25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Ikuti Tren Jadi Alasan Pemerintah Kenakan Pajak Sembako

PROKALTENG.CO-Krisis jati diri, tak hanya dirasakan oleh anak muda Indonesia yang saat ini terbawa arus tren global, namun hingga ke pemerintah. Pasalnya rencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk untuk bahan pokok (sembako) menjadi 12 persen, merupakan kebijakan yang diambil sesuai dengan tren global.

Seakan menjadi korban tren, kebijakan tersebut pun langsung menuai sorotan dan membuat gaduh masyarakat Indonesia. Tak sedikit pihak yang mengkritik rencana tersebut, baik akademisi, anggota DPR hingga masyarakat umum

Rencana pengenaan PPN tercatat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Disebutkan dalam dokumen itu, tarif PPN diusulkan naik menjadi 12 persen, dari yang saat ini hanya 10 persen.

Rencana kenaikan PPN yang dilkakukan pemerintah bukan tanpa alasan. Kenaikan PPN menjadi 12 persen yang dilakukan pemerintah disinyalir sejalan dengan tren global di mana PPN menjadi salah satu struktur pajak yang makin diandalkan.

Baca Juga :  Elpiji 3 Kilogram Mengalami Kelangkaan di Muara Teweh

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, Kamis (10/6) dalam keterangannya mengatakan, skema ini memberikan rasa keadilan dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang mewah atau sangat mewah.

“Juga pengenaan tarif lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah,” ujarnya

Selain itu, tambahnya, PPN 10 persen yang diberlakukan oleh negara saat ini sangat kecil dibandingkan dengan negara negara lainnya. Hal itu yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk menaikan PPN secara umum.

Meski begitu lanjut dia, Pemerintah meyakini skema multitarif ini memiliki dua kelebihan. Pertama, potensi penerimaan lebih maksimal karena seluruh lapisan masyarakat membayar tarif sesuai dengan kemampuan.

Kedua, menjaga daya beli masyarakat yang sejak tahun lalu tertekan akibat pandemi Covid-19. Harapannya, skema multitarif memberikan perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Baca Juga :  Mulai Tahun Depan, Pemerintah Kurangi Subsidi Energi 12 Triliun

Belum diketahui kapan perubahan tarif PPN itu berlaku. Rencana perubahan itu tidak terlepas sebagai bagian upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara di tengah pandemi Covid-19. Dalam satu rapat dengan komisi XI DPR, Menteri Keuangan, Sri Mulyani berkomentar soal rencana kenaikan PPN.

“Kami melihat PPN jadi sangat penting dari sisi keadilan atau jumlah sektor yang tidak dikenakan atau dikenakan,” ucap Menkeu.

Berdasarkan berkas rumusan RUU Ketentuan Umum Perpajakan, ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPN barang kebutuhan pokok ini. Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen. Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.

PROKALTENG.CO-Krisis jati diri, tak hanya dirasakan oleh anak muda Indonesia yang saat ini terbawa arus tren global, namun hingga ke pemerintah. Pasalnya rencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk untuk bahan pokok (sembako) menjadi 12 persen, merupakan kebijakan yang diambil sesuai dengan tren global.

Seakan menjadi korban tren, kebijakan tersebut pun langsung menuai sorotan dan membuat gaduh masyarakat Indonesia. Tak sedikit pihak yang mengkritik rencana tersebut, baik akademisi, anggota DPR hingga masyarakat umum

Rencana pengenaan PPN tercatat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Disebutkan dalam dokumen itu, tarif PPN diusulkan naik menjadi 12 persen, dari yang saat ini hanya 10 persen.

Rencana kenaikan PPN yang dilkakukan pemerintah bukan tanpa alasan. Kenaikan PPN menjadi 12 persen yang dilakukan pemerintah disinyalir sejalan dengan tren global di mana PPN menjadi salah satu struktur pajak yang makin diandalkan.

Baca Juga :  Elpiji 3 Kilogram Mengalami Kelangkaan di Muara Teweh

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, Kamis (10/6) dalam keterangannya mengatakan, skema ini memberikan rasa keadilan dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang mewah atau sangat mewah.

“Juga pengenaan tarif lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah,” ujarnya

Selain itu, tambahnya, PPN 10 persen yang diberlakukan oleh negara saat ini sangat kecil dibandingkan dengan negara negara lainnya. Hal itu yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk menaikan PPN secara umum.

Meski begitu lanjut dia, Pemerintah meyakini skema multitarif ini memiliki dua kelebihan. Pertama, potensi penerimaan lebih maksimal karena seluruh lapisan masyarakat membayar tarif sesuai dengan kemampuan.

Kedua, menjaga daya beli masyarakat yang sejak tahun lalu tertekan akibat pandemi Covid-19. Harapannya, skema multitarif memberikan perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Baca Juga :  Mulai Tahun Depan, Pemerintah Kurangi Subsidi Energi 12 Triliun

Belum diketahui kapan perubahan tarif PPN itu berlaku. Rencana perubahan itu tidak terlepas sebagai bagian upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara di tengah pandemi Covid-19. Dalam satu rapat dengan komisi XI DPR, Menteri Keuangan, Sri Mulyani berkomentar soal rencana kenaikan PPN.

“Kami melihat PPN jadi sangat penting dari sisi keadilan atau jumlah sektor yang tidak dikenakan atau dikenakan,” ucap Menkeu.

Berdasarkan berkas rumusan RUU Ketentuan Umum Perpajakan, ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPN barang kebutuhan pokok ini. Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen. Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.

Terpopuler

Artikel Terbaru