JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menerima kenyataan
mantan koruptor boleh ikut menjadi peserta Pilkada Serentak 2020 mendatang.
Usulan lembaga penyelenggara pemilu yang semula melarang, hanya sekadar menjadi
imbauan.
Hal itu terdapat dalam Pasal 3A
ayat 3 dan 4 PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2017. Dalam pasal tersebut, KPU meminta parpol
mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi dalam seleksi bakal calon kepala
daerah.
KPU beralasan, saat ini pihaknya
tengah fokus pada tahapan pilkada yang telah berlangsung. Jika syarat larangan
mantan koruptor terlalu lama diperdebatkan, dikhawatirkan akan mengganggu
tahapan.
Direktur Eksekutif Indonesia
Political Review, Ujang Komarudin mengaku tak kaget dengan hal tersebut.
Kepentingan partai politik mulai jelas terlihat ketika usulan KPU tak diamini
legislatif.
Banyak alasan yang membuat parpol
tak menyetujui. Mereka yang mantan koruptor dan ingin mencalonkan diri
merupakan aset partai. Modal yang diniliki juga dinilai kuat. Mulai dari
finansial hingga jaringan memperoleh suara.
“Saya rasa ini mudah ditebak.
Seperti anjing menggonggong kafilah berlalu. Jadi KPU teriak-teriak melarang
koruptor, tapi seperti tak didengar oleh DPR,†kata Ujang kepada Fajar
Indonesia Network (FIN) di Jakarta, Jumat (6/12). Akademisi Universitas Islam
Al Azhar ini juga pesimistis jika Revisi UU Pemilu yang masuk dalam Prolegnas
2020 akan mengakomodir larangan mantan koruptor.
Terpisah, Komisioner KPU RI, Evi
Novida Ginting Manik mengatakan, pihaknya tengah fokus pada tahapan. Ia
menjelaskan, ada beberapa syarat bagi calon perseorangan yang berubah. Sehingga
PKPU diharuskan cepat disahkan dan peserta pemilu dapat mengetahui
persyaratannya. “Jadi sehingga yang paling penting, bagaimana peraturan KPU
pencalonan ini cepat bisa keluar dan menjadi pedoman bagi tahapan pencalonan
pemilihan kepala daerah 2020,†ujar Evi.
Dia menuturkan, KPU tetap
melarang eks napi korupsi maju pilkada. Namun hal ini dilakukan melalui imbauan
kepada parpol. Dia berharap larangan tersebut nantinya dapat dimasukkan dalam
UU Pilkada.
“Iya kita berharap itu dimasukan
dalam UU. KPU tetap dalam prinsipnya melarang napi maju sebagai kepala daerah.
Tapi kami minta kepada parpol, untuk mengutamakan yang bukan napi koruptor,â€
papar Evi. (khf/fin/rh/kpc)