SAAT seseorang divonis
kanker seolah merasa dunianya akan berakhir. Memang tren penyakit tidak menular
termasuk kanker saat ini semakin besar risikonya seiring dengan budaya gaya
hidup masyarakat yang kurang sehat seperti kurang beraktivitas fisik, merokok,
diet tidak seimbang dan seterusnya.
Mengutip GLOBOCAN angka kejadian kanker di
Indonesia terus meningkat, baik dari angka kasus baru maupun kematian akibat
kanker. Jika pada 2018 angka kasus baru tercatat 348.809, maka di tahun 2020
menjadi 396.914. Angka kematian akibat kanker pada 2018 sebesar 207.210 juga
meningkat menjadi 234.511 kasus. Baik angka kasus baru maupun angka kematian
akibat kanker meningkat sekitar 8,8 persen hanya dalam waktu 2 tahun.
Dampak kanker bukan hanya terhadap pasien,
tetapi juga kepada keluarga, seperti anak-anak kehilangan kesempatan tumbuh
didampingi ibu dan atau terkendala mendapat ASI dan pengasuhan optimal dan
berkualitas, serta kesulitan finansial akibat pencari nafkah (ayah atau ibu)
sakit atau meninggal. Secara lebih luas penyakit kanker berdampak terhadap
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dan negara.
Organisasi pasien kanker Indonesian Cancer
Information and Support Center Association (CISC) menjelaskan kanker memang
sudah menjadi masalah nasional. Perlu upaya bersama untuk membantu pasien
kanker agar tidak merasa sendirian dalam menghadapi penyakitnya. Selain itu,
perlu upaya bersama pula untuk membuka kesadaran masyarakat agar angka kasus
dan kematian akibat kanker dapat menurun.
Menurut Psikolog Yohana Domikus baik pasien
kanker maupun organisasi pasien kanker harus memahami istilah No Mager, No
Baper. Istilah Mager adalah singkatan dari ‘malas gerak’, sedangkan Baper
singkatan dari ‘bawa perasaan’. No Mager bagi seorang pasien berarti dia harus
selalu bergerak, berupaya melakukan pengobatan untuk kankernya. No Baper
berarti pasien mau menyingkirkan perasaan negatif yang seringkali melanda saat
melakukan terapi, seperti rasa sedih, pesimistik, sensitif, letih, atau jenuh.
“Perasaan seperti ini jika terlalu diikuti
akan menghalangi pasien meraih kesembuhan,†tegasnya dalam webinar baru-baru
ini.
Yohana menambahkan, mental No Mager, No Baper
juga penting bagi sebuah organisasi pasien kanker. Dengan mental tersebut akan
membuat sebuah organisasi kanker terus berupaya memberikan inspirasi melalui
berbagai kegiatan kreatif untuk membagikan informasi penting mengenai
pengobatan kanker.
“Sekaligus melakukan usaha nyata membantu
pasien kanker dan membuka kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap kanker
serta hidup sehat,†jelasnya.
Menurut Ahli Onkologi dr. Ronald A. Hukom,
MHSc, SpPD KHOM, FINASIM, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bergabung
dengan kelompok pendukung dapat meningkatkan kualitas hidup dan mungkin bisa
meningkatkan angka survival. Menurutnya, banyak pasien kanker menerima dukungan
dari teman dan keluarga.
“Namun alasan nomor satu mereka bergabung
dengan kelompok pendukung pasien/organisasi pasien adalah keinginan untuk bisa
bersama orang lain yang juga mengalami kanker,“ ujarnya.
Dirinya mengharapkan organisasi pasien dapat
turut membantu pasien kanker menerima informasi umum yang memadai tentang
penyakit mereka, kemungkinan intervensi terapi yang ada, harapan dan manfaat
serta risiko yang diketahui dari pilihan pengobatan tertentu.
Sesuai ketentuan dari berbagai organisasi
kanker utama dunia di Eropa dan Amerika (misalnya, American Society of Clinical
Oncology, European Society for Medical Oncology, American Society for Radiation
Oncology, Society of Surgical Oncology), perawatan kanker yang optimal sejak
beberapa puluh tahun terakhir sudah harus dilaksanakan oleh tim yang mencakup
keahlian multidisiplin, yang biasanya terdiri dari dokter ahli onkologi medik,
ahli onkologi bedah, ahli onkologi radiasi, ahli radiologi, ahli patologi, ahli
perawatan paliatif, serta perawat onkologi dan pekerja sosial.
“Pasien juga perlu dibantu untuk memiliki
akses ke konsultasi kebutuhan psikososial, nutrisi, dan lainnya,†ujar dr.
Ronald.