Site icon Prokalteng

Akuaponik Solusi Berkebun Tetap Menyenangkan

Rus menggunakan metode akuaponik untuk menanam bayam yang dikombinasi dengan budi daya ikan. Hasil panen bayam lebih cepat daripada ditanam di tanah. (FRIZAL/JAWA POS)

Akuaponik menjadi solusi berkebun tetap menyenangkan. Terbilang lebih praktis, tak butuh tempat luas, dan panen lebih cepat. Meski begitu, ada sejumlah tips yang harus diperhatikan. Keterbatasan lahan sering kali menjadi penghalang hobi berkebun. Terlebih bagi yang bertempat tinggal di lingkungan perkotaan atau permukiman padat penduduk.

Padahal, ada solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Yaitu, menerapkan metode akuaponik, terutama bagi tanaman hortikultura. Pemanfaatan akuaponik berhasil dilakukan penghobi tanaman asal Surabaya Rusmiatin. Dia mampu memanen beragam tanaman hortikultura setiap bulan hanya bermodal metode itu. Mulai sayur bayam, kangkung, hingga sawi.

’Cobacoba bikin sendiri sejak 2021 dan ternyata berhasil,’’ terang Rusmiatin saat Jawa Pos (grup prokalteng.jawapos.com) berkunjung ke Kampung Ondomohen, Surabaya, Kamis (21/9) lalu.

Secara prinsip, akuaponik hampir sama dengan hidroponik yang memanfaatkan air sebagai media tanam. Namun, yang membedakan adalah kombinasi budi daya tanaman dengan ikan dalam satu sistem wadah.

Artinya, tanaman mendapatkan nutrisi dari ikan dan begitu pula sebaliknya. ’’Ikan bisa mendapatkan air yang sudah dibantu penjernihan dari tanaman,’’ kata dia.

Tanaman bakal menyerap kandungan amonia dan nitrat sebagai sumber hara. Bahkan, tak perlu memberikan nutrisi tambahan seperti pupuk atau vitamin. Keunggulan lain akuaponik di antaranya, lebih praktis, perawatan yang mudah, serta lebih kecil risiko kontaminasi hama. Meski begitu, sirkulasi harus tetap berjalan dan tak boleh terhenti.

’’Di sini pakai pompa air dan panel surya agar ramah lingkungan juga hemat energi,’’ papar perempuan 53 tahun itu.

Rusmiatin mengakui, banyak orang yang cukup mempertimbangkan metode akuaponik. Itu disebabkan biaya instalasi awal yang cukup mahal jika dibandingkan dengan media tanam konvensional. Jika ingin membuat sendiri, juga bisa menggunakan sejumlah bahan. Yaitu, pipa paralon, pompa air, dan pot atau botol bekas yang telah dilubangi.

Nah, penanaman awal dapat memakai bibit semai dengan minimal ketinggian sekitar 5 sentimeter. Media tanamnya dapat menggunakan rockwool hingga

akar cukup kokoh. Menurut Rusmiatin, berbagai tanaman dapat dibudidayakan secara akuaponik asalkan jenis yang menyukai air.

’’Misalnya, selada atau tomat, kalau cabai enggak bisa,’’ ungkapnya.

Bahkan, masa panen pun lebih cepat daripada media konvensional. Rusmiatin mencontohkan, bayam yang ditanam secara akuaponik dapat dipanen dalam waktu 30 hari. Sedangkan yang dibudidayakan menggunakan tanah perlu waktu sekitar 40 hari. Terkait pencahayaan, dia hanya menggunakan cahaya matahari alami.

’’Tidak perlu berapa lama, sesuai yang ada di area outdoor sekitarnya,’’ ujarnya. Lalu, penghobi dapat memilih jenis ikannya. Tapi, dia menyarankan yang lebih kuat di berbagai kondisi cuaca. Misalnya, lele, gurami, atau nila. Yang harus diperhatikan, pada satu kolam lebih baik satu jenis yang sama agar tak saling serang. Sebisanya air kolam dikuras minimal tiga bulan sekali.

’’Jangan dikuras habis, sisakan 30 persen,’’ ucap dia. Spesifik mengenai instalasi kolam, penghobi dapat menyesuaikan dengan keinginan atau ketersediaan bahan. Dapat menggunakan kolam kaca, ember, atau wadah lain menyesuaikan ukuran. (jpg/abw/jpg/ind)

Exit mobile version