27.8 C
Jakarta
Friday, November 22, 2024

Neraca Perdagangan Surplus, Airlangga: Sektor Ekonomi Mulai Pulih

PROKALTENG.CO-Neraca perdagangan RI kembali surplus. Hal itu tercermin dari angka ekspor dan impor Indonesia pada Juni 2021 yang mengalami peningkatan, baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy). Surplus Neraca Perdagangan telah dialami selama 14 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, termasuk pada Juni 2021 yang surplus USD 1,32 miliar.

Secara historis, surplus pada 2020 bahkan mencapai rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir dengan mencatatkan nilai sebesar USD 21,62 miliar. Lebih jauh, angka ini juga telah mendekati rata-rata performa surplus pada peak periode 2001-2011 dengan nilai sebesar USD 26,16 miliar, sebelum akhirnya Indonesia lebih sering defisit sejak 2012.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, peningkatan ekspor dan impor tersebut menunjukkan aktivitas ekonomi di Indonesia terus pulih. Meski di tengah pandemi Covid-19, performa Neraca Perdagangan Indonesia masih cukup impresif.

Surplus tersebut khususnya ditopang oleh beberapa komoditas nonmigas andalan Indonesia yaitu lemak dan minyak hewani atau nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Namun, surplus neraca perdagangan ditekan oleh beberapa komoditas yang mengalami defisit, utamanya berasal dari reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektris serta bagiannya, serta plastik dan barang sejenisnya.

“Performa Neraca Perdagangan yang cukup resilience di tengah pandemi tersebut perlu diapresiasi. Namun, untuk menjaga keberlanjutan surplus perdagangan ke depan, perlu terus dicermati beberapa faktor kunci,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat (16/7).

Faktor kunci tersebut di antaranya, stabilitas pertumbuhan permintaan global khususnya pada pasar utama, peran dan fungsi perwakilan perdagangan (Perwadag) dalam mendorong peningkatan ekspor, dinamika perkembangan harga dan volume ekspor komoditas utama dan potensial, dan strategi pemerintah dalam menjaga keseimbangan pertumbuhan impor khususnya pada komponen impor konsumsi.

Baca Juga :  Ciptakan Kesempatan Kerja 44 Ribu Orang, BRI Ungkap Potensi Ekonomi Liga 1

Berdasarkan data BPS per 15 Juli 2021, nilai ekspor tercatat USD 18,55 miliar dan impor USD 17,23 miliar. Nilai ekspor di Juni 2021 ini mencatatkan rekor tertinggi sejak Agustus 2011, sedangkan nilai impor merupakan tertinggi sejak Oktober 2018.

Jumlah ekspor tersebut meningkat 54,46 persen secara tahunan (yoy) yaitu dari USD 12,01 miliar di Juni 2020 menjadi USD 18,55 miliar di Juni 2021, sedangkan impor naik 60,12 persen dari USD 10,76 miliar di Juni 2020 menjadi USD 17,23 miliar di Juni 2021. Lebih lanjut, ekspor Indonesia ini memiliki performa yang lebih baik dibandingkan negara-negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan (39,8 persen yoy), Taiwan (25,6 persen yoy), dan Vietnam (20,4 persen yoy).

Ekspor nonmigas berkontribusi 93,32 persen atau USD 17,31 miliar dari dari total ekspor di Juni 2021, terdiri atas ekspor industri (75,91 persen), tambang (15,7 persen), dan pertanian (1,75 persen), sementara ekspor migas menyumbang 6,64 persen saja atau USD 1,23 miliar.

Peningkatan ekspor juga dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas global. Beberapa komoditas global yang mengalami peningkatan harga antara lain batu bara (Australia) meningkat sebesar 148,94 persen (yoy) dan CPO meningkat sebesar 54,99 persen (yoy). Kenaikan harga di kedua komoditas ekspor utama Indonesia ini telah berkontribusi terhadap peningkatan kinerja ekspor di Juni 2021.

Baca Juga :  PPKM Darurat Ciptakan Tren Peningkatan Transaksi Digital

Sementara, nilai impor Juni 2021 sebesar USD 17,23 miliar terdiri dari impor migas senilai USD 2,30 miliar dan nonmigas sebesar USD 14,93 miliar. Secara penggunaan barang, dibandingkan bulan sebelumnya, nilai impor seluruh golongan penggunaan barang selama Juni 2021 mengalami peningkatan.

Peningkatan terbesar menurut penggunaan barang terjadi pada golongan barang modal yang meningkat sebesar 35,02 persen secara bulanan (mtm), diikuti bahan baku/penolong sebesar 19,15 persen (mtm), dan barang konsumsi sebesar 16,92 persen (mtm).

“Peningkatan impor bahan baku/penolong mencerminkan peningkatan kinerja sektor riil, sementara peningkatan barang modal juga cukup baik karena berdampak pada peningkatan kapasitas produksi,” tuturnya.

Capaian kinerja Neraca Perdagangan juga dipengaruhi oleh perkembangan aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok. Indeks PMI Manufaktur di kedua negara tersebut masih berada di level ekspansif, yakni 62,1 (AS) dan 51,3 (Tiongkok). Masih tingginya permintaan global telah mendorong aktivitas produksi dalam negeri untuk memenuhi hal itu, sehingga indeks PMI Manufaktur Indonesia berada di level 53,5 dan kinerja ekspor Indonesia meningkat di Juni 2021.

“Secara garis besar, pada Juni 2021, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan nonmigas dengan beberapa negara, yakni Amerika Serikat (USD 1,34 miliar), Filipina (USD 0,65 miliar), dan Malaysia (USD 0,32miliar). Sementara, Indonesia mengalami defisit dengan Tiongkok (USD -0,60 miliar), Australia (USD -0,48miliar), dan Thailand (USD -0,33 miliar),” pungkasnya.

PROKALTENG.CO-Neraca perdagangan RI kembali surplus. Hal itu tercermin dari angka ekspor dan impor Indonesia pada Juni 2021 yang mengalami peningkatan, baik secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy). Surplus Neraca Perdagangan telah dialami selama 14 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, termasuk pada Juni 2021 yang surplus USD 1,32 miliar.

Secara historis, surplus pada 2020 bahkan mencapai rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir dengan mencatatkan nilai sebesar USD 21,62 miliar. Lebih jauh, angka ini juga telah mendekati rata-rata performa surplus pada peak periode 2001-2011 dengan nilai sebesar USD 26,16 miliar, sebelum akhirnya Indonesia lebih sering defisit sejak 2012.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, peningkatan ekspor dan impor tersebut menunjukkan aktivitas ekonomi di Indonesia terus pulih. Meski di tengah pandemi Covid-19, performa Neraca Perdagangan Indonesia masih cukup impresif.

Surplus tersebut khususnya ditopang oleh beberapa komoditas nonmigas andalan Indonesia yaitu lemak dan minyak hewani atau nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Namun, surplus neraca perdagangan ditekan oleh beberapa komoditas yang mengalami defisit, utamanya berasal dari reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektris serta bagiannya, serta plastik dan barang sejenisnya.

“Performa Neraca Perdagangan yang cukup resilience di tengah pandemi tersebut perlu diapresiasi. Namun, untuk menjaga keberlanjutan surplus perdagangan ke depan, perlu terus dicermati beberapa faktor kunci,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat (16/7).

Faktor kunci tersebut di antaranya, stabilitas pertumbuhan permintaan global khususnya pada pasar utama, peran dan fungsi perwakilan perdagangan (Perwadag) dalam mendorong peningkatan ekspor, dinamika perkembangan harga dan volume ekspor komoditas utama dan potensial, dan strategi pemerintah dalam menjaga keseimbangan pertumbuhan impor khususnya pada komponen impor konsumsi.

Baca Juga :  Ciptakan Kesempatan Kerja 44 Ribu Orang, BRI Ungkap Potensi Ekonomi Liga 1

Berdasarkan data BPS per 15 Juli 2021, nilai ekspor tercatat USD 18,55 miliar dan impor USD 17,23 miliar. Nilai ekspor di Juni 2021 ini mencatatkan rekor tertinggi sejak Agustus 2011, sedangkan nilai impor merupakan tertinggi sejak Oktober 2018.

Jumlah ekspor tersebut meningkat 54,46 persen secara tahunan (yoy) yaitu dari USD 12,01 miliar di Juni 2020 menjadi USD 18,55 miliar di Juni 2021, sedangkan impor naik 60,12 persen dari USD 10,76 miliar di Juni 2020 menjadi USD 17,23 miliar di Juni 2021. Lebih lanjut, ekspor Indonesia ini memiliki performa yang lebih baik dibandingkan negara-negara Asia lainnya, seperti Korea Selatan (39,8 persen yoy), Taiwan (25,6 persen yoy), dan Vietnam (20,4 persen yoy).

Ekspor nonmigas berkontribusi 93,32 persen atau USD 17,31 miliar dari dari total ekspor di Juni 2021, terdiri atas ekspor industri (75,91 persen), tambang (15,7 persen), dan pertanian (1,75 persen), sementara ekspor migas menyumbang 6,64 persen saja atau USD 1,23 miliar.

Peningkatan ekspor juga dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas global. Beberapa komoditas global yang mengalami peningkatan harga antara lain batu bara (Australia) meningkat sebesar 148,94 persen (yoy) dan CPO meningkat sebesar 54,99 persen (yoy). Kenaikan harga di kedua komoditas ekspor utama Indonesia ini telah berkontribusi terhadap peningkatan kinerja ekspor di Juni 2021.

Baca Juga :  PPKM Darurat Ciptakan Tren Peningkatan Transaksi Digital

Sementara, nilai impor Juni 2021 sebesar USD 17,23 miliar terdiri dari impor migas senilai USD 2,30 miliar dan nonmigas sebesar USD 14,93 miliar. Secara penggunaan barang, dibandingkan bulan sebelumnya, nilai impor seluruh golongan penggunaan barang selama Juni 2021 mengalami peningkatan.

Peningkatan terbesar menurut penggunaan barang terjadi pada golongan barang modal yang meningkat sebesar 35,02 persen secara bulanan (mtm), diikuti bahan baku/penolong sebesar 19,15 persen (mtm), dan barang konsumsi sebesar 16,92 persen (mtm).

“Peningkatan impor bahan baku/penolong mencerminkan peningkatan kinerja sektor riil, sementara peningkatan barang modal juga cukup baik karena berdampak pada peningkatan kapasitas produksi,” tuturnya.

Capaian kinerja Neraca Perdagangan juga dipengaruhi oleh perkembangan aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama, terutama Amerika Serikat dan Tiongkok. Indeks PMI Manufaktur di kedua negara tersebut masih berada di level ekspansif, yakni 62,1 (AS) dan 51,3 (Tiongkok). Masih tingginya permintaan global telah mendorong aktivitas produksi dalam negeri untuk memenuhi hal itu, sehingga indeks PMI Manufaktur Indonesia berada di level 53,5 dan kinerja ekspor Indonesia meningkat di Juni 2021.

“Secara garis besar, pada Juni 2021, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan nonmigas dengan beberapa negara, yakni Amerika Serikat (USD 1,34 miliar), Filipina (USD 0,65 miliar), dan Malaysia (USD 0,32miliar). Sementara, Indonesia mengalami defisit dengan Tiongkok (USD -0,60 miliar), Australia (USD -0,48miliar), dan Thailand (USD -0,33 miliar),” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru