PROKALTENG.CO-Agenda capres nomor urut 1, Anies Baswedan kerap mendapatkan masalah. Bahkan sering Anies dan timnya sulit mendapatkan tempat kampanye. Yang terbaru, agenda Desak Anies di Yogyakarta yang mulanya sudah mendapatkan tempat tiba-tiba izinnya dicabut. Relawannya pun terpaksa memindahkan tempat acara.
Fenomena ini bukan kali pertama terjadi. Yang menjadi perhatian publik saat videotron Anies Baswedan tiba-tiba diturunkan. Kemudian banyak pihak yang menyalahkan pemerintah.
Menanggapi hal itu, pengamat politik Unhas, Ali Armunanto menduga jika Anies sedang memakai strategi politik teraniaya. Hal itu dilakukan demi mendapatkan simpati masyarakat.
“Informasi ini apa benar, sudah dikroscek dengan baik bahwa memang ada upaya untuk mencegah itu (kampanye Anies). Karena jangan sampai itu bagian dari wacana pemenangan Anies,” kata Ali saat dihubungi, Selasa (23/1/2024).
Menurut Ali, saat ini Anies sedang mencitrakan dirinya sebagai pihak yang dianiaya dan dihalang-halangi oleh pemerintah.
“Kita tahu, bahwa Anies sedang berusaha mencitrakan image dirinya tokoh yang didzolimi atau dihalang-halangi oleh pemerintah,” ujar Ali.
Jika ditarik dari awal, Anies memang dicitrakan seperti itu sejak awal mulanya diisukan maju sebagai calon presiden.
“Bahkan kalau kita lihat, kasus formula E selalu dihubung-hubungkan sebagai upaya mencegah upaya Anies untuk maju capres,” ungkap Ali.
Kemudian rangkain itu terus berlanjut, dari banyaknya acara Anies yang dijegal dan iklan kampanyenya di videotron pun diturunkan oleh pengelola.
“Di kasus penurunan videotron yang disalahkan pemerintah, tetapi ternyata yang turunkan pemilik lahan karena menyalahi kontrak dengan EO-nya,” beber Ali.
Meski begitu, kata Ali, tidak menutup kemungkinan penjegalan itu memang ada, tetapi isu politik teraniaya ini meningkatkan elektabilitas seorang Anies Baswedan.
“Bisa saja ada kejadian seperti (penjegalan) tetapi di sisi lain sebenarnya isu seperti ini memberi Anies pencitraan sangat positif di mata masyarakat, sehingga kemudian itu bisa menimbulkan simpati yang luar biasa,” ungkapnya.
Ali menuturkan, saat ini citra Anies, adalah seorang pejuang yang berusaha dihalang-halangi kemenangannya oleh pemerintah dan siapapun yang menang selain Anies adalah penjahat yang menghalanginya.
“Yang paling diuntungkan dari kasus ini adalah Anies, gitu. Termasuk isu ancaman penembakan. Kalau kita rangkaian sebelumnya, penurunan videotron lalu kemudian ancaman penembakan terhadap Anies, lalu kemudian menghalangi kampanye,” sebutnya.
Kata Ali, strategi kampanye model begini memang cocok diterapkan di Indonesia. Sebab masyarakatnya mayoritas gampang tersentuh dan tidak tega.
“Kalau diperhatikan ini mengarah kepada satu hal yang menciptakan Anies sebagai tokoh yang teraniaya. Karena masyarakat Indonesia nina bobo dengan cerita seperti itu, gampang tersentuh dengan begitu,” urainya.
Sehingga kata Ali, ini adalah marketing politik, ini adalah branding politik yang sengaja dikonstruksi diciptakan untuk mendapatkan keuntungan elektoral.
“Saya tidak heran jika besok-ada orang yang melempari Anies bom. Itus seperti Pak Syahrul yang dilempari bom meskipun tidak meledak,” ujarnya.
“Saya rasa efek psikologis seperti itu yang coba dibangun, untuk membangun bounding dengan pemilih supaya Anies semakin ini (meningkat),” tegasnya.
Menurut Ali, jika ada upaya penjegalan terhadap Anies pasti terkesan diam-diam. Tidak diumbar-umbar kepada publik.
“Jika pun ada penjegalan, saya rasa tidak seterang benderang itu,” sebutnya.
Ali menganggap, strategi politik teraniaya ini begitu efektif untuk memenangkan kontestasi pilpres. Hal itu sudah dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono di tahun 2004 dan Jokowi di tahun 2014 lalu.
“Itu sangat efektif, bagaimana pola kampanye sepeti itu kemudian memenangkan SBY dengan Mega sebagai incumbent, lalu kemudian dengan pola yang sama Jokowi menang di 2014,” terang Ali.
Hal itu juga dilakukan Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto saat memenangkan kotak kosong yang saat itu melawan keluarga Jusuf Kalla (JK).
“Kalau kita lihat di daerah, di lokal bagaimana di Makassar Danny Pomanto memenangkan kotak kosong,”ujarnya.
Efeknya sambung Ali adalah masyarakat banyak mengubah pilihannya yang awalnya memilih Prabowo pindah ke Anies karena terkesan didzolimi.
“Pemimpin yang sangat potensial tetapi dihalang-halangi rezim. Itulah wacana yang diharapkan muncul dalam pikiran masyarakat dan itu banyak orang yang mulai merubah pilihannya yang awalnya memilih Prabowo tetapi dicitrakan Prabowo kok dzolim yah kok jahat yah,” ungkapnya.
Untuk itu, Ali mengungkapkan jika banyak strategi yang coba dimainkan oleh Paslon untuk menarik simpati masyarakat. Termasuk strategi politik teraniaya.
“Kita tidak langsung percaya dengan sandiwara seperti itu, karena momen kampanye ini banyak digunakan untuk menarik simpati,” pungkasnya. (Ikbal/fajar/jpg)