30.2 C
Jakarta
Tuesday, April 8, 2025

Bawaslu Kotim Larang Bupati Rotasi Jabatan

SAMPIT – Mendekati masa pemilihan bupati (Pilbup)
Kotim Tahun 2020 ini, Bupati Kotim H Supian Hadi dilarang melakukan rotasi
perombakan jabatan di kabinet kerjanya. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Bawaslu
Kotim M Tohari, mengingat pihaknya tak ingin ada pelanggaran yang dilakukan
oleh pemimpin Bumi Habaring Hurung. Apalagi, di bursa bakal calon kepala daerah
terdapat nama petahana yakni Wakil Bupati Kotim HM Taufiq Mukri, yang
digadang-gadang bakal mencalon sebagai bupati.

Dikatakan M Tohari, menjelang
pemilihan 23 September 2020 mendatang, kepala daerah dilarang melakukan rombak
jabatan itu sebagaimana kompilasi Peraturan KPU Nomor 3 dan 15 Tahun 2017 serta
Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 Pasal 1 ayat 20, berbunyi petahana adalah gubernur
atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan wali kota atau wakil wali kota
yang sedang menjabat, tidak boleh melakukan perombakan pejabat di daerahnya. “Artinya,
berkaitan tentang itu, maka kemudian berlakulah UU tentang pemilu,” jelasnya,
Selasa (14/1).

Baca Juga :  Paguyuban Lembur Kuring Kobar Dukung Pilkada Damai

Berkenaan dengan hal itu, lanjut
dia, ada yang mesti dipahami yakni efek pidana. Sebagaimana UU 10 Tahun 2016 Pasal
190 yang bunyinya adalah pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat 2 atau
Pasal 162 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau
paling lama 6 bulan atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6.000.000.
“Di situ sudah jelas bahwa gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati
dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan pergantian pejabat 6
bulan penetapan pasangan calon oleh KPU, sampai masa akhir masa jabatan,
terkecuali mendapat persetujuan tertulis dari Kemendagri. Kecuali hanya satu
syarat yang diperbolehkan, yakni izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri,”
tegasnya.

Hal ini dikarenakan, jelas dia, jika
dihitung mundur penetapan bakal calon itu dilakukan 8 Juli 2020 mendatang.
Artinya, masa pergantian itu habis pada 8 Januari 2020 lalu. Jika sebelumnya,
tambahnya, maka akan melanggar aturan. Sebab, dihitung 6 bulan sebelum Juli
2020. “Ini sudah lewat untuk rotasi atau pergantian pejabat daerah. Jadi
kesimpulannya adalah, setelah 8 Januari, maka tidak boleh melakukan pergantian
pejabat daerah, kecuali izin tertulis Kemendagri,” tambahnya.

Baca Juga :  Komisi VI DPR RI Putuskan Pembetukan Panja Ketimbang Pansus, Ini Alasa

Karena di Kotim ini akan
melaksanakan pilkada pihaknya mengimbau agar SHD tidak melakukan perombakan. Pun
juga terkait sekda. Ia juga sempat berkomentar terkait bakal majunya sekda di
ajang pilkada. Lantaran Sekda Kotim H Halikinnor digadang-gadang juga akan
mengincar kursi nomor satu di Kotim.

“Untuk roling atau perombakan
jabatan ranahnya bukan sekda, akan tetapi gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil
bupati, wali kota/wakil wali kota. Masalah sekda mempengaruhi, itu lain lagi urusannya,”
pungkasnya. (rif/ami/nto)

SAMPIT – Mendekati masa pemilihan bupati (Pilbup)
Kotim Tahun 2020 ini, Bupati Kotim H Supian Hadi dilarang melakukan rotasi
perombakan jabatan di kabinet kerjanya. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Bawaslu
Kotim M Tohari, mengingat pihaknya tak ingin ada pelanggaran yang dilakukan
oleh pemimpin Bumi Habaring Hurung. Apalagi, di bursa bakal calon kepala daerah
terdapat nama petahana yakni Wakil Bupati Kotim HM Taufiq Mukri, yang
digadang-gadang bakal mencalon sebagai bupati.

Dikatakan M Tohari, menjelang
pemilihan 23 September 2020 mendatang, kepala daerah dilarang melakukan rombak
jabatan itu sebagaimana kompilasi Peraturan KPU Nomor 3 dan 15 Tahun 2017 serta
Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2019 Pasal 1 ayat 20, berbunyi petahana adalah gubernur
atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan wali kota atau wakil wali kota
yang sedang menjabat, tidak boleh melakukan perombakan pejabat di daerahnya. “Artinya,
berkaitan tentang itu, maka kemudian berlakulah UU tentang pemilu,” jelasnya,
Selasa (14/1).

Baca Juga :  Paguyuban Lembur Kuring Kobar Dukung Pilkada Damai

Berkenaan dengan hal itu, lanjut
dia, ada yang mesti dipahami yakni efek pidana. Sebagaimana UU 10 Tahun 2016 Pasal
190 yang bunyinya adalah pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat 2 atau
Pasal 162 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau
paling lama 6 bulan atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6.000.000.
“Di situ sudah jelas bahwa gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati
dan wali kota atau wakil wali kota dilarang melakukan pergantian pejabat 6
bulan penetapan pasangan calon oleh KPU, sampai masa akhir masa jabatan,
terkecuali mendapat persetujuan tertulis dari Kemendagri. Kecuali hanya satu
syarat yang diperbolehkan, yakni izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri,”
tegasnya.

Hal ini dikarenakan, jelas dia, jika
dihitung mundur penetapan bakal calon itu dilakukan 8 Juli 2020 mendatang.
Artinya, masa pergantian itu habis pada 8 Januari 2020 lalu. Jika sebelumnya,
tambahnya, maka akan melanggar aturan. Sebab, dihitung 6 bulan sebelum Juli
2020. “Ini sudah lewat untuk rotasi atau pergantian pejabat daerah. Jadi
kesimpulannya adalah, setelah 8 Januari, maka tidak boleh melakukan pergantian
pejabat daerah, kecuali izin tertulis Kemendagri,” tambahnya.

Baca Juga :  Komisi VI DPR RI Putuskan Pembetukan Panja Ketimbang Pansus, Ini Alasa

Karena di Kotim ini akan
melaksanakan pilkada pihaknya mengimbau agar SHD tidak melakukan perombakan. Pun
juga terkait sekda. Ia juga sempat berkomentar terkait bakal majunya sekda di
ajang pilkada. Lantaran Sekda Kotim H Halikinnor digadang-gadang juga akan
mengincar kursi nomor satu di Kotim.

“Untuk roling atau perombakan
jabatan ranahnya bukan sekda, akan tetapi gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil
bupati, wali kota/wakil wali kota. Masalah sekda mempengaruhi, itu lain lagi urusannya,”
pungkasnya. (rif/ami/nto)

Terpopuler

Artikel Terbaru