KAUMÂ peranakan Tionghoa di Jawa biasa menyajikan lontong cap go
meh pada tanggal 15 bulan pertama kalender lunar. Lontong cap go meh ini,
menurut praktisi kuliner Bondan Winarno di buku 100 Mak Nyus Jakarta,
menghadirkan banyak simbol akulturasi budaya Tionghoa-Jawa.
Potongan
lontong bulat dianggap mewakili bentuk bulan purnama yang muncul di tanggal 15.
Opor ayam dan sambal goreng hati sapi dalam tradisi Jawa merupakan masakan
spesial yang tidak hadir di hari-hari kebanyakan. Misalnya saat Lebaran atau
upacara selamatan.
Di
Surabaya, lontong cap go meh tersebar di berbagai kawasan dan kedai. Tiap-tiap
tempat santap ini memiliki ciri khas dalam penyajian. Inilah beberapa di
antaranya.
Rebung Jadi Kunci di KWP
Kapasan Dalam
KAMPUNGÂ Wisata Pecinan (KWP) di kawasan Kapasan Dalam, Simokerto,
tidak boleh dilewatkan jika berburu rasa otentik lontong cap go meh. Depot yang
menyatu dengan rumah bisa ditemukan di wilayah ini. Baik saat ada festival
kuliner maupun di hari-hari biasa.
Tahun
ini merupakan festival kuliner perdana Cap Go Meh yang digelar KWP. Beragam
sajian dimasak warga. Namun, satu yang wajib ada, lontong cap go meh.
Jika
melewatkan festival ini, pemburu setia kuliner tidak perlu khawatir. Ada warga
di KWP yang menjajakan lontong cap go meh di rumahnya. Bahkan sudah tersedia di
aplikasi pesan makan secara online.
Meski
banyak yang menyajikan menu ini, dari semua itu ada satu kesamaan. Yakni,
menggunakan sayur lodeh rebung. Tidak ada yang menggunakan sayur manisa.
’’Kalau menggunakan manisa pasti rasanya beda, tidak sesedap memakai rebung,â€
ujar Syeni, salah seorang pembuat lontong cap go meh.
Dari
lontong cap go meh yang disajikan saat festival itu, semuanya seirama. Udang
dan petai tidak ketinggalan menjadi penguat rasa yang diberikan. Kuahnya juga
lebih pekat dan berlemak santan.
Baru
kemudian kreasi lauk tambahan dan topping disesuaikan dengan selera dan tradisi
keluarga. Mulai ayam kari atau opor, telur pindang atau telur petis, juga
sambal goreng kentang atau daging. Lalu taburan koya, ada yang menggunakan
bubuk kedelai, serundeng, dan ebi. Namun, ada juga yang hanya memakai dua di
antaranya saja.
Soal
rasa, hanya memainkan dari segi kepekatan kuah yang digunakan. Lalu melimpah
atau tidaknya bumbu yang dipakai. Aroma sayur rebung yang khas benar-benar
membekas bagi siapa pun yang menikmati lontong cap go meh dari KWP Kapasan
Dalam ini.Â
Areh Bumbu Pelengkap Cita
Rasa Solo di Gudeg Bu Toegijo
JIKAÂ ingin menikmati sajian lontong cap go meh yang memiliki
cita rasa pedas-manis, pilihan bisa jatuh ke depot Gudeg Bu Toegijo di Gubeng
Kertajaya. Menurut generasi ketiga pemilik kedai, Nizar Gilang Pratama, lontong
cap go meh sudah menjadi hidangan tetap kedai yang didirikan pada 1971 itu
sejak era 1990-an.
Latar
belakang dapur Solo memberikan sentuhan rasa berbeda pada menu sajian yang
eksis di kalangan peranakan ini. Dari segi rasa hingga racikan. Seporsi lengkap
lontong ini terdiri atas sayur manisa plus rebung, ayam opor suwir, dan telur
bacem. Kemudian taburan bawang goreng, bubuk kedelai, dan serundeng kelapa
sebagai pelengkap.
Sayur
manisa atau labu siam bercampur rebung dimasak dengan santan tipis. Penguat
rasa ada pada rebon yang dimasak bersama. Rasa yang lebih ringan dari kuah
sayur sangat pas dipadu dengan guyuran areh ke atas ayam.
Areh
yang terbuat dari santan kelapa dimasak lama hingga mengeluarkan minyak alami
ini benar-benar memainkan peran sebagai penyeimbang dari rasa dominan manis
sayur dan aroma daun salam. Makin lengkap saat dicampur dengan sambal bajak
yang pedas dan gurih.
Gilang
mengatakan, meskipun ada campuran rebung, perbandingannya sangat kecil. Tunas
bambu hanya digunakan sebagai pembangkit aroma.