26.7 C
Jakarta
Tuesday, November 18, 2025

Jika Seorang Suami Mulai Mengeluh, Kemungkinan Besar Pernikahannya Sedang Merosot

Setiap pasangan tentu pernah merasa jengkel atau tidak puas terhadap hal-hal kecil dalam rumah tangga.  Mengeluh adalah hal wajar, bahkan bisa menjadi sarana untuk melepaskan emosi.

Namun, ketika keluhan suami berubah menjadi pola berulang yang menyasar hal-hal mendasar dalam pernikahan, di situlah tanda bahaya mulai terlihat.

Psikolog pernikahan John Gottman menjelaskan bahwa keluhan sebaiknya dijadikan sarana komunikasi yang sehat: mengutarakan perasaan, menyebutkan situasi spesifik, dan meminta pasangan melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

Sayangnya, tidak semua pasangan mampu mengelola keluhan dengan cara konstruktif. Jika seorang suami mulai mengeluh tentang 11 hal berikut ini, kemungkinan besar pernikahannya sedang merosot.

Mari kita bahas satu per satu secara mendalam, dilansir dari laman Your Tango.

  1. Kurangnya Ikatan Emosional

Ikatan emosional adalah pondasi pernikahan. Tanpa adanya kedekatan batin, hubungan mudah retak meski dari luar terlihat baik-baik saja.

Banyak suami yang mengeluh bahwa mereka tidak lagi merasa “nyambung” dengan istrinya. Mereka merasa tidak didengarkan, tidak dimengerti, bahkan kehilangan rasa aman untuk membuka diri.

Menurut pelatih kehidupan Wayne Parker, pasangan yang saling melindungi dari rasa sakit hati cenderung membangun keintiman emosional yang kuat. Jika seorang suami mengeluh tentang hal ini, bisa jadi ia merasa sendirian dalam pernikahannya.

Sinyal bahaya: ketika kehangatan digantikan oleh jarak emosional, hubungan mulai kehilangan daya tahannya.

  1. Tidak Merasa Dihargai

Setiap orang butuh validasi dan penghargaan, terutama dari pasangan hidupnya. Suami yang sering berkata, “Aku merasa tidak dianggap,” sebenarnya sedang mengekspresikan luka batin yang dalam.

Bisa jadi ia merasa hanya dianggap sebagai mesin pencetak uang, atau usahanya membantu keluarga tidak pernah dilihat. Penulis kesehatan Jenna Fletcher menegaskan bahwa rasa tidak dihargai bisa merusak harga diri seseorang dan menimbulkan kebencian.

Dampak jangka panjang: suami yang terus merasa diabaikan akan kehilangan motivasi untuk memberi yang terbaik dalam pernikahan.

  1. Istri Boros atau Tidak Bijak Mengatur Keuangan

Masalah keuangan adalah salah satu pemicu perceraian terbesar. Ketika suami mulai mengeluh istrinya terlalu boros, itu bisa berarti ada ketidakselarasan dalam visi finansial rumah tangga.

Baca Juga :  Cegah Keributan, Polisi Berikan Solusi Permasalahan Rumah Tangga

Pakar keuangan James McWhinney menyarankan pasangan untuk menyamakan persepsi tentang pengeluaran dan tujuan jangka panjang. Tanpa kesepakatan, perbedaan cara mengelola uang bisa menjadi bom waktu dalam pernikahan.

Tanda peringatan: jika suami tidak lagi percaya bahwa istrinya bisa bijak dalam finansial, rasa aman dalam rumah tangga ikut hilang.

  1. Minimnya Waktu Berkualitas Bersama

Kebersamaan adalah bahan bakar hubungan. Suami yang mengeluh tidak punya cukup waktu dengan istrinya sedang mengisyaratkan kesepian.

Menurut terapis keluarga Marina Edelman, waktu berkualitas diperlukan untuk menyelesaikan konflik, berbagi tujuan, dan menciptakan kebahagiaan. Jika pasangan terus sibuk dengan pekerjaan, anak, atau urusan lain, suami bisa merasa tidak penting lagi dalam hidup istrinya.

Efeknya: hubungan terasa hambar dan kehilangan keintiman.

  1. Merasa Seperti Pilihan Kedua

Banyak suami yang diam-diam merasa tersisih. Mereka merasa istrinya lebih memilih anak, pekerjaan, atau bahkan teman dibanding dirinya.

Psikoterapis Sharon Martin menegaskan bahwa perasaan ini sering menimbulkan kesepian yang mendalam. Suami merasa tidak dilihat, tidak diutamakan, dan tidak dicintai sebagaimana mestinya.

Bahaya: jika dibiarkan, perasaan ini bisa berubah menjadi kemarahan tersembunyi yang merusak hubungan dari dalam.

  1. Istri Selalu Salah di Matanya

Ketika suami mulai mengeluh bahwa semua hal yang dilakukan istrinya salah—entah cara memasak, mengurus anak, atau mengatur rumah—itu lebih dari sekadar kritik. Itu tanda frustrasi.

Psikolog Ellie Lisitsa mengingatkan bahwa kritik berlebihan adalah salah satu “Empat Penunggang Kuda” penghancur pernikahan. Di balik setiap keluhan, sebenarnya ada harapan yang tidak terpenuhi. Namun, jika suami hanya fokus pada kesalahan, pernikahan bisa benar-benar hancur.

  1. Komunikasi yang Buruk

Komunikasi adalah jantung pernikahan. Tanpanya, hubungan hanya berjalan di atas asumsi dan kesalahpahaman.

 

Penelitian dalam Journal of Marriage and Family menemukan bahwa pasangan dengan komunikasi positif dan efektif cenderung lebih bahagia. Sebaliknya, komunikasi yang buruk membuat suami merasa terasing dan memicu keluhan berulang.

Intinya: tanpa komunikasi yang sehat, cinta tidak akan bertahan lama.

  1. Kehilangan Kesenangan Bersama

Rumah tangga bukan hanya soal tanggung jawab, tetapi juga tentang menikmati hidup bersama. Jika suami merasa tidak ada lagi kebahagiaan atau momen menyenangkan, ia bisa merasa pernikahannya kehilangan makna.

Baca Juga :  7 Perilaku Perempuan yang Terlalu Menuntut dalam Hubungan

Profesor psikologi David Ludden menjelaskan bahwa setiap hubungan punya “baseline kebahagiaan”. Namun, jika kesenangan sama sekali hilang, hubungan bisa terasa seperti beban.

Gejala: suami lebih memilih berada di luar rumah daripada menghabiskan waktu bersama istrinya.

  1. Semua Perhatian Tercurah untuk Anak

Memang benar anak adalah prioritas, tetapi pernikahan tetap harus menjadi fondasi. Jika semua energi dan kasih sayang hanya dicurahkan untuk anak, suami bisa merasa dilupakan.

Psikolog Donna Novak menyarankan agar pasangan tetap memprioritaskan hubungan suami-istri. Karena, ketika pernikahan sehat, anak-anak pun akan tumbuh dengan lebih bahagia.

Risiko: suami merasa seperti “orang luar” dalam keluarganya sendiri.

  1. Istri Terlalu Kritis

Kritik yang membangun bisa membantu, tetapi kritik yang terus-menerus hanya melukai. Jika suami sering mengeluh istrinya terlalu kritis, itu tanda ia merasa terserang secara emosional.

Terapis Shane Birkel menyebut kritik berulang sebagai pelanggaran batas besar. Lebih buruk lagi, kritik yang konstan bisa berkembang menjadi bentuk pelecehan verbal. Dampak: suami kehilangan rasa percaya diri dan menjauh secara emosional.

  1. Merasa Dikendalikan

Tidak ada orang yang ingin hidup di bawah kendali penuh pasangannya. Suami yang mengeluh merasa dikendalikan sebenarnya sedang mengekspresikan kebutuhan akan kebebasan dan kepercayaan.

Penulis Hilary I. Lebow menjelaskan bahwa kontrol berlebihan bisa berupa gaslighting, pelanggaran privasi, atau manipulasi emosional. Jika ini terjadi, pernikahan bisa berubah menjadi penjara.

Kesimpulan: ketika suami merasa tidak punya ruang gerak, pernikahan sulit dipertahankan.

 

Keluhan dalam pernikahan sebenarnya bisa menjadi pintu untuk memperbaiki hubungan, asalkan ditangani dengan empati dan komunikasi terbuka. Namun, jika keluhan diabaikan atau dianggap remeh, mereka bisa menjadi tanda bahwa pernikahan sedang menuju kehancuran.

Setiap pasangan perlu belajar:

Mendengarkan tanpa menghakimi

Memberi apresiasi kecil setiap hari

Mengelola keuangan dengan bijak

Meluangkan waktu berkualitas bersama

Menyelesaikan konflik dengan komunikasi sehat

Dengan begitu, keluhan suami tidak lagi menjadi tanda pernikahan merosot, tetapi justru menjadi kesempatan untuk memperkuat ikatan cinta yang sudah ada.(jpc)

Setiap pasangan tentu pernah merasa jengkel atau tidak puas terhadap hal-hal kecil dalam rumah tangga.  Mengeluh adalah hal wajar, bahkan bisa menjadi sarana untuk melepaskan emosi.

Namun, ketika keluhan suami berubah menjadi pola berulang yang menyasar hal-hal mendasar dalam pernikahan, di situlah tanda bahaya mulai terlihat.

Psikolog pernikahan John Gottman menjelaskan bahwa keluhan sebaiknya dijadikan sarana komunikasi yang sehat: mengutarakan perasaan, menyebutkan situasi spesifik, dan meminta pasangan melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.

Sayangnya, tidak semua pasangan mampu mengelola keluhan dengan cara konstruktif. Jika seorang suami mulai mengeluh tentang 11 hal berikut ini, kemungkinan besar pernikahannya sedang merosot.

Mari kita bahas satu per satu secara mendalam, dilansir dari laman Your Tango.

  1. Kurangnya Ikatan Emosional

Ikatan emosional adalah pondasi pernikahan. Tanpa adanya kedekatan batin, hubungan mudah retak meski dari luar terlihat baik-baik saja.

Banyak suami yang mengeluh bahwa mereka tidak lagi merasa “nyambung” dengan istrinya. Mereka merasa tidak didengarkan, tidak dimengerti, bahkan kehilangan rasa aman untuk membuka diri.

Menurut pelatih kehidupan Wayne Parker, pasangan yang saling melindungi dari rasa sakit hati cenderung membangun keintiman emosional yang kuat. Jika seorang suami mengeluh tentang hal ini, bisa jadi ia merasa sendirian dalam pernikahannya.

Sinyal bahaya: ketika kehangatan digantikan oleh jarak emosional, hubungan mulai kehilangan daya tahannya.

  1. Tidak Merasa Dihargai

Setiap orang butuh validasi dan penghargaan, terutama dari pasangan hidupnya. Suami yang sering berkata, “Aku merasa tidak dianggap,” sebenarnya sedang mengekspresikan luka batin yang dalam.

Bisa jadi ia merasa hanya dianggap sebagai mesin pencetak uang, atau usahanya membantu keluarga tidak pernah dilihat. Penulis kesehatan Jenna Fletcher menegaskan bahwa rasa tidak dihargai bisa merusak harga diri seseorang dan menimbulkan kebencian.

Dampak jangka panjang: suami yang terus merasa diabaikan akan kehilangan motivasi untuk memberi yang terbaik dalam pernikahan.

  1. Istri Boros atau Tidak Bijak Mengatur Keuangan

Masalah keuangan adalah salah satu pemicu perceraian terbesar. Ketika suami mulai mengeluh istrinya terlalu boros, itu bisa berarti ada ketidakselarasan dalam visi finansial rumah tangga.

Baca Juga :  Cegah Keributan, Polisi Berikan Solusi Permasalahan Rumah Tangga

Pakar keuangan James McWhinney menyarankan pasangan untuk menyamakan persepsi tentang pengeluaran dan tujuan jangka panjang. Tanpa kesepakatan, perbedaan cara mengelola uang bisa menjadi bom waktu dalam pernikahan.

Tanda peringatan: jika suami tidak lagi percaya bahwa istrinya bisa bijak dalam finansial, rasa aman dalam rumah tangga ikut hilang.

  1. Minimnya Waktu Berkualitas Bersama

Kebersamaan adalah bahan bakar hubungan. Suami yang mengeluh tidak punya cukup waktu dengan istrinya sedang mengisyaratkan kesepian.

Menurut terapis keluarga Marina Edelman, waktu berkualitas diperlukan untuk menyelesaikan konflik, berbagi tujuan, dan menciptakan kebahagiaan. Jika pasangan terus sibuk dengan pekerjaan, anak, atau urusan lain, suami bisa merasa tidak penting lagi dalam hidup istrinya.

Efeknya: hubungan terasa hambar dan kehilangan keintiman.

  1. Merasa Seperti Pilihan Kedua

Banyak suami yang diam-diam merasa tersisih. Mereka merasa istrinya lebih memilih anak, pekerjaan, atau bahkan teman dibanding dirinya.

Psikoterapis Sharon Martin menegaskan bahwa perasaan ini sering menimbulkan kesepian yang mendalam. Suami merasa tidak dilihat, tidak diutamakan, dan tidak dicintai sebagaimana mestinya.

Bahaya: jika dibiarkan, perasaan ini bisa berubah menjadi kemarahan tersembunyi yang merusak hubungan dari dalam.

  1. Istri Selalu Salah di Matanya

Ketika suami mulai mengeluh bahwa semua hal yang dilakukan istrinya salah—entah cara memasak, mengurus anak, atau mengatur rumah—itu lebih dari sekadar kritik. Itu tanda frustrasi.

Psikolog Ellie Lisitsa mengingatkan bahwa kritik berlebihan adalah salah satu “Empat Penunggang Kuda” penghancur pernikahan. Di balik setiap keluhan, sebenarnya ada harapan yang tidak terpenuhi. Namun, jika suami hanya fokus pada kesalahan, pernikahan bisa benar-benar hancur.

  1. Komunikasi yang Buruk

Komunikasi adalah jantung pernikahan. Tanpanya, hubungan hanya berjalan di atas asumsi dan kesalahpahaman.

 

Penelitian dalam Journal of Marriage and Family menemukan bahwa pasangan dengan komunikasi positif dan efektif cenderung lebih bahagia. Sebaliknya, komunikasi yang buruk membuat suami merasa terasing dan memicu keluhan berulang.

Intinya: tanpa komunikasi yang sehat, cinta tidak akan bertahan lama.

  1. Kehilangan Kesenangan Bersama

Rumah tangga bukan hanya soal tanggung jawab, tetapi juga tentang menikmati hidup bersama. Jika suami merasa tidak ada lagi kebahagiaan atau momen menyenangkan, ia bisa merasa pernikahannya kehilangan makna.

Baca Juga :  7 Perilaku Perempuan yang Terlalu Menuntut dalam Hubungan

Profesor psikologi David Ludden menjelaskan bahwa setiap hubungan punya “baseline kebahagiaan”. Namun, jika kesenangan sama sekali hilang, hubungan bisa terasa seperti beban.

Gejala: suami lebih memilih berada di luar rumah daripada menghabiskan waktu bersama istrinya.

  1. Semua Perhatian Tercurah untuk Anak

Memang benar anak adalah prioritas, tetapi pernikahan tetap harus menjadi fondasi. Jika semua energi dan kasih sayang hanya dicurahkan untuk anak, suami bisa merasa dilupakan.

Psikolog Donna Novak menyarankan agar pasangan tetap memprioritaskan hubungan suami-istri. Karena, ketika pernikahan sehat, anak-anak pun akan tumbuh dengan lebih bahagia.

Risiko: suami merasa seperti “orang luar” dalam keluarganya sendiri.

  1. Istri Terlalu Kritis

Kritik yang membangun bisa membantu, tetapi kritik yang terus-menerus hanya melukai. Jika suami sering mengeluh istrinya terlalu kritis, itu tanda ia merasa terserang secara emosional.

Terapis Shane Birkel menyebut kritik berulang sebagai pelanggaran batas besar. Lebih buruk lagi, kritik yang konstan bisa berkembang menjadi bentuk pelecehan verbal. Dampak: suami kehilangan rasa percaya diri dan menjauh secara emosional.

  1. Merasa Dikendalikan

Tidak ada orang yang ingin hidup di bawah kendali penuh pasangannya. Suami yang mengeluh merasa dikendalikan sebenarnya sedang mengekspresikan kebutuhan akan kebebasan dan kepercayaan.

Penulis Hilary I. Lebow menjelaskan bahwa kontrol berlebihan bisa berupa gaslighting, pelanggaran privasi, atau manipulasi emosional. Jika ini terjadi, pernikahan bisa berubah menjadi penjara.

Kesimpulan: ketika suami merasa tidak punya ruang gerak, pernikahan sulit dipertahankan.

 

Keluhan dalam pernikahan sebenarnya bisa menjadi pintu untuk memperbaiki hubungan, asalkan ditangani dengan empati dan komunikasi terbuka. Namun, jika keluhan diabaikan atau dianggap remeh, mereka bisa menjadi tanda bahwa pernikahan sedang menuju kehancuran.

Setiap pasangan perlu belajar:

Mendengarkan tanpa menghakimi

Memberi apresiasi kecil setiap hari

Mengelola keuangan dengan bijak

Meluangkan waktu berkualitas bersama

Menyelesaikan konflik dengan komunikasi sehat

Dengan begitu, keluhan suami tidak lagi menjadi tanda pernikahan merosot, tetapi justru menjadi kesempatan untuk memperkuat ikatan cinta yang sudah ada.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru