PROKALTENG.CO-Sudah hampir 40 hari isu kudeta partai Demokrat ini menyita perhatian publik. Terhitung sejak Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan partainya tanggal 1 Februari lalu
Sejumlah pengamat politik pun ikut menyoroti polemik yang terjadi di partai yang pernah mengantarkan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden selama dua periode itu. Salah satunya pakar politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun.
Ubedilah mengatakan, Negara tidak boleh terlalu lama disandera agenda politik pribadi. karena itu pemerintah diharapkan bersikap adil, bijaksana dan rasional dalam memutuskan kasus KLB ilegal.
Lebih lanjut, Ubedilah juga menuturkan, dirinya membaca pernyataan pemerintah yang akan menggunakan UU Partai Politik dan AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres ke-5 tahun 2020 untuk menilai hasil KLB ilegal, sebagai isyarat kuat bahwa pemerintah tidak tertarik untuk melakukan manuver politik yang beresiko tinggi. Pernyataan pemerintah tersebut disampaikan secara konsisten oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan Menkumham Yasona Laoly dalam kesempatan terpisah.
“Terlalu beresiko jika pada saat krisis seperti ini, Pemerintah mengesahkan KLB ilegal, apapun alasannya. Potensi gejolak politiknya terlalu besar” kata Ubedilah dalam keteranganya, Kamis (11/3).
Ia juga mengingatkan pada pemerintah, bahwa masyarakat sudah lelah dan mulai gelisah dengan kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. “Karena jika krisis kesehatan dan ekonomi ini terus berlarut akibat fokus pemerintah pecah, bukan tidak mungkin kegelisahan masyarakat ini akan terekspresikan tak terkendali,” kata Ubedilah yang juga adalah salah satu tokoh penting pemimpin gerakan mahasiswa tahun 1998.
Sementara itu, pendiri LSM Lingkar Madani Ray Rangkuti mengingatkan, bahwa pencaplokan Partai Demokrat bukanlah termasuk agenda pemerintah. Sebab, terlalu kecil dan berisiko jika pemerintah apalagi Istana bermain-main di polemik Kudeta Demokrat ini.
“Ini jelas agenda pribadi Kepala KSP Moeldoko, meskipun saya bertanya-tanya kenapa dibiarkan. Karena saya melihat ini tidak menguntungkan bagi Pemerintah untuk mengesahkan KLB ilegal yang beresiko menimbulkan gejolak politik, padahal ini tidak lebih dari ambisi pribadi salah satu pembantu Presiden,” Ujar Ray.
Lebih lanjut, Ray juga menduga Moeldoko salah kalkulasi karena terbuai oleh janji-janji manis makelar-makelar politik yang membujuknya. Karena menurutnya, orang seperti pak Moeldoko sudah terlalu terbiasa bekerja pada tataran strategis sehingga luput atau tidak sempat mengecek pelaksanaannya di lapangan.
“Inilah yang jadi ladang subur bagi para makelar politik untuk mengumbar janji guna mencari pendanaan, lalu membuat laporan Asal Bapak Senang,” tutur Ray.
Secara terpisah, Ubedilah dan Ray menyarankan agar Pemerintah konsisten menggunakan dasar hukum yang obyektif untuk memutuskan perkara ini, untuk menjaga kepastian hukum dan kestabilan politik.
Ray juga menuturkan, jika Pemerintah salah mengambil keputusan, secara rasional, resiko yang bakal ditanggung pemerintah baik di sisi politik maupun ekonomi, terlalu besar ketimbang keuntungan politik yang hanya berlaku bagi salah satu pejabatnya saja.
“Apalagi ini era yang sangat terbuka, dan bisa menjadi preseden buruk dikemudian hari,” pungkasnya