PULANG PISAU, PROKALTENG.CO – Penanganan kasus pidana pemilihan umum (Pemilu) yang terjadi di Desa Mintin, Kecamatan Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau dengan pelaku Sobi Saputra alias Sobi telah memasuki babak akhir.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pulang Pisau Zahrotul Mufidah saat dikonfirmasi Kalteng Pos (grub Prokalteng.co) mengungkapkan, terdakwa Sobi divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Pulang Pisau pada Rabu (6/3) lalu.
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di TPS sebagaimana dalam dakwaan tunggal JPU.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana denda selama dua bulan dan denda sejumlah Rp1 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayarkan diganti dengan pidana denda kurungan selama 10 hari,” ucap Mufidah mengutip amar putusan.
Dia menegaskan, Bawaslu bersama Tim Gakkumdu telah mengawal semua proses dari awal hingga putusan pengadilan. “Semua berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucap dia.
Dia berharap, hal ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, baik untuk penyelenggara Pemilu maupun bagi masyarakat umum sebagai pemilih agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini. Harapannya agar ke depannya di Pilkada yang akan digelar nanti lebih baik,” harapnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pelanggaran pidana pemilu itu terjadi di TPS 5 saat pemungutan suara pada Rabu (14/2). Sobi (Sb) diketahui menggunakan hak pilihnya di TPS 6 dan 5. Sb sendiri terdaftar di TPS 6. Setelah menggunakan hak pilihnya di TPS 6 lalu melakukan pencoblosan kembali di TPS 5 menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik.
Atas perbuatannya, Sb dianggap melanggar pasal 515 undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
“Dalam pasal tersebut ditegaskan; setiap orang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan dan denda paling banyak Rp18 juta,” tegas Mufidah. (art)