Rugi Rp 355 juta dan hanya meraih empat kemenangan dari 13 laga jadi potret paling kontras perjalanan Persebaya Surabaya di Super League musim ini.
Klub kebanggaan Bonek itu lebih sering diganjar hukuman Komite Disiplin PSSI (Komdis PSSI) daripada merayakan tiga poin di lapangan.
Ironi tersebut mencuat setelah rilis sidang Komdis PSSI terbaru yang disampaikan pada Rabu (10/12/2025).
Dalam keputusan pekan ke-13, total denda Persebaya Surabaya tembus Rp 355 juta sejak kick-off musim, membuat mereka kini jadi tim dengan pengeluaran denda terbanyak kedua setelah PSM Makassar.
Persebaya Surabaya awalnya tidak termasuk tim yang boros hukuman, namun rangkaian insiden dalam beberapa laga membuat nominal denda mereka terus naik.
Posisi Persebaya Surabaya bahkan menyalip Persik Kediri yang sebelumnya nyaman di urutan kedua dengan Rp 260 juta.
Pekan ke-13 menjadi titik paling merugikan bagi Persebaya Surabaya setelah laga panas kontra Arema FC pada 22 November 2025.
Pertandingan itu memunculkan berbagai pelanggaran mulai penyalaan petasan, pelemparan botol air minum dari Tribun Barat, hingga aksi suporter masuk ke pinggir lapangan.
Komdis PSSI menganggap kejadian tersebut sebagai bentuk gagal menjaga ketertiban pertandingan sehingga hukuman pun menumpuk.
Panitia pelaksana Persebaya Surabaya turut mendapat denda tambahan Rp 40 juta karena dinilai tidak mampu mengendalikan situasi hingga terjadi kerusuhan.
Di tengah tekanan dan kritik, data Komdis PSSI memperlihatkan betapa timpangnya performa dan pengeluaran denda Persebaya Surabaya sepanjang musim.
Dari 13 pertandingan, tim asuhan pelatih musim ini hanya menang empat kali dan masih memiliki satu laga tunda yang belum dimainkan.
Kondisi tersebut menyulitkan Persebaya Surabaya yang berupaya keluar dari tekanan suporter serta meningkatkan konsistensi di lapangan.
Alih-alih bangkit lewat prestasi, pengeluaran mereka justru terkuras oleh hukuman kedisiplinan yang terus datang dari pekan ke pekan.
Di sisi lain, daftar total denda Super League sejak pekan pertama menunjukkan persaingan lain di luar klasemen liga.
PSM Makassar menjadi klub dengan denda terbesar mencapai Rp 420 juta, disusul Persebaya Surabaya Rp 355 juta dan Persik Kediri Rp 260 juta.
Arema FC berada dekat dengan Persik melalui total denda Rp 255 juta yang membuat mereka konsisten di papan atas daftar pelanggaran.Persijap Jepara menempati posisi berikutnya dengan Rp 205 juta, diikuti Bhayangkara FC yang mengumpulkan Rp 195 juta.
Persija Jakarta juga masuk daftar klub dengan denda tinggi setelah menghabiskan Rp 190 juta. Persib Bandung menyusul lewat catatan Rp 185 juta yang didapat dari berbagai kejadian disiplin sejak pekan pertama.
Madura United berada di angka Rp 180 juta yang menunjukkan masih tingginya pelanggaran disiplin di musim ini.Malut United menjadi salah satu yang cukup mengejutkan melalui total Rp 155 juta, diikuti Persis Solo yang mengeluarkan Rp 105 juta.
Dewa United tercatat harus membayar Rp 100 juta sementara Bali United dan Persita Tangerang sama-sama berada di angka Rp 80 juta.
PSIM Yogyakarta mengoleksi Rp 75 juta, sedikit di atas Semen Padang yang baru “pecah telur” dengan denda perdana Rp 70 juta.
Borneo FC justru menjadi salah satu klub yang paling rapi dalam urusan disiplin dengan hanya Rp 50 juta sejak awal musim. PSBS Biak bahkan menjadi satu-satunya klub yang tidak menerima denda sama sekali hingga pekan ke-13.
Situasi Persebaya Surabaya menjadi sorotan karena jumlah denda mereka tidak sebanding dengan performa di liga.
Publik menilai klub seharusnya mampu mengelola pertandingan dengan lebih aman agar tidak terus terbebani hukuman yang merugikan secara finansial.
Kekalahan, inkonsistensi, dan tekanan mental musim ini membuat Persebaya Surabaya sulit keluar dari bayang-bayang krisis.
Kondisi semakin rumit lantaran aspek nonteknis seperti perilaku suporter dan kelalaian panitia juga ikut memicu nominal denda.
Pada titik ini, Persebaya Surabaya berada dalam situasi pelik antara mengejar prestasi dan menahan laju pembengkakan denda.
Setiap pelanggaran yang terjadi semakin menjauhkan mereka dari fokus membangun momentum positif di lapangan.
Manajemen Persebaya Surabaya dituntut segera melakukan pembenahan menyeluruh agar tim bisa kembali kompetitif. Penegakan aturan internal dan edukasi suporter diperlukan agar kejadian yang memicu denda tidak terulang.
Musim masih panjang namun kerugian finansial sebesar Rp 355 juta menjadi alarm keras bagi Persebaya Surabaya.
Performa harus naik dan pelanggaran harus ditekan jika mereka tidak ingin menghabiskan musim dengan catatan lebih banyak hukuman daripada kemenangan.(jpc)


