PALANGKA
RAYA, PROKALTENG.CO– Ketua
Umum Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalteng H Agustiar Sabran mengatakan, guna
mendukung program Kalteng Bebas Asap, maka pemprov
perlu
membangun sinergi
dengan lembaga adat Dayak. Hal tersebut
diungkapkannya usai mengikuti apel siaga pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di halaman
Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (4/3).
“Berladang
tradisional merupakan praktik bercocok tanam dengan kearifan lokal, sehingga
menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi masyarakat adat Dayak di
Kalimantan Tengah,” katanya kepada Kalteng Pos, Kamis (4/3).
Menurutnya hal itu
cukup beralasan, karena praktik berladang tradisional sarat
dengan nilai sosial budaya dan spiritualitas. Dengan berladang tradisional,
masyarakat adat Dayak juga berperan penting dalam mempertahankan
kelestarian dan keberlanjutan lingkungan.
“Perlu diingat
bahwa berladang tradisional dengan kearifan lokal sejatinya diakui dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 34 Tahun 2017 tentang
Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup. Pasal 69 ayat 2 Undang-Undang
(UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Lingkungan Hidup juga memuat pengakuan dan penghormatan masyarakat
hukum adat dan hak-hak tradisionalnya,” tegasnya.
Selain itu, ada
pula aturan-aturan
hukum terkait lainnya di Provinsi Kalimantan Tengah. Antara
lain Perda
Nomor
1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan
(Dakarla).
Saat
ini Pergub tentang Pedoman Pembukaan Lahan dengan Cara Membakar sebagai
tindak lanjut dari Perda Nomor 1 Tahun 2020 telah
disetujui oleh Kemendagri dan kementerian terkait.
“Untuk itu kami
minta kepada Pemerintah Provinsi Kalteng bersama
dengan Kepolisian Daerah (Polda) Kalteng serta pihak terkait untuk dapat segera
bersinergi dengan lembaga adat Dayak,” harapnya.
Dimulai dari tingkat
provinsi sampai tingkat desa, serta melibatkan para
damang dan mantir. Upaya sosialisasi intensif terkait
Perda
Dakarla dan pergub dimaksudkan sebagai payung hukum untuk masyarakat adat
membersihkan ladang dengan cara dibakar.
Namun, karena saat ini terdapat
banyak undang-undang yang bisa
digunakan untuk memenjarakan dan memberikan sanksi bagi peladang tradisional, maka
perlu
adanya pemahaman yang sama dan sinergi semua pihak
agar Perda Dakarla ini betul-betul dimengerti dan
dipahami agar mampu melindungi praktik berladang tradisional.
“Kami berharap
agar jangan sampai ada kesalahan persepsi di masyarakat bahwa dengan Perda Nomor 1
Tahun 2020, masyarakat
boleh membakar secara bebas atau sembarangan, karena
secara hukum tentunya tidak sesuai dengan roh yang ada di perda itu,” bebernya.
Menurut pria yang juga anggota DPR
RI dapil Kalteng tersebut, boleh dan pengecualian itu
berbeda.
Boleh berarti dengan kondisi apa pun bisa
dilakukan.
Namun untuk
pengecualian,
maka
ada syarat yang harus dipenuhi baru bisa dilakukan.
“Jangan sampai
nilai positif dari perda ini atau isu yang baik tenggelam karena
informasi-informasi yang tidak sesuai. Sekali lagi kami berharap
agar pemerintah provinsi bersama aparat penegak hukum segera
bersinergi dengan kelembagaan adat Dayak Kalteng serta Ormas Dayak
terkait sosialisasi bersama secara masif, agar pengendalian
kebakaran dan lahan di Kalteng dapat berjalan maksimal,” sebutnya.
Pihaknya berharap informasi yang benar dan sesuai dengan aturan dan kearifan lokal dapat
betul-betul dipahami dan dimengerti oleh masyarakat. Dengan demikian upaya pengendalian kebakaran lahan dapat
berjalan,
sekaligus mengakomodasi keinginan akan perlindungan terhadap masyarakat petani peladang
tradisional di Kalteng.