh cara penyimpanan, waktu simpan yang lama, atau kondisi panen. Selama tidak terkontaminasi bahan kimia atau jamur, tetap aman dikonsumsi, walaupun kualitas organoleptik dan gizinya bisa menurun,’’ paparnya.
Sebagai catatan, beras merupakan sumber karbohidrat kompleks utama bagi tubuh. Dalam 100 gram beras mengandung sekitar 2–3 gram protein, mikronutrien, vitamin B kompleks, vitamin B9 untuk kesehatan saraf, serta mineral penting seperti selenium, magnesium, dan fosfor.
’’Beras juga mengandung serat untuk lancarkan pencernaan dan menjaga kadar kolesterol tetap normal,’’ imbuhnya. (jpg)