ADA satu lagi varian kue bingka yang jarang dilewatkan. Namanya bingka kayapu. Seperti apa rasanya? Nama kue ini terbilang unik. Kayapu diambil dari perumpamaan tumbuhan kayapu atau kiapu atau kiambang yang merupakan tumbuhan air.
Kayapu biasanya tumbuh subur dengan mengapung di rawa-rawa atau persawahan. Banyak terdapat di berbagai wilayah di Kalimantan Selatan.
Lantas, apa hubungannya dengan kue bingka? Bingka kayapu identik dengan warnanya yang hijau, dan terdapat cairan bening di sekelilingnya. “Sehingga bingka ini tampak seperti kayapu yang mengapung,” jelas Mariani, salah seorang pengolah wadai-wadai khas Banjar, asal Banjarmasin.
Berbeda dengan bingka kentang, bingka kayapu diolah dengan cara dikukus. Sehingga bingka ini bertekstur lebih basah. “Tapi bahan utamanya mirip-mirip saja, hanya cara memasaknya yang berbeda. Bingka kayapu tidak dibakar,” jelas Mariani.
Bingka kayapu berbahan telur ayam, gula pasir, sari atau pasta pandan, santan kental, garam dan sedikit terigu. “Kuncinya jangan banyak tepung atau bingkanya akan keras. Bahkan sebagian orang memilih tidak pakai tepung sama sekali, sehingga jadi bingka telur,” bebernya.
Semua bahan dicampurkan menjadi satu adonan cair. Ada yang mengukusnya di dalam loyang bunga. Ada pula yang memakai mangkuk alumunium foil.
Proses pengukusan terbilang cepat, tergantung pada ukuran loyang. Biasanya berkisar antara 15-30 menit. “Air yang keluar di samping bingka pascadikukus merupakan sari gula dari adonan. Kue ini manis legit,” ujarnya.
Tidak mudah menemukan bingka kayapu pada hari biasa. Kue ini ramai terjual saat Ramadan.
Meski begitu, bagi yang rindu atau penasaran dengan cita rasa bingka kayapu, masyarakat masih dapat dengan mudah mengolahnya sendiri di rumah.
“Karena bahannya mudah didapat,” sebut Mariani.
Bingka kayapu berbentuk loyang bunga biasanya dijual dengan harga Rp25 ribu hingga Rp35 ribu. Kue ini akan semakin sedap disantap dalam keadaan dingin setelah ditempatkan di kulkas. (*)