Fenomena sleep call —teleponan lewat suara atau video hingga tertidur— belakangan jadi tren di kalangan remaja dan dewasa muda. Banyak yang menganggapnya romantis dan menenangkan.
Namun di balik kebiasaan ini, ada risiko yang tidak bisa dianggap sepele karena dapat memengaruhi kesehatan mental sekaligus kualitas tidur.
Mengapa Sleep Call Terasa Menenangkan?
Menurut dr. Brihastami Sawitri, Sp.KJ, Psikiater RS Universitas Airlangga, fenomena ini bisa dijelaskan lewat teori psikososial Erik Erikson.
Pada fase remaja dan dewasa muda, individu sedang mencari identitas diri sekaligus kedekatan emosional. Maka, tidak heran bila sleep call terasa seperti kebutuhan.
Rasa aman itu muncul karena manusia memiliki kebutuhan dasar akan keterhubungan (connectednesss). Suara orang terdekat memberi rasa nyaman, mirip anak yang lebih tenang ketika ditemani orang tua menjelang tidur.
Interaksi ini memicu pelepasan hormon oksitosin, dopamin, dan endorfin yang membuat tubuh lebih rileks, sementara hormon stres kortisol menurun.
Coping Mechanism di Era Digital
Sleep call juga bisa dilihat sebagai bentuk coping mechanism. Sama seperti journaling, meditasi, atau olahraga, kebiasaan ini dapat membantu menurunkan stres.
“Sleep call bersama aplikasi white noise atau meditasi digital termasuk coping gaya baru. Bisa sehat, bisa juga merugikan, tergantung bagaimana penggunaannya,” jelas Brihastami.
Manfaat Sleep Call Jika Dilakukan dengan Bijak
Meski berisiko, sleep call bukan tanpa sisi positif. Percakapan ringan sebelum tidur bisa menurunkan stres, mengurangi kesepian, mempererat hubungan, bahkan membantu relaksasi.
Bagi pasangan yang menjalani hubungan jarak jauh alias long distance relationship (LDR), sleep call bisa menjadi ritual sederhana untuk menjaga ikatan emosional.
Namun manfaat ini hanya terasa bila sleep call dilakukan secukupnya, tidak mengorbankan jam tidur, dan tidak dijadikan kebiasaan setiap malam.
Bahaya Ketergantungan Sleep Call
Masalah muncul ketika sleep call dilakukan terus-menerus. Otak bisa terbiasa hanya bisa tidur setelah mendengar suara pasangan.
“Mirip anak kecil yang tidak bisa tidur tanpa boneka atau lampu tidur. Kalau tidak ada sleep call, muncullah gelisah dan rasa ditinggalkan,” kata Brihastami.
Kondisi ini dapat memicu ketergantungan emosional, bahkan mengganggu hubungan karena salah satu pihak merasa terbebani dengan kewajiban sleep call.
Dampak pada Kualitas Tidur
Dari sisi medis, sleep call juga memengaruhi kualitas tidur. Cahaya biru dari layar ponsel menekan hormon melatonin, sedangkan suara percakapan bisa menimbulkan micro-arousal yang membuat tidur jadi dangkal.
“Tidur bisa terfragmentasi sehingga fase REM terganggu. Akibatnya, meski sudah tidur lama, tetap terasa lelah keesokan harinya. Dalam jangka panjang bisa memicu insomnia maupun gangguan ritme sirkadian,” jelas Brihastami.
Sleep call juga bertentangan dengan prinsip sleep hygiene. Idealnya, satu jam sebelum tidur bebas dari gawai dengan kamar yang tenang dan minim distraksi.
“Lingkungan kamar seharusnya redup dan nyaman. Itu sulit tercapai bila masih melakukan sleep call,” tambahnya.
Menyikapi Sleep Call dengan Sehat
Brihastami tidak melarang sepenuhnya, tapi menyarankan modifikasi. Sleep call boleh dilakukan sesekali sebagai relaksasi, tapi sebaiknya diakhiri sebelum benar-benar terlelap dan tidak dilakukan di atas kasur.
Untuk menjaga kualitas tidur, anak muda disarankan untuk:
menjaga jam tidur tetap teratur,
melakukan relaksasi ringan,
menggunakan white noise bila perlu,
menciptakan suasana kamar yang nyaman,
serta memenuhi kebutuhan emosional lewat interaksi langsung di siang hari.
Waspadai Tanda Bahaya
Jika sleep call dilakukan karena ada gangguan tidur kronis, kecemasan, atau depresi, sebaiknya segera mencari pertolongan profesional.
“Pada kondisi seperti generalized anxiety disorder atau depresi, sleep call hanya jadi distraksi sementara. Padahal masalah dasarnya butuh terapi medis,” tegas Brihastami.
Di era digital, menjaga kesehatan mental dan kualitas tidur adalah tantangan tersendiri. “Gunakan teknologi dengan bijak, jangan sampai jadi ketergantungan. Prioritaskan sleep hygiene agar fisik dan psikis tetap sehat,” pesannya.(jpc)