SETELAH sempat tertunda selama satu setengah
bulan, akhirnya regulasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) untuk
ponsel resmi diteken oleh tiga menteri yakni Menteri Perindustrian Airlangga
Hartarto, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Komunikasi dan
Informatika Rudiantara, di Jakarta, Jumat (18/10).
Dikeluarkannya aturan ini karena dianggap efektif untuk menekan peredaran
ponsel Black Market (BM) alias ilegal. Regulasi mulai berlaku pada Februari
2020. Artinya bagi pengguna ponsel ilegal masih punya waktu untuk melakukan
registrasi hingga bulan Februari 2020, karena bulan April 2020 secara otomatis
ponsel ilegal tidak bisa digunakan.
Menteri Rudiantara mengatakan, bahwa IMEI mirip seperti STNK ponsel. Dengan
demikian, aturan ini tidak berdampak pada jumlah pelanggan. “Sistem ini setelah
6 bulan kemungkinan ada. Aturan ini untuk mamastikan pendapatan pemerintah
tidak terganggu dari ponsel. Potensi Rp 2 triliun,†ujar Rudiantara.
Kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengatakan,
bahwa aturan ini tidak terlambat diluncurkan meski negara lain sudah
menggunakan aturan yang sama. Aturan ini juga tidak melarang impor ponsel
asalkan mengikuti peraturan yang berlaku.
“Kita enggak melarang impor asal mengikuti peraturan. Kita memberikan
beberapa persyaratan untuk mendukung pelaksanaan STNK bisa berjalan dengan
baik,†kata Enggar.
Sementara Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto menyebutkan alasan
penundatang penandatangan aturan ini lantaran meski mengharmonisasi data yang
ada. “Dividen kebijakan ini ada di Pak Heru (Dirjen Bea Cukai). Bagi kemenkeu
akan lebih mudah untuk cek barang legal atau BM. Ini tidak akan menganggu
pedagang,†ujar Airlangga.
Terpisah, Direktur Jederal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan, bagi
yang suka membeli ponsel keluaran terbaru di luar negeri bakal dikenai pajak
17,5 persen. “Masyarakat yang membeli ponsel dari luar negeri akan dikenakan
PPN (pajak pertambahan nilai) 10 persen dan PPh (pajak penghasilan) 7,5 persen.
Jadi lebih baik beli yang resmi, karena yang resmi buatan Indonesia,†ujar
Heru.
Menurut Heru, pemberlakukan aturan IMEI bakal memberantas maraknya ponsel
ilegal di Indonesia. “Langkah ini sangat efektif. Sebab setelah Februari 2020
ponsel ilegal tidak bisa menyala, sehingga tidak ada ponsel ilegal di
Indonesia,†sambung dia lagi.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul
Huda mengatakan, aturan ini akan menguntungkan pemerintah dari sisi pemasukan
pendapatan negara yang lebih masif. Namun kerugiannya bersifat non materil yang
tidak seidkit.
“Contohnya saja transfer teknologi jadi terhambat karena produk-produk
terbaru dari produsen ponsel akan telat masuk ke dalam negeri. Selain itu
kebijakan ini dinilai juga bisa menghambat kunjungan wisatawan luar karena
handphone yang mereka gunakan sehari-hari tidak bisa digunakan di Indonesia.
Ini kerugian tidak langsung,†ujar Huda kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat
(18/10).
Sekadar informasi, IMEI mirip identitas ponsel yang dikeluarkan oleh Global
System for Mobile Association (GSMA) yang terdiri dari 15 digit nomor desimal
unik yang diperlukan untuk mengidentifikasi Alat dan/atau Perangkat
Telekomunikasi yang tersambung ke jaringan telekomunikasi bergerak seluler.
Jika diberlakukan, aturan IMEI akan jadi dasar hukum operator
telekomunikasi untuk melakukan pembatasan layanan telekomunikasi terhadap
ponsel BM dengan nomor IMEI tidak terdaftar di Kemenperin. Bila aturan berlaku
ponsel BM hanya akan bisa digunakan buat foto saja, tidak bisa sebagai alat
komunikasi. (din/fin/kpc)