30 C
Jakarta
Friday, January 31, 2025

Serangga Diusulkan Jadi Menu Makan Bergizi Gratis, Ini Faktanya yang Mengejutkan

PROKALTENG.CO-Usulan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana terkait lauk serangga sebagai menu makan bergizi gratis (MBG), jadi pro kontra di kalangan masyarakat. Lantas, apakah serangga benar-benar aman dikonsumsi?

Meski terdengar tidak biasa bagi sebagian orang, konsumsi serangga semakin populer di berbagai belahan dunia.

Serangga juga telah menjadi bagian dari pola makan masyarakat di Amerika Selatan, Asia, hingga Afrika.

Bahkan, yang terbaru Kepala BGN menyampaikan idenya untuk menjadikan lauk serangga sebagai salah satu alternatif menu dalam program makan bergisi gratis.

Apakah memang serangga aman dikonsumsi?

Kandungan Gizi Serangga yang Luar Biasa

Menurut ulasan dalam jurnal Molecular Immunology, serangga menyediakan sumber protein, vitamin, mineral, dan lemak sehat.

Bahkan, eksoskeleton atau rangka luar serangga yang kerap dikonsumsi juga kaya akan serat alami.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Biotechnological Advances mengungkap, kandungan protein dalam serangga berkisar antara 40 persen hingga 75 persen dari berat keringnya.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan ikan tuna yang hanya mengandung 30 persen protein atau dada ayam dengan 21 persen protein.

Tak hanya itu, serangga juga memiliki asam amino esensial yang tinggi antara 46 persen-96 persen. Serta tingkat kecernaan protein yang mencapai 77 persen-98 persen.

Hal ini menjadikannya pilihan yang lebih baik dibandingkan beberapa sumber protein konvensional.

Sebagai contoh, serangga seperti jangkrik, ulat tepung, dan belalang diketahui memiliki kadar protein yang sangat tinggi serta kaya akan omega-3, zat besi, dan serat.

Baca Juga :  Pentingnya Sertifikasi Halal untuk Produk Kuliner Jenis Seafood

Serangga dalam Industri Pangan

Meski konsumsi serangga sebagai makanan utama masih terasa asing bagi sebagian besar masyarakat, serangga sebenarnya sudah menjadi bagian dari industri pangan.

Misalnya, pewarna merah alami dalam beberapa produk makanan berasal dari ekstrak kumbang Cochineal yang dihancurkan.

Pewarna ini digunakan dalam berbagai produk seperti permen, yogurt, dan minuman.

Selain itu, beberapa olahan tepung dari serangga juga mulai dimanfaatkan dalam pembuatan biskuit sehat, protein bar, hingga campuran dalam tepung terigu.

Sumber Protein Ramah Lingkungan

Menurut penelitian dari Technical University di Berlin, serangga memiliki potensi besar sebagai sumber protein alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan daging sapi, ayam, atau bahkan produk berbasis kedelai.

Dr Birgit Rumpold, pakar dalam penelitian serangga, menyebutkan bahwa serangga terbaik untuk konsumsi manusia harus memiliki beberapa kriteria berikut:

Mudah dibudidayakan dan tidak membutuhkan banyak ruang, air, atau energi.

Tahan terhadap penyakit dan stres lingkungan, sehingga minim risiko gagal panen.

Cepat berkembang biak, seperti jangkrik yang bisa bertelur hingga 1.500 butir dalam satu bulan.

Dapat dikembangbiakkan dengan limbah organik, membantu mengurangi sampah makanan.

“Ada jutaan spesies serangga. Sekitar 2.100 spesies serangga yang dapat dimakan telah dilaporkan dalam literatur,” papar Rumpold.

Baca Juga :  Resep Rica-rica Khas Manado yang Enak dan Bikin Nagih

Selain itu, tinjauan dalam jurnal Waste Management menyatakan, serangga dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan limbah makanan.

Membuatnya sebagai solusi potensial dalam rantai pasokan makanan global.

Jika dibandingkan dengan ternak konvensional seperti sapi, serangga memiliki efisiensi konversi pakan yang jauh lebih tinggi.

Artinya, serangga bisa menghasilkan lebih banyak protein dengan konsumsi pakan yang lebih sedikit.

Selain itu, serangga juga memproduksi gas rumah kaca dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan ternak besar.

Sehingga dampaknya terhadap perubahan iklim lebih minimal.

Kendala Konsumsi Serangga di Masyarakat

Meski serangga punya banyak keunggulan sebagai sumber makanan berkelanjutan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi sebelum konsumsi serangga bisa diterima secara luas:

Faktor Psikologis dan Budaya

Tidak semua orang terbiasa mengonsumsi serangga. Di banyak daerah, serangga masih dianggap sebagai hama, bukan makanan.

Alergi Makanan

Studi menunjukkan adanya tumpang tindih antara alergi serangga, makanan laut, dan tungau debu, yang bisa menyebabkan reaksi alergi bagi beberapa orang.

Tidak Semua Jenis Serangga Bisa Dimakan

Tidak semua jenis serangga aman dikonsumsi. Beberapa serangga mengandung racun atau mikroorganisme berbahaya jika tidak diproses dengan benar.

Oleh karena itu, diperlukan standarisasi dan pengawasan ketat sebelum serangga dijadikan produk makanan masal. (ria/jpg)

 

PROKALTENG.CO-Usulan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana terkait lauk serangga sebagai menu makan bergizi gratis (MBG), jadi pro kontra di kalangan masyarakat. Lantas, apakah serangga benar-benar aman dikonsumsi?

Meski terdengar tidak biasa bagi sebagian orang, konsumsi serangga semakin populer di berbagai belahan dunia.

Serangga juga telah menjadi bagian dari pola makan masyarakat di Amerika Selatan, Asia, hingga Afrika.

Bahkan, yang terbaru Kepala BGN menyampaikan idenya untuk menjadikan lauk serangga sebagai salah satu alternatif menu dalam program makan bergisi gratis.

Apakah memang serangga aman dikonsumsi?

Kandungan Gizi Serangga yang Luar Biasa

Menurut ulasan dalam jurnal Molecular Immunology, serangga menyediakan sumber protein, vitamin, mineral, dan lemak sehat.

Bahkan, eksoskeleton atau rangka luar serangga yang kerap dikonsumsi juga kaya akan serat alami.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Biotechnological Advances mengungkap, kandungan protein dalam serangga berkisar antara 40 persen hingga 75 persen dari berat keringnya.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan ikan tuna yang hanya mengandung 30 persen protein atau dada ayam dengan 21 persen protein.

Tak hanya itu, serangga juga memiliki asam amino esensial yang tinggi antara 46 persen-96 persen. Serta tingkat kecernaan protein yang mencapai 77 persen-98 persen.

Hal ini menjadikannya pilihan yang lebih baik dibandingkan beberapa sumber protein konvensional.

Sebagai contoh, serangga seperti jangkrik, ulat tepung, dan belalang diketahui memiliki kadar protein yang sangat tinggi serta kaya akan omega-3, zat besi, dan serat.

Baca Juga :  Pentingnya Sertifikasi Halal untuk Produk Kuliner Jenis Seafood

Serangga dalam Industri Pangan

Meski konsumsi serangga sebagai makanan utama masih terasa asing bagi sebagian besar masyarakat, serangga sebenarnya sudah menjadi bagian dari industri pangan.

Misalnya, pewarna merah alami dalam beberapa produk makanan berasal dari ekstrak kumbang Cochineal yang dihancurkan.

Pewarna ini digunakan dalam berbagai produk seperti permen, yogurt, dan minuman.

Selain itu, beberapa olahan tepung dari serangga juga mulai dimanfaatkan dalam pembuatan biskuit sehat, protein bar, hingga campuran dalam tepung terigu.

Sumber Protein Ramah Lingkungan

Menurut penelitian dari Technical University di Berlin, serangga memiliki potensi besar sebagai sumber protein alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan daging sapi, ayam, atau bahkan produk berbasis kedelai.

Dr Birgit Rumpold, pakar dalam penelitian serangga, menyebutkan bahwa serangga terbaik untuk konsumsi manusia harus memiliki beberapa kriteria berikut:

Mudah dibudidayakan dan tidak membutuhkan banyak ruang, air, atau energi.

Tahan terhadap penyakit dan stres lingkungan, sehingga minim risiko gagal panen.

Cepat berkembang biak, seperti jangkrik yang bisa bertelur hingga 1.500 butir dalam satu bulan.

Dapat dikembangbiakkan dengan limbah organik, membantu mengurangi sampah makanan.

“Ada jutaan spesies serangga. Sekitar 2.100 spesies serangga yang dapat dimakan telah dilaporkan dalam literatur,” papar Rumpold.

Baca Juga :  Resep Rica-rica Khas Manado yang Enak dan Bikin Nagih

Selain itu, tinjauan dalam jurnal Waste Management menyatakan, serangga dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan limbah makanan.

Membuatnya sebagai solusi potensial dalam rantai pasokan makanan global.

Jika dibandingkan dengan ternak konvensional seperti sapi, serangga memiliki efisiensi konversi pakan yang jauh lebih tinggi.

Artinya, serangga bisa menghasilkan lebih banyak protein dengan konsumsi pakan yang lebih sedikit.

Selain itu, serangga juga memproduksi gas rumah kaca dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan ternak besar.

Sehingga dampaknya terhadap perubahan iklim lebih minimal.

Kendala Konsumsi Serangga di Masyarakat

Meski serangga punya banyak keunggulan sebagai sumber makanan berkelanjutan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi sebelum konsumsi serangga bisa diterima secara luas:

Faktor Psikologis dan Budaya

Tidak semua orang terbiasa mengonsumsi serangga. Di banyak daerah, serangga masih dianggap sebagai hama, bukan makanan.

Alergi Makanan

Studi menunjukkan adanya tumpang tindih antara alergi serangga, makanan laut, dan tungau debu, yang bisa menyebabkan reaksi alergi bagi beberapa orang.

Tidak Semua Jenis Serangga Bisa Dimakan

Tidak semua jenis serangga aman dikonsumsi. Beberapa serangga mengandung racun atau mikroorganisme berbahaya jika tidak diproses dengan benar.

Oleh karena itu, diperlukan standarisasi dan pengawasan ketat sebelum serangga dijadikan produk makanan masal. (ria/jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru

/